Menjelang pemilu presiden, warga di kawasan Jakarta Pusat diresahkan oleh pendataan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih. Pendataan itu dilakukan oleh orang yang mengaku bintara pembina desa (babinsa).
Masalahnya, dalam pendataan itu, warga diarahkan untuk memilih pasangan yang diusung Partai Gerindra, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Sebut saja Rifki, salah satu warga di kawasan Jakarta Pusat yang ikut didata. Ia bercerita, didatangi seorang pria bertubuh gemuk pada Sabtu (31/5/2014).
Kepada Rifki, pria yang datang dengan menggenggam sebuah handy talkie (HT) itu mengaku ingin melakukan perbaikan daftar pemilih tetap (DPT) untuk pemilihan presiden.
Rifki baru pertama kali melihat pria itu. Ia pun bertanya-tanya. “Untuk apa Pak didata lagi? Kan kita tidak tinggal di gunung,” ujar Rifki ketika menceritakan peristiwa itu kepada Kompas.com.
Meski heran dengan kehadiran pria bergaya aparat itu, Rifki tetap mempersilakannya masuk ke dalam rumah. Tanpa basa-basi, pria itu langsung meminta Kartu Tanda Penduduk milik Rifki. KTP lalu diberikan. Ketika pria itu mencatat data-data di dalam KTP, Rifki menanyakan identitas pria itu.
Pria tersebut mengaku anggota babinsa yang baru dipindahkan bertugas ke daerah perumahan Rifki. Untuk diketahui, di perumahaan tempat tinggal Rifki, 90 persen warganya adalah keturunan Tionghoa dan beragama Kristen.
Petugas itu, kata Rifki, bercerita bahwa dia ditugaskan oleh atasannya untuk mendata warga. Pria itu juga mengaku berdinas di bawah kontrol Koramil.
Setelah pencatatan data Rifki selesai, petugas itu kemudian bertanya.
“Bapak nanti pilih ini kan, ya?” tanya dia.
Di kertas data yang dipegang petugas itu, Rifki sudah dituliskan akan memilih Partai Gerindra dalam pilpres 9 Juli mendatang.
Melihat catatan itu, Rifki pun terkejut. Dia langsung menunjukkan kekesalannya dengan menanyakan maksud petugas itu menulis preferensi pilihannya.
“Apa urusan Anda mendata pilihan saya apa?” tukas Rifki ketika itu.
Atas kemarahan Rifki, pria itu langsung meralat ucapannya.
“Jadi Bapak akan pilih Jokowi?” tanyanya lagi.
Rifki sempat berdebat dengan babinsa itu. Alhasil, tulisan Gerindra dicoret, lalu diganti Jokowi.
“Saya sudah kesal. Jadi terserahlah mau ditulis siapa di situ, yang tahu pilihan saya kan cuma saya dan Tuhan,” ucap Rifki.
Menurut Rifki, bukan hanya dirinya yang didata oleh babinsa. Seorang tetangga keturunan Tionghoa yang bersebelahan dengannya juga didata. Tetangganya itu, sebut Rifki, sangat ketakutan didatangi babinsa.
“Mereka takut apa maksudnya didata seperti itu? Jadi mereka mengikuti apa pun kata orang itu. Saya sih memahami, karena mereka memang punya trauma masa lalu,” ujarnya.
Rifki bercerita, saat kerusuhan di Jakarta pada 1998, kelompok masyarakat Tionghoa menjadi sasaran amuk massa. Situasi di perumahannya saat itu mencekam. Warga-warga berpatroli siang dan malam.
“Mungkin, ya ada masih ketakutan-ketakutan seperti ini,” kata Rifki.
Datangi Koramil
Rifki sempat mendatangi Koramil di dekat lingkungannya untuk mengecek soal identitas petugas babinsa itu. Di dalam Koramil, dia melihat whiteboard yang bertuliskan jadwal piket petugas babinsa.
Sementara itu, di atas meja, Rifki melihat secarik kertas folio dengan banyak data yang sudah tersusun rapi. Isi data itu yakni daftar nama dan alamat warga, serta daftar preferensi memilih dalam pemilu presiden mendatang.
Di sana juga terdapat rekapitulasi hasil preferensi memilih, yakni 90 persen dituliskan memilih capres Prabowo Subianto dan 10 persen memilih Jokowi.
“Saya tanya soal babinsa itu, petugas di Koramil membenarkan dan bilang dia baru dipindahtugaskan ke sini. Saya lalu tanya, data yang dikumpulkan untuk apa?” kata Rifki.
Rifki lalu mendapat jawaban bahwa pendataan dilakukan untuk survei pilihan warga. Ia juga diminta untuk memberikan pengertian kepada warga di lingkungannya soal aktivitas babinsa belakangan ini.
Rifki berharap agar babinsa, yang seharusnya bisa memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi warga, bisa bersikap netral. “Kalau sudah mengerahkan babinsa itu tandanya sudah takut kalah,” ujar dia. [Sabrina Asril/kompas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar