Kamis, 25 Juli 2013

Datangkan 1.000 Bus, Jokowi Ditanya DPRD

Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Selamat Nurdin, mendesak Gubernur Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan model bisnis untuk 1.000 bus yang sedang dipesan pemda. Hal itu diperlukan, supaya bus bisa langsung digunakan ketika datang.
"Jangan sampai bus sudah datang baru menyiapkan model bisnis. Nanti terlalu lama, busnya keburu busuk," kata Selamat di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Dia menyarankan Jokowi mengoperasikan 1.000 bus ini di bawah PT Transjakarta yang saat ini sedang dibentuk. "Bisa saja nanti diatur supaya Transjakarta bisa mengoperasikan bus kecil atau dibikinkan anak usaha untuk mengoperasikan," kata Selamat.
Dia juga meminta persiapan model bisnis untuk bus baru itu dilakukan paralel dengan proses pengambilalihan Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD). Soalnya, dia khawatir proses hibah PPD berjalan lambat. "Itu kan harus melalui DPR, harus dibuatkan undang-undangnya karena ada pengalihan aset negara," kata dia lagi.
Oleh sebab itu, model bisnis operasional 1.000 bus harus disiapkan lebih dulu. Pemerintah bisa saja berdialog dengan pengusaha Metromini atau bus sejenis soal keikutsertaan mereka dalam memgoperasikan bus baru. "Mungkin diusahakan agar mereka menukar busnya dengan saham atau menjadi operator sehingga Transjakarta hanya menjadi pengelola aset. Yang penting prinsipnya harus ganti untung," ujar dia.
Jokowi mengaku sudah menyiapkan model bisnis itu. "Memang sudah kami siapkan masalah pengelolaan ini," kata Jokowi di Balai Kota, Kamis (25/7/2013).
Kemungkinan besar, manajemen bus-bus tersebut akan dilakukan oleh Transjakarta. Pembentukan PT Transjakarta juga direncanakan rampung pada tahun ini.


Sumber :
tempo.co

Jokowi Imbau Warga Tak Bawa Kerabat ke Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengimbau warga Jakarta yang mudik untuk tidak membawa kerabat saat kembali ke Ibu Kota. Imbauan itu bertujuan menekan pertumbuhan penduduk.
"Sudah saya perintahkan ke camat dan lurah untuk menyampaikan langsung ke bawah dan memberitahukan supaya yang mudik enggak bawa saudaranya menetap ke Jakarta," kata Jokowi, di Balaikota Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Jokowi juga mengaku tak mempertimbangkan menggelar Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) Menurutnya, OYK yang dilaksanakan selama ini terbukti tidak efektif mengurangi urbanisasi.
"Apa dipagari saja ya, lalu diberi pintu? He-he-he. Belumlah ini kita belum punya jurus dan tidak perlulah kejar-kejaran," kata Jokowi dengan nada bergurau.
Sementara itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta Purba Hutapea mengatakan, OYK yang selama ini dilakukan akan diganti dengan kegiatan bina kependudukan.
"Ini semua kebijakan Pak Gubernur karena dirasa lebih efektif. Kebijakan tahun ini, tidak akan lagi melaksanakan OYK, tetapi lebih ke arah bina kependudukan," kata Purba.
Purba menjelaskan, bina kependudukan merupakan usaha pemerintah menyosialisasikan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi kependudukan kepada masyarakat, misalnya surat keterangan pindah, jaminan pekerjaan, dan jaminan tempat tinggal. Calon pendatang harus menaati aturan lain itu sehingga tak menjadi masalah baru bagi Jakarta.
Bina kependudukan dilakukan oleh dinas dan suku dinas terkait, lembaga RT dan RW, dan tidak melibatkan jaksa, hakim, maupun polisi. Dinas Dukcapil DKI akan mengintensifkan penyebarluasan informasi kependudukan di terminal, permukiman, baik melalui dialog maupun brosur.


Sumber :
kompas.com

Jokowi Live di Metro TV

Malam ini, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) muncul secara live di Metro TV dalam acara Prime Time News yang dipandu oleh Fessy Alwi yang diliput dari Taman Suropati, Jakarta, Kamis (25/7/2013) pukul 19:25 WIB.
Dalam acara ini, Jokowi menjelaskan penggunaan dana operasional untuk blusukan, seperti untuk membantu korban kebakaran, membantu logistik pada saat terjadi konflik warga sampai memberi hadiah sepeda untuk anak-anak. Jokowi juga menegaskan bahwa dana operasional tersebut yang telah dipakai tidak mencapai separuh dari anggaran yang tersedia.
Menjawab desakan Fessy Alwi masalah Capres 2014, Jokowi hanya menegaskan bahwa saat ini Jokowi masih terus bekerja dan berkonsentrasi untuk Jakarta dan tidak memikirkan masalah pilpres 2014. Masalah pencapresan sepenuhnya menjadi wewenang Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Putri, begitu juga masalah pinangan dari partai-partai lain untuk posisi cawapres.
Masalah pertemuan dengan tokoh-tokoh politik lain, Jokowi juga tidak menyangkal, tetapi Jokowi menggaris bawahi bahwa pertemuan-pertemuan tersebut bebas dari pembicaraan politik, diberikan contoh pertemuan dengan Aburizal Bakrie ketika sama sama menghadiri undangan perkawinan, sedang dengan Hatta Rajasa terkait dengan masalah pembahasan MRT dan Monorel.
Ketika Fessy Alwi meminta kreteria tentang pemimpin Indonesia masa depan, Jokowi pun menyerahkan pembuatan kreteria tersebut kepada para profesor yang pintar-pintar, sedang Jokowi sendiri mengaku tak tahu masalah kreteria tersebut.


Sumber :
Metro TV


Jokowi akan Gelar Pertandingan Tinju untuk Jakmania dan Viking

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tidak ingin konflik The Jakmania (pendukung Persija Jakarta) dengan Viking (pendukung Persib Bandung), terus berlanjut.
Karena itu, Jokowi berencana menggelar acara yang bertujuan mencairkan konflik di antara kedua pendukung fanatik klub sepak bola.
"Nanti makan-makan, main bola bareng, tinju bareng. Tinju guyonan loh, biar akrab," ujar Jokowi di DPRD DKI Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Jokowi juga telah membicarakan rencana misi perdamaian ini kepada Wali Kota Bandung Ridwan Kamil kemarin, dalam pertemuannya sekitar dua jam.
"Kami baru merancang, Pak Ridwan juga baru merancang, nanti ketemu di tengah," ucap Jokowi.
Ini diupayakan Jokowi lantaran pihaknya tidak ingin perseteruan kedua pendukung tim justru mencoreng dunia persepakbolaan Indonesia, dan memerburuk citra kota.
"Masa bertahun-tahun sesama warga Indonesia masih seperti itu terus, ya malu kita," cetus Jokowi.


Sumber :
tribunnews.com

Siapa Takut Garis Tangan Jokowi?

Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai serangan-serangan ke Gubernur Joko Widodo (Jokowi) yang kian santer dipicu karena ada ketakutan dari capres lain. Siapa yang takut dengan lonjakan elektabilitas Jokowi?
Sudah sejak Rabu (24/7) Ahok menyuarakan bahwa serangan ke Jokowi adalah bentuk ketakutan capres lain yang tak sanggup blusukan ala Jokowi. Kini Ahok bahkan menyinggung-nyinggung garis tangan si fenomenal tersebut.
"Makanya saya bilang kalau Anda takut Jokowi jadi presiden, ya nggak usah ditakutin, kalau sudah garis tangan, nggak kebendung dia," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (25/7/2013).
Yang menjadi pertanyaan besar adalah siapa yang takut dengan keberadaan Jokowi? Sejumlah parpol yang telah mempersiapkan capres seperti Golkar, Hanura, dan PD menampik tudingan keras dari Balai Kota tersebut.
Waketum Partai Demokrat Max Sopacua bahkan menyindir Ahok yang dinilainya mempolitisasi blusukan Jokowi. Asal muasal pernyataan Ahok memang gara-gara LSM Fitra yang menuding blusukan Jokowi sebagai pemborosan. Di mata Ahok, blusukan Jokowi hanyalah bermodal jalan kaki saja.
Namun faktanya, Jokowilah pemuncak berbagai survei capres saat ini. Jokowi bahkan dinobatkan menjadi tokoh paling populer versi Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) yang dirilis Rabu (24/7/2013).
Dalam survei tersebut, Jokowi mengungguli Prabowo Subianto, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Dahlan Iskan, Mahfud MD, Megawati Soekarnoputri, Wiranto, Hidayat Nurwahid, dan Hatta Rajasa. Nama-nama tenar yang lebih dulu muncul dan disebut-sebut bakal berlaga di Pilpres 2014.
Sementara Jokowi sendiri sampai saat ini selalu menegaskan dirinya 'nggak mikir' soal Pilpres. Jokowi sendiri sudah bicara bahwa capres yang sudah deklarasi saat ini kalau kemudian partainya tak lolos Presidential Threshold (PT) tetap saja ngenes.
"Misalnya partai dapat atau lolos saja belum jelas tapi sudah mencalonkan. Kalau cuma dapat 5 persen siapa yang mau nyalonkan. Jadi calon aja nggak dicalonkan apa nggak ngenes nanti?" kata Jokowi yang sempat bercanda dengan wartawan di Balai Kota soal garis tangannya ini.


Sumber :
detik.com

Masa Depan Jokowi di 2014, Ditentukan Megawati

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) boleh saja menjadi tokoh yang paling dielu-elukan sebagai Calon Presiden 2014. Namun, di belakang Jokowi masih ada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Menurut board of advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS) Jeffrie Geovanie, Megawati adalah pengambil keputusan penting untuk pemilu presiden mendatang.
Dimana, Megawati bisa saja memasangkan Jokowi dengan tokoh manapun sesuai keinginan dan kepentingan Mega maupun partai yang dipimpinnya. Jeffrie mencontohkan, Mega akan menyandingkan Jokowi dengan tokoh senior Golkar Ginandjar Kartasasmita bila Putri Proklamator RI Bung Karno ini berambisi membangun koalisi dengan Golkar pasca-Munas 2015.
“Jokowi bisa juga dipasangkan dengan Gita Wirjawan bila tujuannya rekonsiliasi PDIP dan Demokrat. Bisa juga Jokowi dengan Rusdi Kirana, dengan Din Syamsuddin, atau dengan Jusuf Kalla misalnya. Tergantung Megawati,” kata Jeffrie dalam keterangan persnya, Kamis (25/7/2013).
Alhasil, Jeffri menjelaskan, begitu banyak pilihan-pilihan yang akan ditempuh Mega bila PDI Perjuangan menjadi juara pada Pemilu 2014. Disamping itu, banyak pihak meyakini, 2014 adalah momentum kemenangan untuk PDI Perjuangan dengan magnet figur Jokowi.
“Jadi sangat wajar sekarang ini semua tokoh mulai mendekati Megawati. Roda politik memang sedang berputar,” ujarnya.


Sumber :
okezone.com

Golkar Nyerah Kejar Jokowi

Partai Golkar akhirnya berjanji tidak akan terus mendesak kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang juga Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) untuk disandingkan dengan Aburizal Bakrie (Ical) dalam Pilpres 2014 mendatang.
"Golkar tidak mau dorong-dorong Pak Jokowi dikawinkan atau tidak, kami punya standar sendiri siapa cawapres Partai Golkar ke depannya," kata Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Menurut Priyo, pihaknya tidak mau dianggap terlalu ngotot untuk menyandingkan Jokowi dengan Ical. Apalagi, melihat kultur partai, PDI Perjuangan tidak akan pernah melepas kadernya jika tak ada restu dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
"Jokowi sudah ada yang memiliki, Ibu Megawati. Golkar tidak masuk dalam arus untuk mengangkangi popularitas orang. Biarkan saja. Golkar punya standar sendiri," tegas Priyo.


Sumber :
okezone.com

Jokowi dan Ridwan Kamil Akan Pertemukan Jakmania dan Viking

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bersama Wali Kota Bandung terpilih Ridwan Kamil akan mempertemukan pendukung Persija Jakarta, Jakmania, dengan pendukung Persib Bandung, Viking. Jokowi menceritakan kalau ia telah bertemu sebelumnya dengan Ridwan pada Rabu (24/7/2013).
"Kami akan mempertemukan pendukung Persija dan Persib setelah Pak Ridwan dilantik," kata Jokowi, di Balaikota Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, ia bersama Ridwan akan menemukan Jakmania dan Viking untuk duduk bersama dan membicarakan perselisihan yang tak pernah usai. Kendati demikian, Jokowi mengaku pertemuan antara Jakmania dan Viking itu masih dalam rancangan, apakah nanti akan bertemu dengan konsep makan bersama atau bermain bola bersama.
"Ini baru dirancang, nanti ketemu entah makan-makan atau main tinju bareng, maksudnya tinju guyonan, biar lebih akrab. Masak sama-sama warga negara Indonesia masih saja begitu, malu kita," kata Jokowi.
Sebelumnya, pertemuan antara dua suporter itu digagas oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo. Pertemuan itu sedianya dijadwalkan berlangsung pada Senin (15/7/2013) lalu, tetapi dibatalkan oleh Roy. Ia lebih memilih untuk mempertemukan manajemen kedua klub tersebut terlebih dahulu. Menurutnya, perubahan itu tidak lepas dari pernyataan dua petinggi kelompok suporter yang menilai pertemuan tersebut terlalu terburu-buru.
Rencana pertemuan kedua kelompok suporter itu merupakan buntut dari penyerangan bus Persib Bandung ketika berada di Jakarta bulan lalu. Akibat perusakan bus itu, laga antara Persija dan Persib dalam pertandingan Indonesia Super League (ISL) pun tertunda.


Sumber :
kompas.com

Saat Jokowi Membaca Garis Tangannya

Garis tangan diyakini sejumlah orang menggambarkan masa depan. Lalu bagaimana hasilnya saat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membaca garis tangannya?
Jokowi yang mengenakan setelan jas hitam baru saja selesai mengikuti rapat paripurna dengan DPRD DKI saat ditanya wartawan seputar garis tangannya. Saat ditanya apakah garis tangannya jadi presiden, Jokowi pun melihat telapak tangan kirinya.
"Entar saya lihat tangan saya dulu, baru lihat garis tangan nih," kata Jokowi tersenyum, seraya melihat telapak tangan kirinya, dalam perbincangan santai di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2013) ini.
"Sebentar...tangan kanan apa kiri?" tanya Jokowi sembari tertawa. Jokowi pun melanjutkan langkahnya ke Balai Kota untuk menyelesaikan tugas yang belum tuntas.

Sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sempat mengatakan kalau garis tangan Jokowi sebagai presiden, tidak akan terbendung. Hal tersebut Ia katakan lantaran Ahok mulai geram terhadap pihak-pihak yang ingin mengusik pemerintahannya dengan Jokowi.
"Makanya saya bilang kalau anda takut Jokowi jadi presiden, ya nggak usah ditakutin," kata Ahok saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Pernyataan tersebut muncul karena rilis anggaran dari Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA) mengenai anggaran blusukan Jokowi sebesar Rp 26,6 Miliar. Ahok menuding FITRA memiliki motif politis dibalik itu.
"Anda ada kecenderungan ingin membangun opini buruk terhadap Jokowi. Wajar dong kita sebagai orang politik menuduh anda bermain," katanya.
Uang operasional itu, kata Ahok, jelas-jelas dana yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta. "Harusnya bangga dong uang operasional Jokowi lebih besar daripada Foke, artinya PAD lebih besar," katanya



Sumber :
- detik.com
- tribunnews.com

Gerindra: Wajar Jokowi Paling Populer

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menjadi tokoh paling populer di survei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG). Gerindra menilai Jokowi populer karena jadi sorotan media.
"Ya tidak apa-apa. Pak Jokowi selalu dalam sorotan media," kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, Kamis (25/7/2013).
Selain itu, menurut Fadli, Jokowi pekerja keras. Sehingga sangat wajar jika Jokowi dinobatkan menjadi most popular person 2013 versi SSSG.
"Dia kerja keras membenahi Jakarta dan aktif. Wajar saja kalau populer," katanya.
Lalu apakah Gerindra mengucapkan selamat? "Selamat bekerja," kata Fadli.
Telesurvei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) 2013 mengadakan survei tentang tokoh terpopuler 2013. Hasilnya Gubernur DKI Joko Widodo moncer di nomor urut pertama mengungguli Prabowo dan Jusuf Kalla.


Sumber :
detik.com

Jokowi: Pemilik Metromini Ribuan, Bagaimana Cara Bubarinnya?

Meski ulah sopir ugal-ugalan dan kerap memakan korban jiwa, manajemen Metromini sulit dibubarkan. Beruntung, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) punya terobosan memperbarui bus warna oranye itu.
"Kalau itu yang mau dibubarin apanya. Itu gimana, milik pribadi banyak sekali. Berapa ribu orang, berapa ribu Metromini. Bagaimana cara bubarinnya. Kalau satu manajemen bubarin bisa. Ini nggak mungkin. Bubarin-bubarin gimana," kata Jokowi.
Hal ini disampaikan Jokowi usai diskusi panel tentang Kepemimpinan Nasional di Polda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Menurut dia, pembaruan Metromini bisa dilakukan asalkan persediaan 1.000 bus sedang telah datang sekitar November hingga Desember 2013 dan ada manajemen PPD. Namun, kata dia, semua hal itu masih dalam proses.
"Baru kita berbicara masalah mengatur sopir. Mengatur bus dan mengatur keamanan penumpang. Mau diatur gimana remnya nggak jelas, spedometernya nggak ada, sopirnya bukan sopir yang asli, tembakan semua. Gimana mau ngatur?" ujarnya.
Menurutnya, jika Metromini punya manajemen dan pool baru bisa diatur. "Remnya bener nggak. Sopirnya yang benar atau nggak. Itu baru bisa diatur," papar Jokowi.
Kalau nggak punya izin trayek, Pak? "Nggak tahu. Oleh sebab itu kalau manajemen itu sudah ada, itu baru dipangkas-pangkas, hilang. Kalau sekarang nggak usah bicaralah. Kalau sekarang ngomong sampai jumpalitan juga tidak bisa karena sudah berpuluh-puluh tahun dibiarkan seperti itu. Tapi ini dengan kedatangan bus yang baru itu bisa menyelesaikan masalah," jawab Jokowi panjang lebar.
Jokowi bermaksud mengintegrasikan bus TransJ dengan angkutan umum Kopaja dan Metromini. Untuk itu dia mendatangkan bus-bus berukuran sedang untuk meremajakan angkutan yang bobrok.


Sumber :
detik.com

Priyo: Golkar Tak Ikut Arus Mengangkangi Popularitas Jokowi

Sejumlah elite Golkar menjodoh-jodohkan Aburizal Bakrie (Ical)-Joko Widodo (Jokowi) untuk Pilpres 2014. Namun Ketua DPP Golkar bidang Politik, Priyo Budi Santoso, tak sepakat.
"Golkar tak mau ikut-ikutan menndorong-dorong Pak Jokowi. Tidak. Kami punya standar tersendiri siapa cawapres dari Partai Golkar ke depan," kata politisi Golkar Priyo Budi Santoso di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Dalam pandangan Priyo, Jokowi milik PDIP. Menjadi tidak pantas jika Golkar ikut mengangkangi popularitas Jokowi.
"Jokowi sudah ada yang memiliki, Golkar tidak ikut arus kemudian mengangkangi popularitas seseorang yang sudah dimiliki partai lain," tutur Priyo.
Jokowi kembali memuncaki survei popularitas tokoh yang berpotensi menjadi capres di 2014. Kali ini, telesurvei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) yang membuktikan.

Berikut adalah hasil survei yang dirilis pada Rabu (24/7/2013):
  1. Joko Widodo 25.48%
  2. Prabowo 10.52%
  3. M Jusuf Kalla 5.69%
  4. Aburizal Bakrie 4.23%
  5. Dahlan Iskan 4.14%
  6. Mahfud MD 2.72%
  7. Megawati 2.68%
  8. Wiranto 1.18%
  9. Hidayat Nurwahid 1.02%
  10. Hatta Rajasa 0.81%
  11. Chairul Tanjung 0.53%
  12. Surya Paloh 0.33%
  13. Sri Sultan HB x 0.33%
  14. Pramono Edi Wibowo 0,12%
  15. Sri Mulyani 0.2%
  16. Ani Yudhoyono 0,2%

Sumber :
detik.com

Jokowi Laporkan Preman Tanah Abang ke Kapolda

Pedagang kaki lima (PKL) di Tanah Abang segera ditata setelah Lebaran. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menggandeng Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Putut Eko Bayuseno untuk masalah keamanan, termasuk menghadapi preman nakal.
"Ya diatur setelah Lebaranlah," kata Jokowi saat ditanya perlindungan keamanan bagi PKL di Tanah Abang.
Hal ini disampaikan Jokowi usai diskusi panel tentang Kepemimpinan Nasional di Polda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Setelah itu, kata Jokowi, akan dibicarakan masalah penataan. "Semuanya, baik yang berkaitan dengan keamanan, manajemen pengaturan. Semua yang ada di sana," ujar dia.
Bagaimana dengan para preman? "Termasuk itu juga, saya laporkan ke Pak Kapolda," jawab Jokowi.
Jokowi juga tidak mempersoalkan langkah PKL yang melayangkan somasi. "Somasi nggak apa-apa, nanti dijawab. Somasinya apa, jawab," kata pria yang hobi memelihara kucing ini.


Sumber :
- kompas.com
- detik.com

Jadi Tokoh Terpopuler 2013, Jokowi: Memang Saya Populer

Nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menjadi tokoh terpopuler tahun 2013 di survei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG). Jokowi sudah tahu dirinya tokoh populer saat ini.
"Emang saya populer...hehehe," kata Jokowi sembari tertawa.
Hal ini disampaikan Jokowi usai diskusi 'Kepemimpinan Nasional' di Polda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Namun meski jadi tokoh paling populer, Jokowi tak terpikir nyapres di 2014. Dia mengaku masih ingin fokus membenahi Jakarta.
"Saya nggak mikirlah gitu-gitu," tegasnya.
Telesurvei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) 2013 mengadakan survei tentang tokoh terpopuler 2013. Hasilnya Gubernur DKI Joko Widodo moncer di nomor urut pertama mengungguli Prabowo dan Jusuf Kalla.

Berikut hasil survei SSSG tentang tokoh terpopuler 2013 yang dirilis Rabu (24/7) kemarin:
  1. Joko Widodo 25.48%
  2. Prabowo 10.52%
  3. M Jusuf Kalla 5.69%
  4. Aburizal Bakrie 4.23%
  5. Dahlan Iskan 4.14%
  6. Mahfud MD 2.72%
  7. Megawati 2.68%
  8. Wiranto 1.18%
  9. Hidayat Nurwahid 1.02%
  10. Hatta Rajasa 0.81%
  11. Chairul Tanjung 0.53%
  12. Surya Paloh 0.33%
  13. Sri Sultan HB x 0.33%
  14. Pramono Edi Wibowo 0,12%
  15. Sri Mulyani 0.2%
  16. Ani Yudhoyono 0,2%
Adapun yang memilih tokoh lainnya sebanyak 37,87 persen, dan yang tidak menjawab yakni 1,95 persen.


Sumber :
detik.com

Jokowi Buatkan Rumah Manajemen untuk Metromini

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana memberikan rumah manajemen agar pengelolaan Metromini lebih baik. Namun, hal tersebut baru dapat terlaksana setelah Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) diakuisisi menjadi badan usaha milik daerah DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Pemprov DKI sulit melakukan pengawasan terhadap Metromini karena kepemilikannya masih perseorangan. "Pemiliknya kan banyak, perorangan. Satu-satunya jalan, diberi rumah manajemen," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Selain memperbaiki manajemen, Jokowi meminta bus-bus Metromini diremajakan. Menurutnya, bus-bus tersebut rata-rata telah berusia 30 tahun. Hal itu membahayakan penumpang dan sudah tidak laik jalan.
Oleh karena itu, saat ini Pemprov DKI tengah mempersiapkan pengadaan seribu bus berukuran sedang untuk mengganti unit bus yang lama dan sudah tua. Pengadaan bus baru ini diperkirakan terlaksana pada November 2013.
"Rumah manajemennya adalah mantan PPD. Dari situ mulai dikelola sopir dan busnya sehingga semuanya terkontrol, mulai dari oli dan remnya tidak seperti yang sekarang. Tapi, ini semua menunggu akuisisi PPD dahulu," ujarnya.
Jokowi menyebutkan, proses akuisisi PPD menjadi BUMD masih dalam proses di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menurutnya, Kemenkeu telah menyetujui usul akuisisi itu dan tinggal menunggu proses administrasi.
Apabila PPD akan dijadikan BUMD di bidang transportasi, maka Metromini akan dijadikan salah satu operator angkutan umum. Hal tersebut dilakukan agar pemilik sebelumnya tidak dirugikan.
Kinerja Metromini menjadi sorotan karena pelayanannya tak kunjung membaik. Banyak bus metromini tidak laik jalan dan tak dilengkapi dokumen lengkap. Sementara itu, sopirnya kerap dilaporkan mengemudi secara ugal-ugalan.
Tiga siswi SMP, yaitu Rahmi, Revi, dan Bennity, mengalami cedera serius akibat ditabrak bus metromini yang dikemudikan WAS (35) di busway dekat halte Transjakarta Layur, Jalan Pemuda, Rawamangun, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Selasa (23/7/2013) sekitar pukul 16.00. Bennity akhirnya meninggal dunia setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Persahabatan. Adapun kedua rekannya dirawat di Rumah Sakit Antam.


Sumber :
kompas.com

Tragis, Pasar Murah Cuma Ramai Saat Ada Jokowi

Pasar murah di kantor Wali Kota Jakarta Utara, Kamis (25/7/2013), tak seramai kemarin, saat dikunjungi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Beberapa stan terlihat kosong.
"Sepi pengunjungnya. Paling yang beli orang dari kantor Wali Kota. Ramai pas kemarin ada Jokowi sama menteri," ujar Eti (40), peserta bazar binaan dari Sudin Perikanan.
Meski tidak terlalu ramai, Eti yang menjual hasil olahan ikan tetap bisa mengantongi keuntungan Rp 200.000,- setiap harinya. Menurut Eti, pihak wali kota kurang melakukan sosialisasi sehingga banyak warga yang belum tahu ada pasar murah di kantor Wali Kota Jakarta Utara.
"Harusnya dari lurah sosialisasi ke warga biar pada tahu kalau ada bazar," ujar Siti (49), warga Cilincing, Jakarta Utara.
Meski begitu, ada stan yang banyak menyedot pengunjung, yakni stan sembako murah. Hanya dalam waktu satu jam, sembako langsung ludes terjual.
"Sembako cepat sekali habisnya. Kita buka dari jam setengah sepuluh, jam 11 sudah habis terjual," ujar Mandala Siregar (50) dari Artha Graha Peduli.
Sembako murah dijual dengan harga Rp 25.000,- per paket, setiap paketnya berisi gula, tepung, mi instan, dan bihun. Selain sembako, dijual juga daging dengan harga yang relatif murah dari harga pasaran Rp 70.000,- per kg.
"Hari ini sudah terjual habis 300 paket sembako dan 100 kg daging," kata Mandala.
Pembeli dari sembako murah kebanyakan dari warga sekitar kantor Wali Kota Jakarta Utara dan pegawai di kantor Wali Kota. Kegiatan bazar murah ini diadakan sejak tanggal 15 Juli 2013 hingga 2 Agustus 2013.


Sumber :
kompas.com

Ahok: Kalau Garis Tangan Jokowi Presiden, Nggak Bisa Dibendung

Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai kritikan Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA) bernilai politis. Ia menganggap ada oknum yang takut Joko Widodo (Jokowi) akan mencalonkan diri sebagai presiden 2014.
"Makanya saya bilang kalau anda takut Jokowi jadi presiden, ya nggak usah ditakutin, kalau sudah garis kebendung dia," kata Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (25/7/2013).
Perkataan ini muncul saat Ahok ditanya mengenai rilis temuan FITRA mengenai dana blusukan Jokowi yang mencapai 27 miliar. Ia mulai geram ditanya mengenai hal tersebut.
Ia pun menganjurkan pada para calon presiden yang ada saat ini untuk tidak takut jika Jokowi akhirnya maju mencalonkan diri.
"Ngapain sih takut-takut," lanjut Ahok.
Sebelumnya, Ahok menuding langkah FITRA merilis hal tersebut sebagai manuver beberapa orang yang takut Jokowi akan diusung PDIP di 2014. Padahal sebenarnya Jokowi tidak pernah membicarakan pemcapresannya.
"Nggak usah takutlah, Pak Jokowi nggak pengen jadi presiden, takut banget gitu loh. Pak Jokowi nggak pernah ngomongin soal capres, tapi kok orang-orang pada takut, saya bingung," kata Ahok di Balaikota, Rabu (24/7) kemarin.


Sumber :
detik.com

Deklarasi Capres Tapi Nggak Nyapres, Apa Nggak Ngenes ?

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara soal banyaknya tokoh yang sudah siap nyapres. Menurut Jokowi, pada akhirnya tokoh yang sudah siap nyapres (deklarasi capres) tersebut harus realistis kalau partai pengusungnya gagal menembus presidential threshold.
"Ini kan sekarang banyak orang mencalonkan, padahal yang mencalonkan itu kan belum tentu dicalonkan," kata Jokowi usai diskusi 'Kepemimpinan Nasional' di Polda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Maksud Jokowi adalah tokoh yang sudah mendeklarasikan diri atau sudah menyatakan siap nyapres sementara hasil Pileg saja belum diketahui.
"Misalnya partai dapat atau lolos saja belum jelas tapi sudah mencalonkan. Kalau cuma dapat 5 persen siapa yang mau nyalonkan. Jadi calon aja nggak dicalonkan apa nggak ngenes nanti?" sindir Jokowi sembari tersenyum.
Jokowi sendiri mengaku tak memikirkan Pilpres 2014 meskipun dia terus memuncaki beragam survei capres belakangan ini.
"Saya katakan saya nggak mikir, saya fokus ke pekerjaan saya sebagai gubernur DKI," tandas Jokowi.

Partai yang telah mendeklarasikan calon presiden yang akan diusungnya ialah Partai Golkar dan Hanura. Golkar akan mengusung Aburizal Bakrie sebagai capres, sementara Hanura telah mendeklarasikan pasangan Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai capres dan cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2014.


Sumber :
- detik.com
- kompas.com
- okezone.com

Harga Jokowi Cukup Cawapres

Partai Golkar sedang berupaya menjalin koalisi dengan PDIP. Mereka berusaha menduetkan Joko Widodo (Jokowi) sebagai cawapres pasangan Ketum Golkar Aburizal Bakrie (Ical).
"Capres kami kan sudah jelas Pak ARB, kalau Jokowi mau datang ke kami ya harganya cawapres," kata jubir Partai Golkar Tantowi Yahya, yang tak memungkiri suara di daerah semakin santer mendorong duet Ical-Jokowi di Pilpres 2014.
Hal ini diamini Waketum Golkar Fadel Muhammad. Menurut Fadel, Golkar sedang berupaya meminang Jokowi menjadi cawapres Ical.
"Kalau kita koalisi Golkar-PDIP sudah mayoritas, dua partai nasionalis," kata Fadel secara terpisah.
Perpaduan Ical dan Jokowi sendiri, menurut Fadel, sangat serasi. Selama ini masyararakat masih beranggapan duet Jawa-luar Jawa paling mantap.
"Ya kan, Jawa-luar Jawa. Tapi nanti kita bicarakan lebih jauh setelah Pileg," katanya.
Partai Golkar sedang serius menduetkan Ical-Jokowi ke Pilpres 2014. Ical dan Jokowi sudah sering bertemu di berbagai acara. Namun Jokowi mempersilakan semua yang berkepentingan soal Pilpres 2014 agar langsung bicara ke Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.


Sumber :
detik.com

Jokowi Ngetop, Mega Terjungkal

Sejumlah tokoh internal PDIP kabarnya mulai menggadang-gadang Joko Widodo (Jokowi) menjadi capres di 2014. Tak bisa dipungkiri, saat ini Jokowi adalah tokoh PDIP dengan elektabilitas tertinggi.
Elektabilitas maupun popularitas Jokowi sebagai capres memang terus naik memasuki pertengahan tahun 2013 ini. Sebaliknya, popularitas Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri justru semakin terjungkal.
Elektabilitas Jokowi berdasarkan hasil survei Pusat Data Bersatu (PDB) per bulan Juni 2013 memasuki 25,97%. Jokowi menjadi capres paling potensial dan semakin jauh meninggalkan Prabowo Subianto (19,83%), dan Megawati Soekarnoputri (13,8%).
Tak hanya itu saja, Jokowi juga didaulat survei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) sebagai tokoh paling populer di 2014. Popularitas Jokowi semakin naik ke permukaan, namun popularitas Ketum PDIP justru tenggelam.
Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo memaklumi peningkatan elektabilitas dan popularitas Mega tak signifikan karena belum melakukan upaya kampanye. Memang sejumlah elite PDIP masih berharap Mega nyapres di 2014 mendatang.
Survei SSSG dilakukan dengan cara wawancara via telepon. Nomor dipilih secara acak dari buku telepon Telkom. Populasi survei seluruh WNI yang tinggal di 10 kota besar di Indonesia. Responden yang wawancarai sebanyak 2.450 orang yang telah memiliki hak pilih pada Pemilu 2014. Waktu penelitian tanggal 3 Juni-22 Juni 2013 dengan tingkat keyakinan 99 persen dan sampling error kurang lebih 2,61 %.
Hasil survei ini semakin mengukuhkan Jokowi sebagai tokoh paling populer dengan dukungan 25,48% responden. Jauh terpaut dari capres Gerindra Prabowo Subianto (10,52%) dan Jusuf Kalla di bawahnya (5,69%).

Berikut hasil survei SSSG tentang tokoh terpopuler 2013 selengkapnya:
  1. Joko Widodo 25.48%
  2. Prabowo 10.52%
  3. M Jusuf Kalla 5.69%
  4. Aburizal Bakrie 4.23%
  5. Dahlan Iskan 4.14%
  6. Mahfud MD 2.72%
  7. Megawati 2.68%
  8. Wiranto 1.18%
  9. Hidayat Nurwahid 1.02%
  10. Hatta Rajasa 0.81%
  11. Chairul Tanjung 0.53%
  12. Surya Paloh 0.33%
  13. Sri Sultan HB x 0.33%
  14. Pramono Edi Wibowo 0,12%
  15. Sri Mulyani 0.2%
  16. Ani Yudhoyono 0,2%

Sumber :
detik.com

Jokowi Ajak Anggota Polri Blusukan

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tetap mempromosikan ciri khas gaya kepemimpinannya dengan blusukan meski baru saja dikritik oleh LSM Fitra. Dia menyampaikan hal itu di depan puluhan peserta Sekolah Pimpinan Tinggi Polri di Markas Polda Metro Jaya. Jokowi mengatakan, blusukan penting dilakukan supaya pemimpin benar-benar mengetahui permasalahan yang dihadapi warga.
Dia memberi contoh program Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar sebagai hasil blusukan. Kedua program itu, kata dia, dibuat setelah melihat banyaknya warga yang tak bisa berobat dan sekolah.
"Turun ke masyarakat itu penting supaya masyarakat mempercayai pemimpinnya, dan kita bisa membuat program sesuai kebutuhan," kata Jokowi di Markas Polda Metro Jaya, Kamis, 25 Juli 2013.
Ketika pengguna KJS membeludak di rumah sakit, Jokowi menyebutnya sebagai bukti bahwa masyarakat memang memerlukan program itu. "Tapi kalau dilihat secara politik kan beda, dikatakan sistem tidak siap," kata dia. "Sistem itu kan memang harus terus diperbaiki."
Menanggapi hal itu, Wakapolda Metro Jaya Brigjen Sujarno mengatakan, polisi juga harus melakukan "survei pasar". "Polisi itu tidak super, makanya harus survei pasar supaya tahu keinginan masyarakat," kata Sujarno.
Diskusi di hadapan peserta Sekolah Pimpinan Perwira Tinggi itu juga turut dihadiri ketua DPR Marzuki Alie.


Sumber :
tempo.co

Jokowi: Masa Body Begini Jadi Kapolri

Banyak yang melirik Jokowi menjadi capres, namun selalu dijawab "nggak mikir". Lalu bagaimana jika dia menjadi Kapolri?
Mendengar pertanyaan itu, Gubernur DKI Jakarta ini sadar diri jika bobotnya yang hanya 54 kg tidak pantas untuk menjadi Kapolri.
"Saya lihat body saya juga. Masa body begini. Yang salah itu yang tanya, berat 54 kg gini," ujar Jokowi sambil tersenyum.
Jokowi mengatakan itu menjawab pertanyaan bagaimana seandainya dia menjadi Kapolri. Pertanyaan dilontarkan oleh peserta diskusi 'Kepemimpinan Nasional' di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (25/7/2013). Diskusi itu juga dihadiri Ketua DPR Marzuki Alie dan Wakabareskrim Irjen Saud Usman.
Puluhan siswa Sekolah Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri pendidikan reguler ke-22 tahun 2012 tampil sebagai peserta. Mendengar jawaban itu, semua peserta tertawa.
Jokowi tentunya tidak ingin insiden ajudannya yang lebih dikenal warganya saat menjadi Walikota Solo dibanding dirinya, terulang lagi.
"Nanti terulang lagi waktu saya jadi walikota. Ajudan saya lebih ganteng daripada saya. Dia yang lebih sering disalamin daripada saya padahal saya walikotanya," kata Jokowi yang mengenakan kemeja putih ini, disambut tawa.
Dalam kesempatan itu, Jokowi memberikan tips untuk menjadi Kapolri. Menurut Jokowi, menjadi Kapolri itu harus netral.
"Tapi paling hanya satu, tegas. Tidak terbebani kepentingan ekonomi, politik, pengaruh kekuasaan. Sehingga betul-betul bisa apapun yang diputuskan itu jadi enak dan bawahan juga akan mengikuti," paparnya.
Jokowi juga menyebut, pemimpin itu juga harus mengerti siapa rakyatnya dan mau mendengarkan kebutuhan masyarakatnya.
"Pemimpin harus kembali ke rakyat, bisa baca imajinasi, harapan. Pesan dan pikiran, rakyat, itu dibutuhkan dalam kepemimpinan horizontal," tuturnya.


Sumber :
detik.com

Jokowi Beruntung

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) enggan menanggapi elektabilitasnya yang tinggi dalam setiap survei capres 2014. Padahal, namanya selalu unggul dibanding para capres senior seperti Prabowo Subianto, Wiranto, dan Megawati Soekarnoputri.
 Jokowi kali ini tampil menjadi narasumber bersama ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie untuk berbicara mengenai kepemimpinan nasional dalam diskusi studi kasus di Gedung Biro Operasi Polda Metro Jaya, Kamis (25/7/2013). Dia berkomentar soal kepemimpinan.
"Kita kadang lupa memimpin untuk siapa. Ya harusnya untuk masyarakat, untuk rakyat. Saya mungkin memang tidak hafal undang-undang, aturan-aturan, tapi sebetulnya konstitusi, undang-undang, aturan itu, rakyat itu sendiri. Ini sangat sering dilupakan," kata Jokowi.
Jokowi mengungkapkan, saat ini seorang pemimpin harus memiliki pola pikir yang berorientasi pada rakyat.
"Biar nanti seorang pemimpin mengetahui betul siapa rakyatnya, apa yang dibutuhkan rakyat, bisa membaca imajinasi rakyat, bisa membaca harapan rakyat. Ke depan, kepemimpinan yang dibutuhkan semua negara, yang kreatif, yang pro aktif, yang responsif membaca perubahan-perubahan baik nasional maupun internasional," terang Jokowi.
Sementara itu, Marzuki Alie menilai popularitas Jokowi diuntungkan karena keadaan masyarakat era sekarang yang ingin disentuh dan ingin diperhatikan secara langsung.
"Tergantung situasi, makanya Jokowi diuntungkan pada situasi ini. Siapa tahu nanti 20 tahun mendatang, situasi berubah dan kepemimpinan Jokowi sudah tak cocok diterapkan," kata Marzuki.
Lebih lanjut, Marzuki menilai kepemimpinan itu tergantung pada era-era tertentu karena dinamika dan situasi bangsa mulai berkembang.
"Yang penting dipahami, isi pembangunan bangsa tidak akan lepas dari konstitusi. Pemerintah harus memberikan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan pada rakyatnya. Ini arahnya harus ke sana," tutup Marzuki.


Sumber :
okezone.com

Jokowi: Sekarang, Rakyat Idamkan Kepemimpinan Horizontal

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengatakan saat ini masyarakat membutuhkan kepemimpinan yang horizontal. Itu berarti tidak ada kesenjangan antara pemimpin dengan masyarakatnya.
"Kepemimpinan sekarang ini sudah era yang sangat terbuka, mulai dari Blackberry Messenger, Twitter, dan Facebook. Saya kira memang rakyat mendambakan kepemimpinan yang horizontal," kata Jokowi saat memberikan kuliah umum bagi peserta Sespimti (Sekolah Pimpinan Tinggi) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-22 tahun 2013, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Seorang pemimpin itu, kata dia, adalah pemimpin yang dapat membaca dan mendengar langsung apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat. Pemimpin itu harus benar-benar mengenal siapa rakyatnya, membaca imajinasi, harapan, pesan, dan pikiran rakyat.
Hal-hal tersebut yang dibutuhkan dalam kepemimpinan horizontal. Kepemimpinan horizontal itulah yang tidak dimanipulasi dan terkontaminasi oleh sebuah tampilan-tampilan elitis dan artifisial.
"Tapi, banyak yang tidak tahu, pemimpin itu memimpin untuk siapa. Artinya, memang kita harus kembali lagi terhadap konstitusi kita. Jiwa konstitusi kita ada di mana? Ada di rakyat, tidak di mana-mana," kata Jokowi.
Sehingga, hal itu pula yang menjadi alasan Jokowi kenapa ia setiap saat suka turun ke masyarakat. Dari aksi blusukannya itu, Jokowi mengaku mendapatkan keuntungan besar, yakni timbulanya kepercayaan yang besar dari masyarakat kepada pemimpinnya.
Dengan membaca dan mendengar kebutuhan rakyat, pemimpin dapat mendesain sebuah kebijakan untuk kepentingan masyarakat. Salah satu kebijakan yang ia desain setelah melakukan aksi blusukan, yaitu Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Menurutnya, kebijakan itu ia ambil setelah ia mendengar dan membaca kebutuhan masyarakat. Berdasarkan fakta yang Jokowi temukan di lapangan, banyak warga yang terbentur administrasi untuk mengurus pengobatan gratis. Sehingga, ia memilih untuk tidak berobat dan membiarkan diri terlantar di rumah.
"Makanya pas KJS dikeluarkan, pasiennya membludak sekali sampai rumah sakit tidak cukup. Kalau dilihat dari sisi politis, ini pasti dibilang kalau sistemnya tidak siap dan sebagainya," kata Jokowi.
Salah satu kelemahan pemerintahan vertikal adalah adanya kesenjangan antara pemimpin dengan rakyatnya. Selain itu, para pemimpin kerap tidak bisa membaca keinginan masyarakat, sehingga banyak kebutuhan masyarakat yang terbengkalai oleh pemimpin.
Ke depannya, Jokowi menjelaskan, kalau masyarakat saat ini membutuhkan kepemimpinan yang kreatif, proaktif, dan responsif dalam membaca perubahan baik untuk nasional maupun internasional.


Sumber :
kompas.com

Niat "Nyapres" Bisa Jadi Blunder untuk Jokowi

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menjadi sosok fenomenal karena merajai sebagian besar survei kandidat calon presiden yang diinginkan masyarakat. Namun, hingga saat ini Jokowi belum menyatakan kesiapannya maju dalam Pilpres. Jika nantinya Jokowi menyatakan berminat maju, hal ini diyakini akan menjadi blunder bagi Jokowi.
"Akan jadi blunder itu jika dilihat melalui kacamata pemilih Jakarta dan kelas menengah melek politik," ujar pengamat politik dari Pol-Track Institute Arya Budi, saat dihubungi, Kamis (25/7/2013).
Ia mengatakan, kelas menenang dan pemilih Jakarta akan menilai kinerja Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta masih belum cukup. Hal ini terlihat dari persoalan macet, banjir, dan politik perkotaan yang juga belum selesai.
"Kalau ukuran-ukuran itu selesai sebelum Mei 2014, Jokowi tidak akan sulit maju sebagai capres. Selain itu, bagi publik pemilih nasional, Jokowi adalah figur alternatif di luar para patron partai yang sudah tegas jelas mencalonkn diri," kata Arya Budi.
Terlepas sudah teruji atau belum memimpin Ibu Kota, menurut Arya, ada satu ganjalan lagi bagi Jokowi untuk maju yakni janji Jokowi untuk menjabat satu periode penuh jika menang Pilkada DKI Jakarta. Hal tersebut diyakini akan dimanfaatkan para lawan politik Jokowi untuk mengandaskan niat Jokowi maju dalam Pilpres.
Tetapi, kata Arya, publik pemilih saat ini cenderung lupa akan janji Jokowi itu. Publik lebih cenderung melihat kondisi saat ini.
"Tapi lawan politik pasti akan 'mengingatkan' publik juga," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Arya, sikap Jokowi yang pasif atas wacana pencapresannya adalah sikap terbaik. Pernyataan dan sikap pasif Jokowi dinilainya sebagai strategi Jokowi untuk meningkatkan elektabilitasnya.
Sebelumnya, nama Jokowi selalu menempati peringkat teratas sebagai kandidat capres pada Pemilu 2014. Survei terakhir yakni Lembaga Survei Nasional (LSN) menempatkan Jokowi di urutan teratas sebagai kandidat capres yang dikehendaki rakyat mengungguli capres-capres lain yang sudah mendeklarasikan diri seperti Prabowo Subianto, Aburizal "Ical" Bakrie, dan Wiranto.
Berdasarkan survei Soegeng Sarjadi School of Goverment juga menempatkan Jokowi sebagai tokok paling populer mengalahkan Prabowo dan Jusuf Kalla.

Sumber :
kompas.com

Cerita Jokowi "Ngerjain" Voorijder Zigzag

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menceritakan pengalamannya yang kerap dikawal oleh voorijder. Bahkan, dia sempat ngerjain para pengawal bermotor besar itu.
"Dari dulu, saya itu paling tidak senang kalau masyarakat itu terganggu saat kita melewati jalan," kata Jokowi  di depan para peserta Sekolah Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-22 tahun 2013, Polda Metro Jaya, Kamis (25/7/2013).
Sehingga di hari pertama ia menjabat sebagai seorang Gubernur, Jokowi kerap menyampaikan keinginannya untuk tidak menggunakan voorijder maupun pengawal. Namun, terkait aturan protokoler, voorijder itu tetap harus digunakan untuk kepentingan negara. Terlebih, ia memimpin Jakarta, sebuah kota yang sudah terkenal dengan kemacetannya.
Apabila kepala daerah tidak menggunakan voorijder, menurutnya, akan menjadi hambatan untuk menuju ke tempat-tempat tertentu.
Seiring waktu menjadi Gubernur, Jokowi pun akhirnya mengetahui kalau pengawalan di tiap wilayahnya selalu berganti. Misalnya saja pengawalan di Jakarta Barat dan Jakarta Pusat berbeda.
"Dulu saya pas mau ke Jakarta Barat, dari Jakarta Pusat dikawal dengan voorijder dan jalannya lurus saja. Nah, pas masuk Jakarta Barat ternyata pengawalnya ganti petugas lagi. Saya baru tahu kalau ada aturan itu. He-he-he," kata Jokowi.
Berdasarkan pengalaman pergantian wilayah pergantian petugas itu, Jokowi melihat masyarakat terganggu dengan pengawalan yang ketat dan ulah voorijder yang tak jarang memakan jalur.
"Saya tuh sering mendengar komentar-komentar seperti itu. Waktu saya masuk di Jakarta Barat, petugas voorijdernya berganti dan kok dia malahan jalannya zigzag, wah itu membuat masyarakat terganggu. Saya langsung bilang saja ke sopir saya, nanti pas ada belokan, kita belok kiri saja, biarin saja voorijder-nya jalan sendiri. Nah, pas saya belok kiri, voorijder-nya nengok belakang, bingung mencari 'di mana gubernur saya'. Ha-ha-ha," tutur sambil tertawa.
Di acara diskusi panel tentang kepemimpinan sosial itu, Selain Jokowi, Ketua DPR RI Marzuki Alie juga memberikan kuliah umum kepada polisi-polisi peserta Sespimti Polri Dikreg 22 tahun 2013. 


Sumber :
kompas.com

Beranikah Jokowi hentikan operasi Metromini?

Meski berulang kali diamuk warga, masih ada saja Metromini yang melaju di jalan dengan ugal-ugalan. Terakhir, kasus di Rawamangun dua hari lalu yang mengakibatkan tiga siswa SMP tertabrak dan satunya meninggal dunia.
Geram melihat angkutan berwarna oranye-biru ini tak bisa diperingatkan, Dinas Perhubungan DKI mengancam akan membubarkan mereka.
"Sebelum diberhentikan pemprov, berhenti saja, enggak usah jalan lagi. Lebih baik bubarkan diri," ancam Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono.
Pria yang akrab disapa Pris ini menjelaskan, tak ada lagi alasan pengelola menuding balik kejadian seperti itu karena lemahnya pengawasan Dishub. Sebab, sudah berulang kali diminta memperbaiki manajemen nyatanya tak juga dilakukan buktinya masih banyak sopir tembak tanpa SIM yang mengemudinya.
"Jangan cari kambing hitam dengan kurangnya pengawasan. Kalau perusahaan nggak mampu berhenti saja. Jangan salahkan hilirnya," tambahnya.
Senada dengan ucapan Pris, Gubernur Jokowi juga kecewa dengan insiden yang memakan korban jiwa itu. Untuk menyelesaikan masalah ini, Jokowi yakin tak cukup lagi dengan teguran seperti yang dilakukan sebelumnya.
"Menegur apanya, ya ganti saja Metromininya, Metromini yang diganti. Itu kalau nanti sudah ada Metromini yang baru, ada manajemennya, baru kita ngomong. Kalau nggak ada gimana, wong pemiliknya satu, satu, satu, satu, gimana mau ngomong sampai jempalitan ya tetep nggak bisa," ucap Jokowi kesal.
Jokowi mengatakan bahwa sudah 30 tahun Metromini di Jakarta tidak mengalami kemajuan. Dia pun mengelak jika dinilai membiarkan permasalahan Metromini yang makin ruwet tersebut.
"Ya yang membiarkan itu siapa, itu sudah 30 tahun memang. Kenapa 30 tahun dibiarkan? Kita ngomong apa adanya lah, nggak usah nutup-nutupi. Wong nyatanya puluhan tahun juga gitu aja. 30 Tahun mana ada pembaharuan," ujarnya.
Menanggapi serangan Pemprov DKI, pengusaha Metromini, Azas Tigor Nainggolan, dengan tegas menolak pembubaran dengan cara seperti itu.
"Kalau dibubarkan begitu saja enggak setuju, tapi harus diambil alih manajemennya oleh pemprov," kata Tigor, Kamis (25/7/2013).
Dia menambahkan, banyaknya mobil tak laik jalan yang masih beroperasi karena lemahnya pengawasan dari Dinas Perhubungan. Kalau pun beberapa pengawasan sempat beberapa kali dilakukan, itu cuma seremonial.
"Lihat aja, sopir harus pakai seragam, sopir harus punya kartu nama, terus razia sebentar, setelah itu nggak ada lagi. Kan kelihatan mereka yang enggak mau tertibkan dengan serius," tambahnya.
Pengusaha angkot jurusan Senen-Manggarai ini menambahkan, lebih kurang ada 1.000 Metromini yang beroperasi di Jakarta. Tapi sayang yang bener-benar laik jalan dan mengantongi surat tak lebih dari seratusan.
"Sekarang yang penting jangan saling menyalahi lah, konsisten aja mengawasi jangan malah dibiarkan," imbau pria berkepala plontos ini.
Harapan lainnya, dia juga meminta Jokowi dan Ahok serius dalam transportasi di Jakarta. Sebab, semua kekurangan soal angkutan umum terutama Metromini, kata Tigor, sudah pernah dia sampaikan langsung ke Ahok.
"Bulan lalu itu kita bertemu, ada kadishub juga, katanya siap akan ditertibkan. Tapi nyatanya mana ada, pencitraan saja," tandas Tigor.


Sumber :
merdeka.cm

Politik Diam Jokowi

Belum genap satu tahun menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, nama Joko Widodo atau Jokowi melesat menjadi sosok yang digadang-gadang sebagai calon presiden (capres) 2014. Di berbagai riset yang diadakan lembaga survei, elektabilitasnya jauh meninggalkan politisi-politisi senior.
Kondisi ini tak ayal membuat banyak orang kebat-kebit. Baik kawan maupun lawan politik sibuk menafsirkan sikap politiknya. Berbagai manuver yang dilakukan partai politik, kalangan intelektual, maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) menunjukkan kegelisahan (atau ketakutan?) yang tidak bisa disembunyikan.
Jokowi digoyang kanan-kiri oleh mereka yang mendukung maupun menolaknya. Ada yang mengajak Jokowi ikut konvensi pemilihan calon presiden, menyerangnya melalui hak interpelasi, ada yang membentuk barisan sukarelawan pendukung Jokowi, dan yang terakhir, ada LSM yang mempersoalkan dana blusukan Jokowi sebagai bentuk pemborosan.
Yang menarik, Jokowi tetap diam dalam menanggapi berbagai isu pencapresannya tersebut. Beberapa kali justru wakilnya– Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok–yang mesti mengklarifikasi setiap pertanyaan mengenai isu tersebut. Pilihan untuk diam dalam isu pencapresan 2014 ini jelas berbeda dengan sikap Jokowi yang ceplas-ceplos dan responsif dalam berbagai kebijakannya.
Jokowi tidak mengiyakan akan maju menjadi calon presiden. Dia juga tidak menolak dengan tegas. Sampai sejauh ini, sikap diam yang dilakukan Jokowi sudah selayaknya kita apresiasi. Mengapa? Pertama, dengan diam Jokowi sedang menjaga agar semangat akan perubahan anak buahnya di jajaran pemerintahan serta rakyatnya di DKI Jakarta tetap terjaga. Agenda reformasi birokrasi serta perbaikan pelayanan publik tentu membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan bisa diandalkan.
Dengan diam dan terus bekerja, Jokowi juga membuktikan bahwa ia masih konsekuen memegang amanat rakyat untuk memimpin Ibu Kota negeri ini. Blusukan untuk mendengarkan keluh kesah warga terus ia lakukan. Ia menjadi pemimpin yang penuh inisiatif, inspiratif, dan menggerakkan. Bukan pemimpin yang hanya mengeluh dan menunggu laporan. Karakteristik ini yang tidak dimiliki oleh banyak pemimpin di Indonesia.
Mengumumkan keinginan untuk menjadi calon presiden saat ini jelas bukan momentum yang tepat. Bahkan, hal tersebut akan membuat jajaran birokrasi serta rakyat di Jakarta kecewa. Selain kontraproduktif terhadap kinerjanya sejauh ini,  pilihan itu juga bisa menjadi blunder politik karena masyarakat akan menganggap Jokowi sebagai orang yang haus kekuasaan.
Bagaimanapun Jokowi sudah membuat janji-janji membuat perubahan ketika kampanye pemilihan gubernur yang mesti ia penuhi. Kedua, diamnya Jokowi berbanding terbalik dengan popularitasnya yang terus meroket. Ini akan membuatnya terus diperhitungkan. Partai-partai politik saat ini sudah ancang-ancang untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 dan saling mengukur kekuatan.
Jika Jokowi memutuskan tidak maju menjadi presiden, berbagai aktor politik akan lebih mudah mengonsolidasikan diri. Siapa yang akan maju menjadi calon presiden memang sudah mulai mengerucut. Sudah ada beberapa nama yang dengan percaya diri mencalonkan diri sebagai calon presiden seperti Wiranto dan Aburizal Bakrie.
Namun, dengan diam, Jokowi menjaga agar peta politik tetap buram dan tidak terbaca. Ia bisa saja muncul tiba-tiba di tikungan akhir proses politik 2014 dan menjungkirbalikkan berbagai persiapan yang telah dilakukan partai politik. Toh dengan begitu kita juga bisa melihat bagaimana watak asli beberapa aktor politik yang sedang berebut kue kekuasaan.
Membaca watak ini akan terasa mudah karena hampir semua elemen politik dan sosial tak berhenti membuat manuver baik melalui tindakan politik atau sekadar pernyataan sikap. Misalnya saja bisa dilihat dari beberapa pihak yang dulu mencaci-maki dan meremehkan Jokowi. Mereka kini justru berlomba-lomba mendukungnya.

Saksi
Nama Jokowi menjadi citra pemimpin yang dekat dengan wong cilik. Dengan demikian, melakukan politik konfrontasi dengannya hanya akan berarti kehilangan simpati dari rakyat. Sampai di sini, pilihan diam Jokowi secara langsung maupun tidak langsung menjadi stimulus agar masyarakat luas mampu menjaga akal sehat dalam melihat tingkah polah aktor-aktor politik yang mendekatinya.
Mana yang konsisten, mana yang pragmatis, semua terlihat gamblang. Media massa dan publik menjadi saksi. Dalam literatur komunikasi, seperti diungkapkan Paul Watzlawick, ada ujaran one cannot not communicate. Pernyataan ini menegaskan bahwa setiap bentuk aktivitas yang dilakukan adalah bentuk komunikasi. Setiap aktivitas akan memunculkan tafsir yang plural.
Jika ditarik ke dalam ranah politik, diam pun merupakan sikap politik itu sendiri. Beragam tafsir yang muncul justru semakin mengukuhkan kekuatan politik diam tersebut. Jokowi membiarkan orang-orang terus berkutat dalam keramaian. Sikapnya menjelma magnet yang mau tak mau membuat setiap perhatian terus diarahkan kepada dirinya.
Catatan penting, sikap diam ala Jokowi ini tidak menunjukkan bahwa dirinya seorang pemimpin yang peragu atau kebingungan untuk bersikap. Faktanya, hanya dalam sedikit isu saja Jokowi memutuskan diam. Artinya, pilihan diam ini adalah bentuk strategi jangka panjang yang cerdik.
Jokowi (barangkali dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP?) sedang menarik aktor-aktor politik untuk masuk ke dalam labirin rumit yang ia ciptakan. Setiap aktor politik harus hati-hati mengukur agar tidak salah langkah dan terperosok jauh.
Tentu saja diam ada batasnya. Pada satu titik, seorang pemimpin mesti dengan tegas menunjukkan sikapnya. Sambil menunggu batas itu tiba, mari kita nikmati hiruk-pikuk kegaduhan di tahun politik dan menyaksikan Jokowi menuntaskan tugas-tugasnya sebagai gubernur.


Sumber :
solopos.com

Fitra: Apa Salahnya Jika Dana Blusukan Jokowi Dibongkar?

Meskipun banyak fihak mensinyalir data yang dikemukakan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) kurang akurat, cenderung mencari popularitas dan cenderung berafiliasi pada partai tertentu, tetapi Fitra tetap merasa tidak ada yang salah dengan diungkapnya dana blusukan Jokowi-Basuki. Sebab, apa yang disampaikan terkait akuntabilitas anggaran.
"Karena dana operasional itu diperuntukkan bagi kepala daerah untuk menjalankan core operation-nya. Dan core operation Jokowi-Ahok itu kan blusukan. Apanya yang salah dari penyebutan ini," tanya Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky, dalam surat elektronik yang diterima Kompas, Rabu (24/7/2013).
Dia juga menjelaskan, rilis yang disebarkan Fitra berdasarkan lampiran dari peraturan gubernur, yakni lampiran III Peraturan Gubernur No 10 tahun 2013 tertanggal 25 Februari 2013, halaman 50. Mengacu lampiran itu, Fitra menyebut anggaran blusukan Jokowi atau belanja penunjang operasional tahun 2013 sebesar Rp 26.670.450.000 per tahun.
Ia mengatakan, akuntabilitas anggaran itu sangat berkaitan erat dengan sejauh mana publik tahu jumlah dana dan bagaimana cara penggunaannya serta untuk apa saja. Sehingga, semua kalangan diminta bisa jernih menerima informasi tersebut.
"Jadi, tidak perlu tersinggung atau menuding macam-macam ke Fitra dengan rilis ini," cetus Uchok, yang membantah ada motif politik di belakangnya.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sempat menanggapi soal rilis Fitra ini. Menurutnya, blusukan tidak ada dananya. Modalnya hanya jalan kaki. Sehingga, dia meminta Fitra pintar membaca anggaran tersebut.
Sedangkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyebut dana blusukan yang dimaksud Fitra adalah dana operasional yang memang diatur undang-undang. Dia mencurigai Fitra didomplengi kepentingan politik dengan membandingkan dana operasional Jokowi-Basuki dengan dana operasional Fauzi Bowo-Prijanto.


Sumber :
kompas.com

Jokowi Akan Bikin Pasar Malam di Depan Kantornya

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) berencana membuat Pasar Malam Jakarta di sepanjang jalan Medan Merdeka Selatan. Sentra kuliner dan barang khas Jakarta itu rencananya akan digelar setiap Sabtu malam dengan menutup jalan yang berada di depan kantor Gubernur itu.
Jokowi mengatakan saat ini pemerintah sedang mematangkan konsep pasar malam itu. "Kira-kira dua bulan lagi akan kita mulai," ujar Jokowi di Balai Kota, Rabu, 24 Juli 2013.
Rencananya, setiap Sabtu malam, jalan itu akan ditutup untuk menampung 500-600 pedagang yang diseleksi oleh Pemprov DKI Jakarta. Penutupan jalan akan dilakukan pada pukul 17.00-23.00 WIB. "Nanti pedagang yang masuk situ diseleksi, tidak boleh asal. Makanan juga hanya boleh yang khas Betawi," ujar dia. Lapak-lapak itu juga diutamakan untuk pedagang ber-KTP Jakarta.
Pedagang juga tak akan dipungut biaya mahal. Hanya Rp 50.000 perhari untuk pedagang bertenda dan Rp 5.000 untuk biaya retribusi kebersihan pedagang yang menggelar lapak. "Kami ingin konsepnya seperti di Taiwan atau Singapura yang tertata," kata dia lagi.
Para pedagang, kata dia, bakal mulai diseleksi setelah Idul Fitri. Nantinya, pemerintah juga akan memikirkan aspek kebersihan dan lalu lintas. "Sekalian mengedukasi masyarakat dan pedagang supaya pasar malam seperti ini bisa tertata."
Ketika ditanya alasannya gemar membuat pasar rakyat, Jokowi menjawab enteng. "Supaya orang punya rasa memiliki dan memelihara kota, karena mereka juga ikut menikmati.
Jokowi juga menyebut aren semacam itu akan membentuk interaksi sosial yang akan menjadi modal agar masyarakat mencintai kotanya. "Jadi manfaat kota dirasakan oleh masyarakat kelas atas, menengah, dan bawah. Tempat hiburan jangan hanya mall terus," kata dia.
Dia mengatakan selama ini pemerintah terlalu banyak memikirkan aspek ekonomi kota. Padahal keberadaan pasar malam seperti ini juga diharapkan menjadi destinasi wisata alternatif.
Jika konsep ini sukses, pasar malam serupa juga akan difirikam di setiap wilayah kota administrasi Jakarta. "Diharapkan, nantinya akan berpengaruh juga terhadap penataan PKL karena mereka punya tempat," ujar Jokowi.


Sumber :
tempo.co

Jangankan Kalahkan Jokowi, JK Saja Belum Dikalahkan Ical

Pengamat politik Fadjroel Rachman, menertawakan niat Ketua Umum Partai Golongan Karya, Aburizal Bakrie, maju menjadi Calon Presiden di Pemilihan 2014.
Menurut Fadjroel, Ical, sapaan akrabnya, sulit memenangkan Pemilihan mengingat tingkat keterpilihannya yang sangat rendah.
"Ical boro-boro mau mengalahkan Jokowi, kalahin JK (Jusuf Kalla) saja enggak bisa," kata dia di acara survei Sugeng Sarjadi School of Goverment yang dirilis di Wisma Kodel, jalan Rasuna Said Blok B-4 Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2013).
Padahal, kata Fadjoel, Ical sudah jor-joran memasang iklan di televisi untuk mendongkrak popularitasnya. "Padahal setiap detik, Ical pasang iklan di TV," ujar Fadjroel.
Ical meraup 4,23 persen suara dari responden kalah dengan perolehan suara M Jusuf Kalla yang mencapai 5,69 persen berdasarkan survei Sugeng Sarjadi School of Goverment.
Perolehan Ical ini juga begitu kontras jika dibanding dengan suara yang dihimpun Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), yang meraup 25,48 persen suara korenponden.
SSSG mengadakan survei ini sejak 3 Juni sampai 22 Juni 2013 dengan tingkat keyakinan yang diklaim mencapai 99 persen dan sampling error 2,61 persen. Survei yang dirilis oleh Divisi Riset dan Penelitian SSSG ini mengambil populasi masyarakat yang tinggal di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarata, Palembang, Denpasar, dan Balikpapan. Metode pengumpulan data dengan wawancara via telepon kepada masing-masing warga.
SSSG mengambil kriteria responden adalah warga yang terpilih dan sudah memiliki hak pilih. Dalam penelitian ini, sampel diambil secara acak sebanyak 2450 responden yang terdapat dalam buku Telkom.
Meski mengalahkan tokoh lain, tapi Jokowi belum mampu mengalahkan perolehan koresponden yang memilih tokoh lainnya yang mencapai suara 37,87 persen. Adapaun koresponden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab mencapai 1,95 persen.


Sumber :
okezone.com