Rabu, 24 Juli 2013

Marzuki Alie Nilai Pramono Edhie Rugi Jika Dipasangkan dengan Jokowi

Popularitas Jokowi sebagai capres 2014 tak terbendung di beberapa survei. Siapapun yang dipasangkan dengan Gubernur DKI Jakarta itu popularitasnya akan ikut naik.
Meski begitu, Ketua DPR Marzuki Alie menilai, jika Jokowi maju sebagai calon presiden dan dipasangkan dengan Mantan KSAD Pramono Edhie, hal tersebut akan merugikan Pramono.
"Menurut saya, ini merugikan bagi Pramono, karena dia kan pasti running untuk nomor satu. Kalau diposisikan di bawah justru tidak dilirik orang. Jadi ini sangat tidak menguntungkan bagi Pramono untuk running di 2014 jadi orang nomor satu," kata Marzuki usai acara buka puasa bersama di kediaman Ketua DPD, Jl Denpasar, Kuningan, Jakarta, Rabu (27/4/2013) malam.
Marzuki yang juga Kader Demokrat mengatakan, partainya masih akan menggelar konvensi. Jika pihaknya ingin menyandingkan dengan Jokowi, maka itu salah satu upaya untuk meningkatkan popularitas.
Menurut Marzuki, sebenarnya Jokowi juga ada minat untuk ikut dalam bursa capres. "Popularitas yang dimiliki pak Jokowi sendiri, tentu kan dia ada minat juga untuk running di 2014," ujarnya.
Marzuki melanjutkan, apa yang beredar saat ini mengenai pencapresan adalah sekedar wacana dan menjadi bagian dari strategi politik. "Tapi perlu kita pikirkan," lanjutnya.


Sumber :
detik.com

Unggul di Survei SSSG, PDIP Mulai Pertimbangkan Jokowi Sebagai Capres

PDIP dan Jokowi menempati urutan pertama dalam survei parpol dan tokoh terpopuler 2013 versi survei Soegeng Sarjadi School of Goverment (SSSG). Banyaknya dukungan membuat PDIP mulai mempertimbangkan Jokowi untuk diusung sebagai Calon Presiden (Capres).
"Lembaga survei bukan salah satu alat untuk propek pengambilan keputusan partai, tapi nama Jokowi tetap menjadi bagian yang kita pertimbangkan," kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo di Wisma Kodel, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Tjahjo mengungkapkan saat ini PDIP masih melihat perkembangan dinamika politik yang ada. Menurutnya hasil survei bukan tolak ukur untuk menentukan keputusan politik sebab kondisi riil di lapangan dengan hasil survei bisa saja berbeda.
"Saya kira partai yang cerdas tidak akan meninggalkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat," kata Tjahjo.
"Mudah-mudahan hasil survei pilpres konsisten, kami cukup berbangga ada Jokowi. Saya kira tunggu waktu yang tepat, tapi kami mencermati aspirasi masyarakat bagaimana opini media bagaimana hasil survei baik yang independet atau yang dibuat parpol," tambahnya.
Survei dilakukan dengan metode wawancara via telepon. Nomor dipilih secara acak dari buku telepon Telkom. Populasi survei seluruh WNI yang tinggal di 10 kota besar yakni DKI Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar dan Balikpapan.
Responden yang wawancarai sebanyak 2.450 orang yang telah memiliki hak pilih pada Pemilu 2014. Waktu penelitian tanggal 3 Juni-22 Juni 2013 dengan tingkat keyakinan 99 persen dan sampling error -/+2.61 %.

Berikut hasil survei SSSG:

Partai Terpopuler:
  1. PDIP 9.25 %
  2. PD 6.64%
  3. Gerindra 6.45%
  4. Golkar 6.11%
  5. PKS 1.88%
  6. PAN 1.39%
  7. Nasdem 1.26%
  8. PKB 0.91%
  9. PPP dan Hanura 0.77%
  10. PBB 0.16 %
  11. PKPI 0.08 %

Tokoh Terpopuler 2013 adalah:
  1. Joko Widodo 25.48%
  2. Prabowo 10.52%
  3. M Jusuf Kalla 5.69%
  4. Aburizal Bakrie 4.23%
  5. Dahlan Iskan 4.14%
  6. Mahfud MD 2.72%
  7. Megawati 2.68%
  8. Wiranto 1.18%
  9. Hidayat Nurwahid 1.02%
  10. Hatta Rajasa 0.81%
  11. Chairul Tanjung 0.53%
  12. Surya Paloh 0.33%
  13. Sri Sultan HB x 0.33%
  14. Pramono Edi Wibowo 0,12%
  15. Sri Mulyani 0.2%
  16. Ani Yudhoyono 0,2%

Sumber :
detik.com

Pengamat: Jokowi Perlu Dikritik supaya Tidak Mabuk

Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, menyatakan, figur seorang Joko Widodo (Jokowi) tak boleh lepas dari kritik. Menurutnya, kritik akan berdampak baik pada pria yang akrab disapa Jokowi itu agar tidak terlena atas banyaknya pujian dan dukungan untuk maju sebagai calon presiden periode 2014-2019.
"Saya kira memang harus dikritik supaya tidak mabuk," kata Kristiadi seusai menjadi pembicara dalam diskusi politik di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (24/7/2013). Nama Jokowi melambung sebagai tokoh potensial yang akan memenangi pemilihan presiden. Seiring dengan hal itu, muncul kritik dari sejumlah kalangan, seperti anggota legislatif dan masyarakat. Kritik itu umumnya muncul dari warga Jakarta yang merasa dirugikan dengan program Jokowi, misalnya penataan pedagang kaki lima dan pembangunan jalur layang mass rapid transit (MRT).
Kritik juga datang dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Fitra menyebutkan, ada pemborosan anggaran yang dilakukan Jokowi. Fitra menyoroti penggunaan anggaran untuk kegiatan blusukan Jokowi dan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang mencapai lebih dari Rp 26,6 miliar.
Fitra menyatakan, dana itu lebih besar jika dibandingkan anggaran masa sebelumnya, yakni pada era Fauzi Bowo dan Prijanto. Fitra menyebut anggaran operasional untuk Foke dan Prijanto waktu itu hanya Rp 17,6 miliar selama satu tahun. Anggaran tersebut berasal dari APBD 2012 dan masuk dalam pos belanja penunjang operasional.
Menanggapi pernyataan itu, Jokowi menilai Fitra tak menguasai cara membaca anggaran. Adapun Basuki menganggap temuan Fitra hanya pesanan pihak lain yang khawatir dengan kepopuleran Jokowi.
"Tapi itu kritik yang baik, biar tidak terlena, biar (Jokowi) tidak jadi megalomania," ujar Kristiadi.
Ia mengatakan, Jokowi bukanlah sosok ideal sebagai calon presiden. Namun, menurutnya, Jokowi merupakan sosok terbaik dibanding nama-nama lain yang disebut-sebut bakal menjadi calon presiden.
Kristiadi menilai, sekarang adalah waktu terbaik bagi Jokowi untuk maju karena peluangnya besar untuk memenangi pemilihan presiden. Kristiadi menjelaskan, elektabilitas tinggi Jokowi yang diumbar berbagai lembaga survei akan mendorong partai lain bergerak untuk mendekatinya.

Sumber :
kompas.com

Jadi Media Darling, Jokowi Unggul di Survei Tokoh Terpopuler 2013

Telesurvei Soegeng Sarjadi School of Goverment (SSSG) 2013 mengadakan survei tentang tokoh terpopuler 2013. Hasilnya Gubernur DKI, Joko Widodo moncer di nomor urut pertama mengungguli Prabowo dan Jusuf Kalla.
"Elektabilitas Pak Jokowi suka tidak suka harus diterima," kata Dosen Psikologi Politik Hamdi Muluk di Wisma Kodel, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Hamdi mengungkapkan, popularitas Jokowi moncer karena peran media. Jokowi besar bukan dari iklan.
"Populer karena pemberitaan. Media darling itu yang kita lekatkan ke fenomena Jokowi," ujarnya.
Metode wawancara dilakukan via telepon. Nomor dipilih secara acak dari buku telepon Telkom. Populasi survei seluruh WNI yang tinggal di 10 kota besar (DKI Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar dan Balikpapan).
Responden yang wawancaraoi sebanyak 2450 orang. Pengolahan data menggunakan SPSS 16 dengan waktu penelitian 3 Juni -22 Juni 2013. Tingkat keyakinan 99 persen dan sampling error -/+2.61 %.

Berikut hasil survei SSSG Tokoh Terpopuler 2013
  1. Joko Widodo 25.48%
  2. Prabowo 10.52%
  3. M Jusuf Kalla 5.69%
  4. Mahfud MD 2.72%
  5. Megawati 2.68%
  6. Aburizal Bakrie 4.23%
  7. Dahlan Iskan 4.14%
  8. Wiranto 1.18%
  9. Hidayat Nurwahid 1.02%
  10. Hatta Rajasa 0.81%
  11. Chairil Tanjung 0.53%
  12. Surya Paloh dan Sri Sultan HB x 0.33 %
Sumber :
detik.com

Jokowi Terdongkrak Hingga 80 Persen

Aksi blusukan yang dilakukan para politisi dan pejabat tak bisa lepas dari tujuan politis. Sebab, ternyata kegiatan blusukan dan menyambangi masyarakat bisa mendongkrak elektabisitas atau tingkat keterpilihan seseorang secara signifikan.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan aksi blusukan banyak dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mencari dukungan. “Dampak blusukan pada elektabilitas seseorang sangat tinggi, bisa mencapai 80 persen,” kata Andrinof kepada detikcom kemarin. Namun dia menekankan, tingkat pengaruh tersebut juga ditentukan oleh jumlah kandidat. “Yang jelas akan terjadi peningkatan signifikan, kalau terbukti pemimpin itu sudah dekat dengan masyarakat.”
Andrinof mencontohkan, keterkaitan aksi blusukan dan peningkatan elektabilitas pernah dibuktikan oleh mantan wali kota Banjar di Jawa Barat dan juga bupati di salah satu kabupaten di Sumatera Selatan. “Kalau enggak salah ada lima kepala daerah yang pada pemilihan periode ke dua kemenangannya di atas 80 persen,” kata dia.
Pernyataaan Andrinof ini diungkapkan melihat kegetolan beberapa pemimpin dan pejabat blusukan atau melakukan inspeksi mendadak. Salah satu pemimpin yang tenar dengan aksi blusukannya adalah Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, yang sudah ia terapkan sejak mendaftar dalam bursa pemilihan Gubernur.
Intensitas blusukan Jokowi –begitu ia biasa disebut– tak berkurang, bahkan langsung ia lakukan pada hari pertama ia dilantik menjadi gubernur. Namun, menurut Andrinof, tak sembarang blusukan bisa mendongkrak tingkat keterpilihan dan dukungan. “Harus otentik dan memang serius untuk mengatasi masalah warga, tidak dibuat-buat,” kata dia.
Dia melanjutkan, pengertian blusukan sebaiknya jangan dipersempit dan diplintir menjadi sekadar pencitraan atau basa basi dengan maksud memamerkan keramahan. “Mesti sesuai dengan kepribadian dan karakternya, artinya ketika orang mengkonfirmasi itu bukan suatu kebiasaan hidupnya tapi hanya karena musim-musim pemilu, ya enggak terlalu banyak pengaruh,” tegasnya.
Jika dilakukan dengan benar, Andrinof memandang, blusukan bisa menjadi manajemen yang efektif untuk memecahkan masalah masyarakat. “Itu sebuah cara kerja, bukan sekadar datang lalu bersalaman tanpa membicarakan dan memecahkan masalahnya segera, baik secara langsung maupun dengan pengubahan kebijakan.”
Jika kelak Jokowi menyatakan ingin maju kembali dalam pemilihan gubernur periode kedua, Andrinof menilai bekas Wali Kota Solo itu sudah punya modal besar. “Seandainya dia (Jokowi) tetap di Jakarta dan lanjut, pasti perolehan suaranya akan meningkat dibanding dengan yang kemarin, siapapun lawan dia,” katanya. “Kalau kemarin di putaran kedua dengan dua calon dia dapat 53 %, kemungkinan nanti di periode 2 langsung satu putaran menang mutlak di atas 50 persen.”
Tak hanya itu, kans gubernur yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga dinilai besar untuk maju dalam bursa pemilihan presiden karena sudah punya dukungan masyarakat. Walau demikian, Andrinof mengungkapkan peluang itu ditentukan oleh dukungan politis. “Kalau dukungan masyarakt bisa dipastikan bahwa Jokowi yang terkuat sekarang, tapi politik kita ini kan penuh dengan agenda-agenda transaksional.”
Guru Besar politik Universitas Indonesia Iberamsjah menilai metode blusukan Jokowi sudah mulai berlebihan dan masuk ranah pencitraan. “Saya melihat terlalu sering, kebanyakan untuk foto-foto saja, sehingga orang yang melihatnya jadi “mual”,” kata dia kepada detikcom, Selasa (23/7).
Lebih lanjut dia menilai yang dilakukan oleh Jokowi tidak diikuti oleh umpan balik dalam bentuk kinerja nyata. “Jokowi sekarang sudah jadi media darling, yang bikin dia mabuk kan wartawan dan survei-survei yang memuji dia sehingga jadi binggung sendiri,” kata Iberamsjah. “Harusnya dikritisi juga, apa yang telah dia kerjakan, hampir setahun tapi enggak ada gagasan baru. PKL berantakan, parkir berantakan.”
Aksi blusukan sudah lekat dengan Jokowi. Bahkan sebelum Jokowi resmi diangkat menjadi gubernur, dia sudah mulai aktif blusukan menyambangi warga DKI di berbagai lokasi. Saat itu upaya kampanye Jokowi, begitu ia biasa disebut, rupanya mengena hingga ke akar rumput.
Alhasil, Jokowi bersama Basuki T. Purnama alias Ahok saat itu berhasil mengumpulkan suara tertinggi mengalahkan kandidat lainnya dalam bursa pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Setelah resmi menjabat, Jokowi langsung memulai hari pertamanya dengan blusukan dan masih bertahan hingga kini. Alasan pencitraan?
“Yang dicitrakan itu apanya?” kata Jokowi balik bertanya. Gubernur yang sehari-hari gemar memakai kemeja putih itu mengaku memang senang blusukan. Ia aktif melakukan hal itu didorong tujuan manajemen control dan pengawasan sehingga program-program pemerintah pun bisa berjalan. Alasan lainya yang tak ditampik Jokowi, blusukan juga membuat masyarakat menjadi dekat dengan pemimpinnya.
*****
Kegiatan blusukan belakangan banyak diikuti oleh pejabat lain salah satunya Gita Wirjawan. Menteri Perdagangan yang piawai bermain musik ini juga diketahui mulai rajin melakukan blusukan dari pasar ke pasar. Dia kerap menyempatkan waktu melakukan sidak pasar, terutama akhir-akhir ini saat harga-harga melambung tinggi.
Meski masih malu-malu mengakui, nama Jokowi dan Gita kerap muncul di survei-survei pemilu. Keduanya diketahui mempunyai elektabilitas yang lumayan. Bahkan nama Gita pun sudah diakui oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Presiden Yudhoyono, sebagai satu dari empat kandidat yang akan ikut konvensi Partai Demokrat.
Tapi baik Gita maupun Jokowi dalam berbagai wawancara dengan media tak pernah terang-terangan mengakui kegiatan blusukan mereka adalah bagian dari agenda penggalangan dukungan demi pemilihan Presiden 2014.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan kepala daerah memang perlu melakukan metode blusukan. Pasalnya, kegiatan ini dianggap bisa memberikan pemecahan masalah di daerah secara efektif. Tapi di level presiden, keluwesan untuk melakukan metode ini menjadi terbatas.
Di luar tujuan pemecahan masalah, banyak juga kegiatan blusukan yang didasari tujuan pencitraan demi menjaring dukungan masyarakat. Dukungan ini adalah salah satu modal penting yang bisa mempengaruhi kans seorang bakal calon agar bisa bersaing dalam pemilihan umum.
Blusukan, kata Andrinof, bisa berdampak besar pada tingkat keterpilihan. “Dampaknya bisa mendongkrak elektabilitas seseorang hingga 80 persen,” kata dia. Namun ia mewanti-wanti pengaruh tersebut hanya akan signifikan bila agenda blusukan memang dilakukan sesuai karakter dan kepribadian, bukan dilakukan menjelang musim Pemilu saja. “Artinya memang aslinya dia dekat dengan masyarakat, dia serius melakukannya.”

PEROLEHAN SUARA JOKOWI DENGAN PERINGKAT TERATAS TERKAIT CAPRES
  • 6 Feb 2013: Pusat Data Bersatu (PDB) - 21,2 %
  • 19 Feb 2013: Lembaga Survei Jakarta (LSJ) - 18,1 %
  • 5 Mei 2013: Pol-Tracking Institute - 82,54 %
  • 17 Mei 2013: Median Survei Nasional (Median) - 92 %
  • 27 Jun 2013: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia - 22,6 %
  • 28 Jun 2013: Indonesia Research Centre (IRC) - 24,8 %
  • 16 Jul 2013: Indonesia Research Centre (IRC) - 32 %

Sumber :
detik.com

"Jokowi Itu 'Seksi' di Mata Pemilih"

Makin bersinarnya nama Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai pooling dan survei soal sosok calon presiden 2014 yang paling pontesial, semakin mengukuhkan mantan wali kota Surakarta di jagad politik tanah air.
Sehingga tidak heran, nama Jokowi demikian laris disandingkan dengan berbagai nama seperti Aburizal Bakrie dari Golkar, Hatta Radjasa dari PAN, Dahlan Iskan, Mahfud MD, hingga Menteri Perdagangan Gita Wiryawan. Bahkan Jokowi digadang-gadang Partai Demokrat agar mengikuti konvensi untuk menjadi Capres dari partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sementara, Jokowi sendiri seperti biasa, tetap pasrah soal maju atau tidaknya sebagai Capres kepada partainya, PDI Perjuangan. Hingga saat ini, PDI Perjuangan belum mengumumkan nama Capresnya karena masih menunggu keputusan Megawati Soekarnoputeri sebagai ketua umum PDI Perjuangan.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Ari Junaedi mengakui figur Jokowi sangat "seksi" dimata pemilih sehingga tidak heran semua parpol mengarahkan incarannya kepada penggemar musik cadas itu.
"Nama Jokowi sangat potensial meraup dukungan dari anak muda dan rakyat Jawa. Jika pemilih dari Jawa saja memilih mutlak Jokowi, otomatis Jokowi bisa menjadi RI-1. Mengingat jumlah penduduk Pulau Jawa sudah mencakup lebih lima puluh persen populasi pemilih," kata Ari, Rabu (24/7/2013).
Menurut Direktur Nusakom Pratama Political Communication Consultant ini, sangat tidak masuk akal bahkan bisa dibilang mendegradasi Jokowi dan PDIP jika Jokowi hanya "ditawarkan" menjadi calon wakil presiden.
"Ajakan ARB atau Prabowo Subianto yang ingin menggandeng Jokowi sebagai cawapres sangat menggelikan. Selain nama Jokowi lebih punya nilai jual yang lebih tinggi, belum tentu juga PDIP bisa menerima pinangan tersebut. Istilahnya, dipasangkan dengan Hello Kitty pun (tokoh animasi yang digemari anak-anak) Jokowi pasti unggul di pemilihan Capres. Ibaratnya, Jokowi ini Obama-nya Indonesia," jelasnya.
Hanya saja menurut menurut dia, Jokowi harus membuktikan program-program kampanyenya berhasil di Jakarta. "Jakarta itu miniaturnya Indonesia. Sukses di Jakarta adalah modal Jokowi untuk melangkah lebih jauh," tandasnya.


Sumber :
okezone.com

Jokowi Bukan Pencetus "Blusukan"!

Sebagai salah satu kandidat presiden, Ketua DPD Irman Gusman mengaku tak khawatir dengan gaya blusukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi yang dinilai berhasil meningkatkan elektabilitasnya.
Menurutnya, blusukan sama sekali tidak berkaitan dengan elektabilitas seseorang untuk menjadi capres. “Itu style of leadership orang, blusukan nggak ada pengaruhnya dengan elektabilitas. Sebelum Jokowi blusukan, sudah banyak pemimpin di negeri ini yang juga melakukannya. Saya jadi angota DPD juga sudah blusukan, malah keliling Indoensia,” ujar Irman di Kompleks Parlemen.
Pernyataan Irman ini menanggapi tudingan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mengatakan blusukan ala Jokowi telah meningkatkan popularitas mantan Wali Kota Surakarta tersebut. Hal ini, disebut Basuki, bisa menimbulkan ketakutan bagi beberapa pihak termasuk kandidat capres yang ada.
Rilis Fitra yang menyebutkan anggaran blusukan Jokowi mencapai Rp 26,6 miliar, kata Basuki, adalah pesanan capres lainnya yang tidak bisa meniru aksi blusukan Jokowi. Menurut Irman, tidak ada yang namanya meniru gaya blusukan Jokowi. Ia menegaskan bahwa gaya blusukan tidak bisa langsung dikaitkan dengan Jokowi.
“Enggak bisa diklaim itu mengikuti Jokowi. Mungkin yang terpopuler Jokowi. Ini sudah ada sejak lama, dulu namanya turba (turun ke bawah),” imbuh politisi yang menyatakan siap mengikuti konvensi capres Partai Demokrat ini.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf. “Jangan merasa hanya Jokowi yang blusukan, itu salah,” ucap Nurhayati.
Ia menilai sudah menjadi tanggung jawab seorang pemimpin untuk turun menemui rakyatnya. Namun, lanjut Nurhayati, yang terpenting adalah hasil, bukan gaya dari blusukan.


Sumber :
kompas.com

'Jokowi Disandingkan Dengan Daun pun Pasti Menang di 2014'

Peneliti senior Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) J. Kristiadi menilai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo merupakan capres paling potensial di 2014. Dengan popularitas yang tinggi, Jokowi diyakini akan menang dipasangkan dengan siapa pun.
"Dia (Jokowi) ini yang mau tak mau semua perhatian publik tertuju pada sosoknya. Sekarang nih ya, kalau pak Jokowi disandingkan dengan daun pun pasti akan menang dia," ujar Kristiadi ketika ditemui usai debat calon presiden di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2013).
Menurut Kristiadi, keunggulan seluruh hasil survei yang menempatkan Jokowi sebagai tokoh politik paling berpeluang merupakan dampak dari apa yang dikerjakannya. Dia melihat Jokowi bukan tipe orang yang ingin membentuk citra dengan berbagai kebijakan yang diambil.
"Tidak pernah kita bayangkan apabila ada gubernur seperti dia ini, nilai plus dari dia yaitu tidak membikin citra semata-mata, tapi ada keberanian dalam mengambil resiko dan kemudian dijadikan sukses poin dia, itu lah yang nanti akan terjadi," katanya.
Menurutnya, sosok Jokowi sulit untuk dimanfaatkan oleh politikus lain untuk mendongkrak elektabilitas. "Politik itu kan siasat dan saling memanfaatkan, tinggal bagaimana masyarakat bisa melihat bahwa pak Jokowi juga berbeda, politisi busuk yang melakukan hal seperti itu," tegasnya.
ketika ditanya lebih lanjut siapa calon yang pantas disandingkan dengan Jokowi, Kristiadi menyerahkan sepenuhnya kepada rakyat.
"Pasangan yang ideal adalah orang yang nantinya juga dipilih oleh masyarakat dan saya pun tak tahu dan saya kira sekarang ini memang sudah seharusnya media memberikan kritik yang seimbang terhadap pak Jokowi karena media juga mengobati dan mencegah dia supaya tidak mabuk," tandasnya.


Sumber :
merdeka.com

Foke Tak Lebih Bagus, Jokowi Tak Lebih Buruk

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) melontarkan kritikan tajam pada pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Koordinator advokasi FITRA M. Maulana menyoroti pengalokasian sejumlah dana untuk alokasi belanja operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang mencapai Rp 26,6 miliar.
Jumlah itu dinilai sebuah pemborosan jika dibanding dengan jumlah anggaran item yang sama pada pemerintahan mantan Gubernur Fauzi Bowo pada tahun sebelumnya. Saat itu nilai tunjangan operasional kepala daerah dan wakilnya sebesar Rp 17.640.355.000. "Ada perbedaan anggaran sebesar Rp 9 miliar," kata Maulana kepada detikcom, kemarin.
Meski begitu, dia buru-buru meluruskan bahwa perbedaan tersebut bukan karena ada indikasi korupsi atau penggelembungan anggaran, melainkan karena faktor jumlah pendapatan asli daerah (PAD). "Anggaran Foke (Fauzi Bowo) lebih kecil dibanding Jokowi bukan karena Foke lebih bagus atau Jokowi lebih buruk, tapi memang PAD zamannya Foke belum sebesar sekarang" ujarnya.
Sebagai informasi, penyusunan jumlah biaya operasional tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut, daerah yang mempunyai PAD di atas Rp 500 miliar bisa menganggarkan minimal Rp 1,25 miliar dan maksimal 0,15 persen dari PAD tahun sebelumnya untuk operasional kepala daerah.
Jika mengacu pada aturan tersebut, Jokowi masih dimungkinkan untuk mengalokasikan dana operasional sebesar 0,15 persen dari PAD tahun lalu senilai Rp 26,6 triliun atau sama dengan Rp 39,9 miliar.
Namun Jokowi dan pasangannya hanya mengambil 0,1 persen dari PAD atau sebesar Rp 26,6 miliar. Bila dibagi dua, tunjangan operasional masing-masing yakni mencapai Rp 13,3 miliar atau sekitar Rp 1 miliar per bulan per orang.
Jokowi membenarkan perihal data terkait biaya operasional yang dirilis oleh FITRA. Tapi dia emoh dituding lebih boros dalam mengelola anggaran. Kenaikan yang signifikan dibanding pendahulunya, kata Jokowi semata-mata karena adanya kenaikan PAD.
"Kalau naik itu karena ada prosentase pendapatan. Pendapatan kami kan loncat tahun ini, itu aja," ujar dia.
Mantan Wali Kota Surakarta itu mengatakan walau dari segi jumlah, alokasi tersebut memang lebih tinggi dari era Foke, namun hal itu tidak linear dengan penyerapan anggaran. "Ini kan masalah anggaran, bukan penggunaan. Realisasinya separuhnya saja belum tentu," kata dia.
Terpisah, pengamat politik Universitas Indonesia Andrinof Chaniago menilai rilis dari FITRA bisa menyesatkan masyarakat. Menurutnya jumlah anggaran operasional kedua gubernur tersebut tidak bisa diperbandingkan hanya dari segi jumlah. "Kalau cuma membandingkan itu belum bisa disimpulkan anggaran Jokowi itu boros, maka dilihat dulu belanjanya buat apa, ada enggak kegunaannya," kata dia kepada detikcom.
Andrinof menilai aksi blusukan Jokowi, yang menurut FITRA termasuk salah satu item dalam tunjangan operasional, adalah kegiatan yang efektif walaupun menelan anggaran yang besar. "Kalau Foke untuk apa uang yang Rp 17 miliar itu? Dia kan cuma silaturahim antar elit-elit saja, beliin makan yang mewah. Kalau Jokowi memang bilang untuk memecahkan masalah," tambah Andrinof.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membantah tundingan yang dilontarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran terkait dana blusukan Gubernur Joko Widodo. Salah satu yang pasang badan adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah, Endang Wijayanti. Dia menegaskan tidak ada anggaran untuk aktivitas blusukan yang dilakukan oleh Jokowi. "Tidak ada itu yang namanya anggaran untuk blusukan, tidak pernah dianggarkan," kata dia kepada detikcom, kemarin.


Sumber :
detik.com

Jokowi Soal Metro Mini: Diomongin Sampai Jumpalitan Tetap Tak Bisa

Bukan perkara mudah bagi Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) untuk menegur Metro Mini menyusul seringnya moda transportasi itu berjalan ugal-ugalan hingga merenggut nyawa. Metro Mini yang dimiliki perseorangan menjadi masalah.
"Diomongin sampai jumpalitan (jungkir balik) tetap tidak bisa. Kita ngomong apa adanyanyalah. Ini 30 tahun tidak ada pembaruan," ujar Jokowi di Balaikota Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2013).
Menurut Jokowi, saat ini manajemen Metro Mini tidak bisa diatur. Pemilik Metro Mini dimiliki perseorangan, berjalan sendiri-sendiri.
"Tegur apanya, ya diganti Metro Mininya. Itu kalau Metro Mini sudah ada yang baru. Ada manajemennya PPD, itu baru kita ngomong," tutur pria penyuka tempe mendoan ini.
Jokowi berencana akan mencaplok PPD untuk mengatur Metro Mini dengan Kopaja dalam manajemen satu atap. "Ini masih proses," katanya.
Dia juga menjelaskan ratusan armada bus TransJ yang baru akan datang November atau Desember.
Metro Mini kerap berjalan ugal-ugalan dan merenggut nyawa. Terbaru, Metro Mini menabrak pelajar hingga tewas di kawasan Layur, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (23/7) kemarin. Korban bernama Beniti itu sudah dimakamkan di TPU Kemiri siang tadi. Sedangkan dua temannya masih dirawat di rumah sakit.
WS, pengemudi angkutan bertarif Rp 3.000 itu diamankan di kantor polisi Jakarta Timur. Ternyata dia juga tidak mengantongi SIM.


Sumber :
detik.com

Dua Bulan Lagi, Jokowi Gelar Pasar Malam di Sekitar Monas

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berencana menggelar Jakarta Night Market atau JNM di sekitar kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Acara berkonsep pasar murah ini akan diadakan mulai dua bulan mendatang di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, saat ini Pemerintah Provinsi DKI sedang mengkaji lebih dalam terkait detail penyelenggaraan. "Pasar malam Jakarta akan diadakan di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan mulai dari air mancur kuda (Patung Arjuna) sampai dekat Gambir di Medan Merdeka Timur," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Menurut Jokowi, mereka yang berdagang di JNM adalah usaha-usaha rumah tangga dan pedagang kaki lima (PKL) yang akan diseleksi menjadi 500-600 peserta. Selain akan menyediakan produk kuliner, JNM juga akan menyediakan produk-produk kreatif usaha kecil menengah (UKM) di Jakarta. Sebagai permulaan, JNM akan diselenggarakan setiap Sabtu malam.
"Nanti jalannya ditutup. Acaranya mulai dari jam 5 sore sampai 11 malam. Sementara ini baru setiap malam Minggu, nanti bisa tambah lagi jadi Jumat atau Sabtu," kata Jokowi.
Terkait anggaran, Jokowi mengatakan bahwa pelaksanaan JNM menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI. Namun, ia tetap menerima apabila ada pihak lain atau swasta yang ingin membantu penyelenggaraan acara tersebut.
Setiap pedagang yang membuka stan di pasar malam itu dikenakan biaya retribusi kebersihan sebesar Rp 5.000. Pedagang yang menggunakan tenda diwajibkan membayar Rp 50.000, sedangkan yang tidak menggunakan tenda dikenakan biaya Rp 15.000 setiap kali penyelenggaraan.
Pedagang itu akan dievaluasi dan dirotasi setiap enam bulan. Apabila penjualanya bagus, maka pedagang tersebut tetap dipertahankan di acara tersebut. "Pokoknya nanti kita mulai seleksi pedagangnya setelah Lebaran," kata Jokowi.


Sumber :
kompas.com

Jokowi Tak Ingkar Janji

Seribu satu masalah membelit Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi. Kompleksnya persoalan ibu kota menuntut bekas wali kota Solo itu tak bisa hanya memprioritaskan satu atau dua masalah besar untuk segera dicarikan solusinya, semisal persoalan banjir atau kemacetan.
Masalah-masalah lain pun butuh sentuhan cepat dari Jokowi, seperti penanganan persoalan yang menyangkut fasilitas publik. Beberapa hasil kerja keras Jokowi di fase awal pemerintahan kini sudah mulai bisa dinikmati warga ibu kota.
Ada satu pemandangan baru di jalan protokol Sudirman–Thamrin. Wajah kota yang selalu tampak sibuk itu kini dipercantik dengan kehadiran bangku-bangku taman di sepanjang koridor jalan. Bangku yang terbuat dari batangan kayu jati itu terlihat elegan karena warna kayu asli tetap dipertahankan. Hanya dilapis pelitur. Adapun besi penyangga bangku dicat warna putih.
Bangku taman itu diletakkan secara teratur sehingga tidak mengganggu pemandangan mata. Umumnya diletakkan di dekat pohon atau dekat halte busway. Jaraknya pun diatur sedemikian rupa, sekitar 30 meter sehingga tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh satu sama lainnya.
Rupanya, selain mempercantik wajah ibu kota, bangku-bangku itu juga memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Pantauan detikcom pada Selasa malam lalu, bangku-bangku kapasitas tiga-empat orang itu tampak diduduki supir taksi yang ngaso, warga yang menunggu bis, atau yang bersantai sambil minum dan baca buku.
Salah satu lokasi pemasangan bangku yakni di depat pusat perbelanjaan FX di bilangan Senayan, Jakarta Selatan. “Sekarang enak sih, jadi bisa duduk nyaman di sini. Biasanya kita duduk di emperan itu kalau nunggu jemputan,” kata Tara, 20 tahun sambil menunjuk tembok taman di depan FX.
Di atas tembok pembatas taman setinggi 30 sentimeter itu ditancapkan besi tumpul setinggi 10 sentimeter. Keberadaan besi-besi itu sengaja dibuat untuk mencegah orang duduk di taman.
Tara biasanya “terpaksa”duduk di tembok taman itu meski berisiko tak nyaman dan pakaiannya tersangkut di besi. Pasalnya, jemputannya kadang terlambat datang karena macet. “Kalau menunggu bisa sampai sejam, soalnya rumahku kan jauh di Bintaro,” kata dara yang bekerja sebagai kasir di salah satu outlet di FX itu.
Senada dengannya, Apri, 19 tahun, pun menuturkan hal yang sama. Apri adalah warga Cilandak yang bekerja sebagai sales promotion girl di Guardian di dalam mal FX. “Senang banget ada bangku ini, dulu kalau nunggu ya kita berdiri, tapi kan suka pegal juga kalau bisnya lama datang,” tutur dia.
Ketika disinggung tentang asal muasal bangku itu, baik Apri maupun Tara berujar itu adalah usulannya Jokowi. Gubernur yang masih jauh dari genap setahun kepemimpinannya itu memang diketahui sempat berjanji untuk membenahi dan menambah ruang-ruang terbuka di ibu kota.
Jokowi yang dikenal doyan blusukan itu memilih untuk menempatkan fasilitas publik berupa bangku di jalur utama tersebut. Sebanyak 340 bangku taman dipasang untuk memberikan kenyamanan bagi para pejalan kaki.
Selain bangku, pemerintah juga memberikan fasilitas wifi gratis di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin. “Ini untuk memberikan kenyamanan kepada warga, selain itu juga mempercantik trotoar,” kata Jokowi.
Bangku–bangku itu didatangkan secara bertahap dari pabrik perakitan di Klaten, Jawa Tengah. Sejak Juni lalu, bangku mulai dipasang di Jalan Sudirman di Jakarta Selatan hingga Jalan Merdeka Barat dan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Rencananya Pemda DKI juga akan menyediakan bangku serupa di trotoar-trotoar jalan lain di seantero Jakarta.
*****
Perbaikan tanggul pada Kanal Banjir Barat di sisi Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, kini masih tetap berlanjut. Pemerintah menepati janjinya untuk membuat dinding penahan di tepi tanggul dari material beton (parepart wall). Dari pantauan detikcom pada Selasa (23/7) malam, pengerjaan konstruksi fisik tepat di lokasi tanggul yang jebol pada medio Januari lalu itu, sudah mulai berdiri dinding penahan.
Namun dinding bermaterial beton itu masih ditopang dengan papan menandakan beton masih belum kering. “Tingginya itu nanti 3,5 meter di atas tanah ditambah pondasi ke dalam tanah 2 meter,” kata Heru, seorang pekerja konstruksi yang ditemui di lokasi, kemarin.
Pembangunan dinding penahan rencananya akan dilakukan di sepanjang tepi kanal, mulai dari Kampung Melayu, Manggarai, Pasar Rumput, Harmony, hingga daerah Pengalengan di belakang stasiun kereta karet.
Parepart yang sudah mulai dibangun baru terlihat sepanjang 20 meter. Dinding itu benamkan ditengah-tengah tumpukan batu kali dan batu gunung yang dibalut anyaman kawat pembungkus batu di sisi kali.
Tepat di bantaran kali terlihat sebuah alat berat beko warna kuning dan tumpukan tanah hasil pengerukan. Pembangunan dinding penahan beton tersebut nantinya akan dibuat seperti parepart yang sudah ada di sepanjang sisi sungai dekat halte busway Harmoni.
Meski pembangunan masih belum rampung, beberapa warga terlihat sudah beraktivitas di sana seperti berdagang asongan, juga jadi tempat berteduh penarik gerobak. Tak jauh dari lokasi pembangunan parepart juga digunakan oleh beberapa warga untuk tempat bersantai.
Atmo, 61 tahun, salah satu pedagang asongan di Latuharhary mengatakan pembangunan parepart tersebut salah satunya karena Jokowi diketahui hampir setiap hari blusukan ke sana memantau penanggulangan darurat tanggul. “Tapi mulai ini (parepart) dibangun, dia belum pernah lagi datang ke sini,” kata Atmo yang juga saksi mata saat tanggul jebol.
Blusukan Jokowi, yang saat itu banyak disorot media memang menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada percepatan penanganan tanggul. Hasanuddin, petugas keamanan dari Jaya Konstruksi yang bertugas di dekat tanggul mengatakan hal senada. “Tanggul ini memang sudah waktunya diperbaiki, tapi ya ini karena Jokowi dan Pemda juga,” tegas dia.
*****
Pengamat politik yang juga Guru Besar Ilmu Politik dari Universitas Indonesia Iberamsjah justru mempertanyakan kinerja Jokowi yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Iberamsjah menilai Jokowi belum memberikan perubahan yang besar sepanjang memimpin Jakarta dalam kurun sekitar sembilan bulan. Padahal, Jokowi dikenal sangat giat blusukan ke berbagai lokasi.
“Masa evaluasi umpan balik blusukan itu ya 9 bulan hingga 1 tahun, tapi umpan baliknya enggak ada, malah tambah macet, banjir tidak tertangani, KJS dan PKL juga bermasalah, jadi sebenarnya enggak ada perbaikan,” kata dia kepada detikcom, Selasa (23/7).
Iberamsjah mengakui aksi blusukan Jokowi yang membuatnya lebih banyak di lapangan daripada di balik meja sebenarnya hal yang baik. Pasalnya, kegiatan ini membuat Jokowi bisa lebih mudah mendapat fakta dan informasi secara lengkap dan menuangkannya dalam kebijakan yang akan diambil. “Tapi kalau itu hanya kepura-puraan untuk tingkatkan elektabilitas, ya jahat sekali.”
Adapun Kepala Biro Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri Pemprov DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menyatakan aksi blusukan Jokowi acap kali bermanfaat untuk mencari solusi. Jokowi tak sungkan terjun langsung ke lokasi pasar tradisional, perkampungan kumuh, selokan, bantaran kali Ciliwung, kawasan rawan banjir. “Jadi kegunaannya beliau tahu kantong-kantong yang harus diberi prioritas dengan melihat kondisinya,” ujar Heru.
Dengan observasi langsung, Heru menilai arahan Jokowi biasanya lebih tajam saat mencari solusi. “Misalnya di rumah susun Marunda itu beliau lihat perlu ada perbaikan, penambahan volume air bersihnya, transportasi umum dan pembuangan sampah,” kata Heru.
Selain pembangunan fisik, Jokowi juga kerap inspeksi mendadak ke berbagai kantor lembaga pemerintahan dan dinas-dinas. Dia melakukan reformasi PNS dan memeriksa pelayanan.


Sumber :
detik.com

Jokowi, Terbaik dari Semua Capres yang Ada

Dorongan agar Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo maju menjadi calon presiden periode 2014-2019 makin sulit dibendung. Pasalnya, masyarakat puas dengan kinerja Jokowi sebagai Wali Kota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta.
"(Jokowi) bukan (sosok) ideal, tapi terbaik dari yang (capres) yang ada. Perasaan saya mengatakan suka tidak suka sentimen publik akan ke dia (Jokowi)," ujar peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, seusai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi politik di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Kristiadi menilai, sekarang adalah waktu terbaik bagi Jokowi untuk maju karena peluangnya besar untuk memenangi pemilihan presiden. Kristiadi menjelaskan, elektabilitas tinggi Jokowi yang diumbar berbagai lembaga survei akan mendorong partai lain bergerak untuk mendekatinya.
Ia sangat yakin Jokowi akan menjadi komoditas partai lain selain partai yang membesarkannya, yaitu PDI Perjuangan. Di samping itu, lanjut Kristiadi, sentimen politik juga makin besar kepada Jokowi. Pasalnya, orang nomor satu di Jakarta itu sukses membangun citra sebagai pejabat yang tak elitis.
"Saya kira tak bisa dibendung, pencapresan Jokowi tak bisa disetop karena elektabilitasnya terus tinggi," katanya.
Seperti diketahui, nama Jokowi terus melambung dan dikaitkan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden periode 2014-2019. Jokowi dianggap mampu menjaring suara pemilih nasional, khususnya bila pemilihan umum digelar saat ini. Dalam berbagai hasil jajak pendapat yang dilakukan sejumlah lembaga survei, nama Jokowi berada dalam posisi teratas.
Beberapa nama tokoh politik nasional yang digadang-gadang akan maju sebagai calon presiden justru masih berada di bawah Jokowi. Akan tetapi, Jokowi belum menyatakan kesiapannya maju sebagai calon presiden. Partai pengusungnya, PDI Perjuangan, juga belum membuat keputusan karena menunggu hasil pemilihan legislatif dan menyerahkan semuanya kepada Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan.


Sumber :
kompas.com

Jokowi Perlu Didampingi Tokoh Islam Moderat

Popularitas dan elektabilitas Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi  sebagai calon presiden (capres) 2014 belum ada yang mampu menandingi.  Tak heran jika, Peneliti pada Maarif Institute, Endah Tirtana  menilai Jokowi sebagai sosok yang fenomenal.
''Tak hanya fenomenal, Jokowi juga figur yang decisive, cerdas dan populis,'' ujar Endang Tirtana, Rabu (24/7/2013).
Endang menilai Jokowi perlu didampingi tokoh Islam moderat dan modern dan memiliki jaringan dan dukungan internasional, seperti Ketua Umum PP Muhamadyah, Din Syamsuddin.
''Untuk itu seharusnya lingkaran dekat Din Syamsuddin mendorong agar ketua umum PP Muhammadiyah itu ikut sebagai peserta konvensi capres Partai Demokrat,'' ungkapnya.
Menurut Endang,  Din mesti ikut konvensi agar memiliki modalitas tambahan yang penting yaitu dukungan parpol.


Sumber :
republika.co.id

Jokowi: Yang Membiarkan Metro Mini 30 Tahun Siapa?

Metro Mini yang berjalan ugal-ugalan membuat Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) ikut berbicara. Jokowi tak habis pikir pada pihak yang telah membiarkan Metro Mini amburadul selama 30 tahun.
"Sudah 30 tahun dibiarkan. Yang membiarkan siapa 30 tahun itu?" ujar Jokowi di Balaikota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2013).
Kolektor kemeja putih ini menegaskan Metro Mini harus segera diatur. Dia sudah sering berteriak soal buruknya armada Metro Mini.
"Saya sudah ngomong bolak-balik, itu tidak ada speedometernya. Nggak ada remnya. Itu saya sudah ngomong bolak-balik," kata Jokowi yang mengenakan kemeja putih dibalut jas hitam tanpa dasi ini.
Sudah berulang kali Metro Mini menebar maut di jalanan karena pengemudi yang ugal-ugalan. Terbaru, Metro Mini 47 rute Senen-Pondok Kopi memakan korban satu pelajar bernama Beniti Lini Manata. Dia tewas ditabrak Metro Mini di Layur, Pulogadung, Jakarta Timur. Beniti dimakamkan di TPU Kemiri siang tadi. Sedangkan dua temannya masih dirawat di rumah sakit.
WS, pengemudi angkutan bertarif Rp 3.000 itu diamankan di kantor polisi Jakarta Timur. Ternyata dia juga tidak mengantongi SIM.


Sumber :
- detik.com
- kompas.com

Jokowi Butuh Waktu Ajak Orang Transisi ke Pajak "Online"

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) memaklumi apabila masih banyak orang maupun pengusaha yang masih belum membayar pajak mereka melalui sistem online yang telah diterapkan oleh Pemprov DKI. Menurutnya, untuk mengubah ke pola baru membutuhkan waktu yang lama.
"Ya, itu butuh waktulah, kalau mengajak orang ke sebuah pola dan sistem baru itu tidak mudah," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Menurut Jokowi, mengajak orang untuk menggunakan sistem itu lebih sulit apabila dibandingkan dengan membangun sistem. Kendati demikian, menurut Jokowi, Pemprov DKI tak perlu merasa untuk menambah sumber daya manusia (SDM) untuk mengurusi sistem pajak online di Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI. Menurutnya, justru ia perlu mengurangi SDM yang ada. Pasalnya, dengan menggunakan sistem pajak online, pekerjaan akan semakin mudah.
"Ya, biasanya melayani itu ketemu muka. Kalau online, masak nambah orang? Justru kalau sistemnya jalan, mestinya banyak yang dikurangi orangnya," kata Jokowi.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat mengancam memecat pegawai DPP DKI yang mendorong perusahaan untuk tidak menggunakan sistem pembayaran secara online. Menurut Basuki, penerapan pajak online itu dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) hingga tiga kali lipat.
Namun, fakta di lapangan, ada beberapa oknum DPP DKI yang tidak percaya bahwa hal itu dapat meningkatkan PAD. Oknum tersebut diduga telah mengganti mesin-mesin online ke mesin manual. Ia pun mengimbau wali kota setempat untuk mencari pengusaha mana saja yang masih belum mau menerapkan pajak online dan masih menganggapnya ketinggalan zaman.
Dari temuan wali kota itu, Basuki mengimbau untuk menutup tempat usaha tersebut. Menurut Basuki, penerapan pajak dengan sistem lama dan manual berisiko memunculkan mark up dalam pembayaran pajak itu. Apabila tempat hiburan, restoran, dan hotel membayar pajak secara manual, mereka diwajibkan untuk membuat laporan keuangan dan ditengarai akan memunculkan permainan antara pengusaha dan pihak pegawai pajak.


Sumber :
kompas.com

Tanggapan Jokowi Tentang Keinginan Mundur Rano

Pucuk pimpinan Banten digoyang isu keretakan. Namun kabar pecah kongsi Wagub Banten Rano Karno (PDIP) dan Gubernur Ratu Atut Chosiyah (Golkar) tak terdengar hingga ke telinga Gubernur DKI dari PDIP Joko Widodo.
"Wong gimana mau ngomong, nggak tahu," kata Jokowi saat ditanya rumor pecah kongsi Ratu Atut dan Rano Karno oleh wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Rabu (24/7/2013).
Jokowi juga tak mendengar kabar Rano Karno ingin mundur. Padahal menurut politikus PDIP Dedi S Gumelar alias Miing, Rano sudah melapor ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Memang atas saran Megawati, Rano akhirnya mengurungkan niat mundur. Mungkin hal ini membuat internal PDIP tak lagi mempersoalkan panasnya hubungan Atut-Rano.
Namun sejumlah elite PDIP tetap menggugat cara kerja Atut. Mereka menuntut Rano diperlakukan dengan adil dan diberi wewenang secara proporsional.
"Bagaimanapun juga Si Doel anak Betawi memiliki kekuatan transformatif untuk mengubah kondisi sosial kemasyarakatan, di mana saat ini masih terbelenggu oleh berbagai persoalan kemiskinan dan ketertinggalan di aspek pendidikan," kata Wasekjen PDIP Hasto Kristianto kepada detikcom, Rabu (24/7/2013).
"Tugas ini seharusnya dipercayakan penuh kepada Rano Karno," tegasnya.


Sumber :
detik.com

Blusukan Jokowi Kalahkan Bung Karno

Di tengah sengatan matahari pagi, cacing itu merayap di atas jalan berusaha mencari tanah yang lebih basah. Cacing itu hampir saja terinjak oleh Presiden Sukarno yang sedang 'blusukan' ke sejumlah perkampungan dan persawahan di daerah Yogyakarta akhir 1946 lalu. Bung Karno yang pagi itu ditemani Ibu Negara Fatmawati memerintahkan satu pengawal mengambil cacing tersebut, dan memasukkan ke sawah. Sayang pengawal yang juga anggota polisi itu merasas jijik dengan cacing.
Bung Karno langsung memegang sendiri cacing itu dan memasukkannya ke sawah. Kemudian dia menghampiri sekumpulan petani yang tengah menanam padi. Dialog antara presiden pertama Indonesia dan rakyat itu pun berlangsung cair. Diselingi canda dan tawa. Mangil Martowidjojo, mantan Komandan Detasemen Kawal Pribadin Presiden, dalam buku Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967 mengatakan, Presiden Sukarno sering blusukan. Berbincang dengan rakyat jelata, di kampung maupun di tengah sawah.
Suatu hari Bung Karno berkata pada Mangil, "Yo, Mangil. Bapak ingin keluar sebentar. Bapak ingin melihat umpyeke wong golek pangan di Jakarta (Bapak ingin melihat kesibukan orang mencari rejeki di Jakarta)," Mangil menulis dalam bukunya.
*****
Seorang perempuan pedagang beras memberhentikan sebuah mobil Jip di Jalan Pakuningratan (Utara Tugu) Yogyakarta. Dia berniat menumpang sampai ke Pasar Kranggan. Sampai di Pasar Kranggan, si pedagang beras meminta sang sopir menurunkan semua dagangannya. Setelah selesai si perempuan berniat membayar jasa. Namun dengan halus, sang sopir menolak. Bukannya berterimakasih, si pedagang beras ini justru marah. Dengan nada keras dia bertanya,"Apa uangnya kurang?". Sang sopir justru langsung berlalu tanpa berkata apapun.
Kemarahan si pedagang beras memantik perhatian orang di pasar. Seorang polisi datang menghampiri dan bertanya kepada si pedagang. "Apakah mbakyu tahu, siapa sopir tadi?" tanya polisi. "Sopir ya sopir. Habis perkara! Saya tidak perlu tahu namanya. Memang sopir satu ini agak aneh." jawab si pedagang beras dengan nada tinggi.
"Kalau mbakyu belum tahu, akan saya kasih tahu. Sopir tadi adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, raja di Ngayogyakarta ini," kata sang polisi. Bagai disambar petir, sang pedagang beras itu pingsan. Dia tak menyangka yang baru saja membantu menaikan dan menurunkan barang dagangannya, adalah Sultan Hamengku Buwono IX.
Kisah ini dituliskan kembali oleh SK Trimurti, Dalam buku 'Takhta Untuk Rakyat'. Istri dari Sayuti Melik, -pengetik naskah proklamasi-, saat itu menjabat Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, dan berada di Yogyakarta karena saat itu Ibu Kota dipindah ke Kota Gudeg tersebut.
*****
Kebiasaan melakukan incognito atau penyamaran juga kerap dilakukan Presiden Soeharto. Mantan Wakil Presiden Try Soetrisno dalam buku Pak Harto, The Untold Stories mengisahkan, saat blusukan, Soeharto hanya ditemani ajudan, satu atau dua pengawal dan dokter pribadi. "Pak Harto selalu berpesan tidak boleh ada satu pun yang tahu kalau Pak Harto mau melakukan incognito," Try menulis. Saat menyamar, Pak Harto selalu membawa makanan sendiri. Makanan itu dimasak oleh Ibu Tien Soeharto. Menunya sederhana sambal teri dan kering tempe. Presiden kedua Indonesia itu selalu makan bersama ajudan dan pengawalnya.
*****
Tahun ini, selain Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi tercatat banyak pejabat sering melakukan blusukan. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan misalnya, bulan lalu menginap di rumah salah satu penduduk di Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. Dia melihat langsung kiprah petani sayur dan peternak di daerah tersebut. Menteri Perekonomian Hatta Rajasa juga sering blusukan ke pasar-pasar.
Namun menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi, di mata masyarakat label blusukan sudah terlanjur melekat pada diri Jokowi. "Karena dilihat tujuannya murni untuk rakyat, bukan untuk pencalonan presiden," kata Ari kepada Detik tadi pagi. Menurut Ari, blusukan yang dilakukan tokoh lain seperti Aburizal Bakrie, Gita Wirjawan dampaknya tidak akan bergema seperti Jokowi.
Masyarakat juga menaruh harapan karena Jokowi berupaya melakukan perubahan setelah blusukan.Jiwanya murni ingin blusukan. "Beda dengan yang lain ya istilahnya follower," kata Ari. Memang budaya blusukan juga sudah dilakukan Presiden Sukarno, Presiden Soeharto, dan Sultan Hamengku Buwono IX. Namun Ari melihat cara Jokowi lebih efektif dan mengena ke masyarakat. Dia mencontohkan aksi blusukan Jokowi ke beberapa tempat di Jakarta, seperti Tanah Merah, rumah susun sederhana sewa Marunda, dan Waduk Pluit.
Meski masih sedikit, hasil blusukan Jokowi sudah bisa dirasakan masyarakat. "Metode Jokowi yang pas," kata Ari. Bahkan meski mendapat kritik dari sejumlah pengamat, termasuk Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) terkait anggaran yang mencapai Rp 26,6 miliar per tahun, menurut Ari hal itu tidak akan berpengaruh kepada masyarakat. “Saya kira masyarakat tahu karena melihat dan merasakan langsung metode belusukan Jokowi," tambah Ari.


Sumber :
detik.com

Jokowi: PKL di Tengah Jalan Aja Bayar

Untuk melancarkan upaya Pemprov DKI merelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Tanah Abang ke dalam pasar Blok G Tanah Abang, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan menggratiskan biaya sewa kios di enam bulan pertama. Setelah itu, pedagang tetap harus bayar.
"Gratis enam bulan dulu, setelah itu bayar. PKL di tengah jalan saja dipungut biaya," kata Jokowi di kantor Wali Kota Jakarta Utara, Tanjung Priok, Rabu (24/7/2013).
Menurut Jokowi, Pemprov DKI tetap akan menata PKL Tanah Abang, meskipun para PKL itu meminta kerenggangan untuk berjualan di bahu jalan hingga hari raya Idul Fitri. Mengenai PKL yang enggan direlokasi ke Blok G Tanah Abang, kata dia, Pemprov DKI akan terus memperbaiki bangunan pasar Blok G Tanah Abang yang kotor dan terbengkalai.
"Nanti kalau diperbaiki, ada tiga jalur yang arusnya ke sana. Kalau PKL tidak mau direlokasi, berarti mereka tidak mau jualan," kata Jokowi.
Alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itupun memberi target di tahun 2014, Jakarta telah terbebas dari PKL. Bagaimanapun caranya, kata dia, akan diupayakan untuk menertibkan PKL.
Semua itu dilakukan untuk meminimalisir kemacetan di Ibu Kota. Pemprov DKI memprioritaskan untuk menata PKL Tanah Abang, Pasar Minggu, dan Jatinegara.
PKL Tanah Abang rencananya akan direlokasi ke dalam Blok G Pasar Tanah Abang. PKL ber-KTP DKI yang akan diprioritaskan untuk masuk ke dalam Blok G, apabila masih ada kios yang kosong, maka Pemprov DKI akan mengundi PKL non DKI untuk masuk ke daalam Blok G.
Sementara untuk relokasi PKL Jatinegara, rencananya DKI akan mengalihfungsikan SMP Negeri 14 Jatinegara untuk menjadi tempat penampungan PKL. Untuk relokasi PKL Pasar Minggu, akan dimasukkan ke dalam Pasar Minggu, Jakarta Selatan.


Sumber :
kompas.com

Modal Kaki Jokowi

Jarum jam menunjukkan pukul 11.00 WIB ketika Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan melanjutkan aktivitasnya yang super padat di awal pekan kemarin. Bekas Wali Kota Solo yang akrab disapa Jokowi ini baru saja menerima kunjungan Menteri Perumahan Rakyat Djan Fariz di Balai Kota.
Dengan langkah agak tergesa setelah mengantar sang tamu sampai teras pendopo, Jokowi yang Senin itu mengenakan setelan seragam dinas hijau-hijau, seperti biasa langsung dikerubuti wartawan. Namun ketika itu ia tidak hanya ditanyai perihal pertemuan dengan Menpera yang membahas masalah rumah susun di Pasar Rumput dan Pasarminggu. Yang lebih menjadi sorotan adalah aksi blusukan Jokowi.
Maklum, di pekan sebelumnya, Jokowi baru saja "disudutkan" oleh lembaga swadaya masyarakat Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) soal aksi blusukannya yang mendapat alokasi anggaran dalam jumlah besar. Koordinator Advokasi Fitra, M. Maulana, mengatakan dana yang oleh publik dikenal sebagai anggaran blusukan tersebut dalam peraturan gubernur disebut belanja penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah. "Biaya tunjangan operasional kepala daerah besarnya Rp 26,6 miliar," kata dia kepada Detik.
Faktanya, gaya kepemimpinan Jokowi yang notabene dekat dengan rakyat itu memang telah membetot perhatian masyarakat luas, tak terkecuali para elite politik di negeri ini. Terhitung 282 hari sudah Jokowi menduduki kursi jabatan Gubernur DKI. Di sepanjang awal periode kepemimpinannya itulah hampir saban hari ia melancarkan berbagai terobosan yang terbilang agresif dengan aksi blusukannya.
Berbeda dengan pendahulu-pendahulu sebelumnya dalam upaya membenahi karut marutnya persoalan ibu kota, orang nomor satu di Jakarta ini tak bisa dipungkiri memiliki style yang berbeda. Namun dengan menerapkan gaya blusukan yang kenyataannya sebenarnya sangat disukai oleh warga ibu kota, Jokowi juga menuai sorotan negatif.
Ia dituding menghabiskan dana yang tak sedikit untuk menjalankan gaya kepemimpinan merakyatnya itu, yang memang sudah dilakukannya sejak masih menjabat sebagai wali kota Solo. Fitra menyebut jika anggaran blusukan tersebut dirinci, maka setiap bulannya mendapat alokasi sekitar Rp 2,2 miliar. "Per hari dapat Rp 70-an juta berdua, masing-masing sekitar Rp 37 juta untuk kepala daerah dan wakilnya," ujar Maulana.
Hanya saja ketika disinggung mengenai jumlah anggaran khusus untuk blusukan, Maulana mengaku pihaknya belum mendapat angka pastinya. "Sejauh ini sih kita belum menelusuri sampai ke detailnya seperti itu."
Pemerintah Provinsi DKI membantah tundingan yang dilontarkan Fitra. Salah satu yang pasang badan adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah, Endang Wijayanti. Dia menegaskan tidak ada anggaran untuk aktivitas blusukan yang dilakukan oleh Jokowi.
"Tidak ada itu yang namanya anggaran untuk blusukan, tidak pernah dianggarkan," kata dia kepada Detik, kemarin. Endang menuturkan, selama ini alokasi biaya pengeluaran yang digunakan Jokowi dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama untuk blusukan diambil dari dana operasional tahun ini yang berjumlah Rp 26,6 miliar. "Anggaran yang digunakan Bapak untuk itu (blusukan) adalah dana operasional kepala daerah, itu yang Rp 26,6 miliar," kata Endang.
Seolah tak mau ambil pusing, Jokowi mengaku akan tetap blusukan meski programnya itu dipertanyakan. Ia beralasan, kegiatannya itu dilakukan sebagai manajemen kontrol dan juga untuk pengawasan sehingga program pemerintahan bisa terealisasi. Karena itu ia berujar akan tetap blusukan selama ia menjadi pemimpin di DKI.
"Tetap blusukanlah, sepanjang masih punya kaki," kata Jokowi dengan nada santai. Ia menekankan bahwa program blusukan yang ia jalankan tidak menelan anggaran yang besar. Jokowi pun menolak disebut memboroskan anggaran belanja dan pendapatan daerah. "Boros apa. Blusukan itu enggak pernah pakai anggaran, blusukan itu modalnya hanya jalan kaki, enggak ada yang lain," kata dia.
Lebih lanjut ia juga membantah aksinya itu sebagai wujud pencitraan politis demi mendapat dukungan masyarakat. "Yang dicitrakan itu apanya? Lah wong kita ke kelurahan, kecamatan cuma untuk mengecek doang, enggak pakai dana apa-apa."


Sumber :
detik.com

Datangi Pasar Murah, Jokowi Berikan Paket Sembako ke Warga

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi pasar murah di Kantor Walikota Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2013). Dalam kunjungannya itu, Jokowi memberikan paket sembako kepada warga yang membelinya dengan harga yang jauh di bawah rata-rata.
Setibanya di kantor Walikota, dengan didampingi Walikota Jakarta Utara Bambang Sugiyono, Jokowi langsung meninjau operasi pasar murah. Dalam kesempatan itu, Jokowi mengujungi stan daging, minyak goreng, dan beberapa stan makanan.
Setelah berkeliling, Jokowi kemudian membagikan paket sembako murah yang dibeli warga. Tiap 1 paket berisi beras seberat 2 kilogram, terigu, dan gula pasir seberat 1 kilogram, 2 bungkus mie instan dan 1 paket bihun. Untuk mendapatkan paket tersebut, warga terlebih dulu menukarkan kupon kepada panitia dengan harga Rp 25.000,-
Warga juga tampak kaget ketika Jokowi memberikan langsung paket sembako yang mereka beli. Antrean pun menjadi tidak beraturan lantaran warga berebut mengambil paket yang diberikan orang nomor 1 di Ibukota itu.
Walikota Jakarta Utara Bambang Sugiyono mengatakan, pasar murah itu akan berlangsung dari tanggal 15 sampai 2 Agustus 2013. Selain menjual paket sembako murah, di pasar tersebut juga menjual berbagai macam sembako, pakaian dan berbagai keperluan selama bulan Ramadan.
"Di sini ada 83 kios yang menjual sembako dan berbagai kebutuhan dengan harga jauh di bawah pasar," kata Bambang.
Ia mencontohkan, seperti harga daging sapi yang saat ini dipasaran mencapai Rp 100 ribu, namun di pasar murah hanya dijual seharga Rp 70 ribu. Selain itu, tidak seperti paket sembako murah yang hanya dapat dibeli warga ber-KTP DKI, di kios-kios itu, siapapun dapat membeli tanpa terkecuali.
"Daging sapi di luaran di atas Rp 100 ribu, di sini Rp 70 ribu. Kemudian minyak goreng dijual seharga Rp 9 ribu. di kios-kios ini siapapun bisa beli, tanpa kupon boleh beli," ungkapnya.
Bambang manambahkan, sebelum Jokowi datang, Menteri Perdagang Gita Wirjawan sudah terlebih dulu tiba dan memantau pasar murah tersebut. "Jam 8.30 WIB tadi Menteri Perdagangan juga datang, beliau ikut menjual minyak goreng murah seharga Rp 9 ribu," ujar Bambang.


Sumber :
liputan6.com

Capres yang Dekati Jokowi Tak Punya Paradigma Kuat

Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tak terbendung dalam berbagai survei calon presiden 2014. Tak satu pun politisi kawakan maupun tokoh nasional yang bisa mengalahkan elektabilias Jokowi yang namanya baru mencuat ke kancah perpolitikan nasional pada Pilkada DKI Jakarta 2012.
Tak heran sejumlah tokoh yang telah resmi diusung partai untuk menjadi capres 2014, ramai-ramai berniat mendekati Jokowi untuk menawarinya kursi calon wakil presiden. Fenomena ini dikritik Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari.
Menurut Hajriyanto, cara-cara para capres itu mendekati Jokowi adalah bagian dari fenomena keterpukauan politik terhadap Jokowi. “Keterpukauan itu sedemikian tinggi, sehingga akhirnya Jokowi menjadi magnet politik yang justru dibentuk oleh keterpukauan mereka sendiri,” kata Hajriyanto di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 24 Juli 2013.
Dengan demikian, kata Wakil Ketua MPR itu, tokoh politik yang menjadi capres terlihat tidak memiliki paradigma politik kokoh. Di sisi lain, Jokowi sendiri selalu mengatakan belum berpikir jauh untuk mencalonkan diri menjadi presiden. “Visi Jokowi masih membangun Jakarta. Padahal capres harusnya bervisi nasional,” ujar Hajriyanto.
Aburizal Bakrie sendiri sebagai calon presiden yang diusung Golkar, belum memutuskan siapa yang akan mendampinginya sebagai cawapres dalam Pilpres 2014.
“Soal itu diserahkan ke Pak Ical. Tapi ada klausul jika calon wakil lebih dari satu, maka Rapat Pimpinan Nasional Golkar yang akan menentukan pilihan. Hanya bagaimana prosedur pemilihannya, belum ada,” kata Hajriyanto.


Sumber :
viva.co.id

Ahok Disomasi PKL, Jokowi: Nggak Apa-apa

Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) menuntut Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta maaf atas pernyataannya mengancam akan memenjarakan PKL di Tanah Abang yang menolak direlokasi. Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menyatakan siap meminta maaf kepada para PKL. "Ya, enggak apa-apa. Saya yang minta maaf ke PKL. Saya minta maaf kepada siapa pun, siapa tahu saya ada salah," kata Jokowi di kantor Wali Kota Jakarta Utara, Rabu (24/7/2013).
Jokowi mengatakan bahwa pernyataan Basuki untuk memidanakan PKL itu baru dilakukan setelah dirasa PKL itu melakukan tindak pidana. Apabila PKL tidak melakukan tindak pidana, maka PKL itu tidak akan dilaporkan ke polisi.
Menurut Jokowi, hingga saat ini, Pemerintah Provinsi DKI berupaya memberikan solusi kepada PKL terkait penataan kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Salah satunya dengan terus memperbaiki tempat relokasi di dalam pasar, yakni di Blok G Tanah Abang.
Jokowi berjanji akan tetap membolehkan PKL yang tak memiliki KTP Jakarta untuk pindah ke dalam pasar. Meski demikian, Jokowi tetap memberikan prioritas kepada PKL yang memiliki KTP DKI.
"Blok G Tanah Abang terus kita perbaiki, sama PD Pasar Jaya juga. Nanti semuanya boleh masuk, kalau ruangannya cukup," kata Jokowi.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP APKLI Ali Mahsun mengatakan akan melayangkan somasi kepada Basuki atas pernyataannya terkait pidana kepada PKL non-KTP DKI yang menolak direlokasi. Mereka memberikan waktu kepada Basuki untuk meminta maaf hingga 14 hari ke depan.
Menurut Ali, pernyataan Basuki menakutkan bagi PKL se-Indonesia. Ia menyebutkan, tidak hanya Basuki yang harus meminta maaf, tetapi Jokowi juga harus meminta maaf kepada PKL. Ia memperingatkan seluruh pemimpin agar tidak hanya mengeluarkan statement.
"Kalau keluar dari Wagub, silakan saja. Tapi mengancam itu tidak boleh, itu melanggar konstitusi," katanya.


Sumber :
- detik.com
- kompas.com

Jokowi Akan Cek Perjanjian Kecamatan dengan PKL Tanah Abang

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengaku tidak mengetahui perihal surat perjanjian Kecamatan Tanah Abang dengan pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Surat itu berisikan para PKL bisa berjualan dari jam 10:00 hingga 17:00 WIB.
"Tidak tahu. Nanti cek semuanya dari masalah premannya. Apa pemerintah kita juga ikut-ikutan, karena menyangkut ruang besar," ujar Jokowi saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (24/7/2013)
Lebih lanjut, Jokowi memastikan tidak memberikan surat tersebut. "Tidak ada," tegasnya.
Akan tetapi, pemerintah provinsi DKI Jakarta memberikan toleransi bagi PKL untuk berjualan asalkan tidak mengganggu lalu lintas. "Ya, kalau itu bolehlah sampai Lebaran," kata Jokowi
Adanya perjanjian antara Kecamatan Tanah Abang dengan PKL terungkap dari pengakuan Taufik, warga RW 07, Kelurahan Kebon Kacang, Tanah Abang. Menurutnya perjanjian itu terjadi pada 15 Juli 2013.
Isinya perjanjian itu menyebut pedagang masih diperbolehkan berjualan hingga Lebaran usai. Sebelum masa itu, pedagang bisa berjualan setelah pukul 12.00 hingga pukul 17.00. Perjanjian itu, kata Taufik, dibuat dengan aparat Kecamatan Tanah Abang. Selain warga RW 07, ikut menandatangani perjanjian itu warga RW 09, RW 10, dan perwakilan warga Petamburan.


Sumber :
kompas.com

Blusukan Jokowi, Manfaat atau Mudarat?

Sore menjelang di kawasan Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Kemarin puluhan warga asyik bercengkerama di pinggiran Waduk sambil menunggu bedug Maghrib. Ada rombongan ibu-ibu bersama anak-anaknya, ada juga muda-mudi yang sekadar ngobrol. Beberapa malah ada yang mengambil gambar menggunakan telepon genggam dengan latar belakang suasana baru Waduk Pluit.
"Lumayan buat ngabuburit, sudah tidak bau lagi seperti dulu," kata Hendra, salah satu pengunjung kepada Detik di kemarin. Senada dengan Hendra, Yadi mengatakan meski pengerjaannya belum selesai, pinggiran Waduk Pluit kini terasa lebih asri dibanding sebelumnya. Kondisi Waduk Pluit sekarang berbeda dengan Januari lalu. Saat itu bantaran waduk dengan luas 80 hektar itu dipenuhi bangunan rumah padat penduduk. Di bagian sebelah barat, hampir seluruh permukaan waduk tertutup tanaman enceng gondok. Ada juga tumpukan sampah yang menimbulkan bau tak sedap. Saat ini baik tumpukan sampah, maupun pemukiman padat penduduk sudah hilang. Berganti dengan suasana baru.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan pengerjaan normalisasi Waduk Pluit setelah banjir melanda Ibu Kota pada Januari lalu. Saat ini pengerukan waduk yang luasannya sempat menyusut menjadi 60 hektar itu masih terus dilakukan. Rencananya, di sekeliling Waduk Pluit akan dibangun jalan beraspal. Beberapa ruas jalan malah sudah selesai dikerjakan. Seperti jalan Taman Burung, -sebelah apartemen Laguna-, jalan Waduk Pluit dan jalan Muara Karang, lengkap dengan lampu jalan.
Kemarin sore, ada empat alat berat jenis becho yang berada di bibir waduk. Sedangkan 4 becho lainnya berada di darat dan sedang mengeruk lahan yang akan dijadikan taman. Lahan yang akan dibangun taman tersebut terpisahkan oleh aliran air waduk yang mengarah ke jalan raya. Para pekerja saat ini sedang membangun jembatan yang menghubungkan jalan Muara Karang dengan jalan Waduk Pluit.
Menurut Hendra perubahan drastis di Waduk Pluit tak lepas dari aksi blusukan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Pria yang akrab disapa Jokowi itu berulang kali mengunjungi Waduk Pluit selama pengerjaan normalisasi. “'Blusukan Jokowi tentu berpengaruh sama percepatan ini (normalisasi)," kata Hendra.
Selepas salat tarawih puluhan bocah bermain kejar-kejaran di sela gerobak pedagang makanan di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara kemarin. Canda dan tawa mereka seolah tak menyisakan trauma banjir yang terjadi akibat meluapnya Waduk Pluit, pertengahan Januari lalu. Pasca banjir melanda, Gubernur Jokowi memindahkan warga yang tinggal di bantaran Waduk Pluit ke rusun Marunda.
Kondisi rusun Marunda kini tampak lebih bersih dan asri dibanding beberapa bulan yang lalu. Ada 6 Pot bunga tersusun rapi di lantai dasar blok, seperti di blok 2. Mila, istri Ketua Rukun Tetangga Blok 2 Mujiono mengaku, membaiknya kondisi rumah susun Marunda tidak lepas dari aksi 'blusukan' Jokowi maupun Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ardi, 24 tahun, menguatkan pengakuan Mila. Menurut Ardi, 'blusukan' yang dilakukan Jokowi maupun Ahok membuat penghuni rumah susun semakin terseleksi. Penguhuninya yang semakin ramai membuat rusun Marunda semakin nyaman ditempati.
Aksi blusukan Jokowi mendapat kritikan dari beberapa kalangan. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, secara kasat mata aksi tersebut belum membawa perubahan yang signifikan. “Hasil blusukan itu memang bukan membangun fisik tapi kulturnya, membangun kepedulian,” kata Yayat kepada Detik Selasa kemarin.
Senada dengan Yayat, pengamat politik dari Universitas Indonesia Iberamsjah mengatakan blusukan yang dilakukan Jokowi belum berdampak besar karena tidak adanya grand design penyelesaian masalah kota Jakarta. “Penasihat dia (Jokowi) tidak punya masterplan. Jujur saja Jokowi tidak punya konsep untuk selesaikan banjir, kemacetan yang luar biasa,” kata Iberamsjah secara terpisah.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyoroti pengalokasian sejumlah dana blusukan Jokowi. Koordinator advokasi FITRA M. Maulana menyebut dana blusukan yang masuk dalam alokasi belanja operasional Gubernur Jokowi dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mencapai Rp 26,6 miliar. Maulana menilai aksi blusukan Jokowi tidak memberikan manfaat, karena belum ada perubahan yang bisa dirasakan masyarakat.
Sementara di Waduk Pluit, dan rumah susun Marunda malam telah turun. Ibu-ibu dan anak-anak telah masuk ke kamarnya masing-masing. Merekalah, termasuk Hendra, Mila, dan Ardi yang sudah merasakan hasil dari aksi blusukan Jokowi.


Sumber :
detik.com

Nonton Pasar Murah di Tanjung Priok, Jokowi Ditawari Minyak Goreng

Usai membagikan santunan kepada lansia dan anak yatim piatu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan istri menonton pasar murah yang digelar di tempat yang sama. Selain jadi rebutan berfoto bersama, pasangan ini juga ditawari untuk membeli minyak goreng oleh warga.
Acara berlangsung di pelataran kantor Walikota Jakarta Utara, Jl Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (24/7/2013). Jokowi seperti biasa mengenakan kemeja warna putih, sedangkan istrinya mengenakan baju warna hijau.
Begitu tiba, pasangan ini kemudian menjadi pusat perhatian warga. Bahkan, saat Walikota Jakarta Utara Bambang Sugiono berpidato, warga yang didominasi kaum ibu dan anak ini malah sibuk 'merecoki' Jokowi untuk foto bersama.
"Pak Jokowi, foto dong Pak," ujar salah seorang ibu.
Acara ini merupakan rangkaian Safari Ramadan yang diselenggarakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Santunan yang diberikan pada anak yatim berupa 350 sembako, 350 parcel dan 350 beras. Selain memberi santunan ke anak yatim-piatu, acara ini juga menghadirkan pasar murah bagi warga sekitar selama Ramadan.
"Disini ada 83 kios sembako, pakaian, kebutuhan ramadan dan harganya jauh di bawah pasar. Siapa pun boleh beli meski gak punya kupon," ujar Bambang.
Usai Bambang berpidato, Jokowi dan istri kemudian berkeliling meninjau pasar mura tersebut. Para pedagang di pasar itu pun tak mau menyiakan kesempatan untuk menawarkan dagangannya ke orang nomor 1 di DKI ini.
"Silahkan Pak, dibeli minyak gorengnya," bujuk salah seorang pedagang.

Sumber :
detik.com

Wali Kota Jakut Pidato, Jokowi Asyik Foto Bareng Warga

Saat mengunjungi pasar murah di kantor Wali Kota Jakarta Utara, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) asyik berkeliling melayani warga yang meminta foto bersama. Padahal, Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono sedang memberikan sambutan.
"Pak Jokowi, saya mau foto sama pak gubernur," kata salah seorang anak yatim kepada Jokowi di kantor Wali Kota Jakarta Utara, Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Jokowi pun langsung melayani permintaan anak itu dan anak-anak lainnya untuk berfoto. Sementara istrinya, Iriana Widodo yang ikut ke acara tersebut, asyik bercengkerama sesama anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Dari Bambang memulai pidato hingga mengakhiri pidatonya, Jokowi terus melayani foto anak-anak yatim piatu maupun lansia yang menghadiri pasar murah tersebut.
Dalam pidatonya, Bambang Sugiyono mengatakan pasar dan bazaae murah itu diselenggarakan mulai dari 15 Juli 2013 hingga 2 Agustus 2013. Pasar murah itu terdiri dari 83 stand dan kios.
Stand itu menjual sembako, baju muslim, kue, dan keperluan lebaran lainnya. Calon Sekretaris Daerah (Sekda) DKI itu mengatakan, seluruh barang yang diperdagangkan di pasar murah itu dijual dengan harga di bawah pasaran. Antara lain, seperti minyak goreng, yang harga di pasarannya mencapai Rp 17 ribu, dijual Rp 9 ribu; dan daging sapi dijual Rp 70 ribu dari harga Rp 100 ribu.
"Siapapun warga tanpa kupon boleh membeli sembako. Hari ini juga akan diberikan santunan sembako untuk lansia, yatim piatu, dan karyawan-karyawan golongan I," kata Bambang.
Kemudian, Jokowi bersama Iriana yang datang menggunakan baju kaftan berwarna hijau membagikan sebanyak 350 parsel sembako dan beras secara simbolis kepada warga. Jokowi dengan didampingi Bambang melanjutkan untuk membagi-bagikan angpau (amplop berisi uang) kepada anak-anak yatim piatu dan lansia.


Sumber :
kompas.com

Tokoh Politik Tak Perlu Mendewakan Sosok Jokowi

Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari menilai para tokoh politik nasional tak perlu terlalu mendewakan Joko Widodo sebagai sosok yang ideal sebagai calon presiden mendatang. Menurutnya, pria yang akrab disapa Jokowi itu masih ingin fokus memimpin Jakarta dan belum memiliki visi yang berskala nasional.
Hajriyanto menjelaskan, Jokowi makin populer karena terbentuk oleh keterpukauan tokoh politik nasional. Baginya, hal ini menunjukkan bahwa tokoh politik nasional tidak memiliki paradigma politik yang kokoh karena mendewakan Jokowi dengan alasan pribadi.
"Akhirnya Jokowi menjadi magnet politik yang justru dibentuk oleh keterpukauan mereka sendiri," kata Hajriyanto, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Seperti diketahui, nama Gubernur DKI Jakarta itu terus melambung dan dikaitkan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden periode 2014-2019. Jokowi dianggap mampu menjaring suara pemilih nasional, khususnya bila pemilihan umum digelar saat ini. Oleh karena itu, berbagai tokoh politik, baik secara tersirat maupun tersurat, mengungkapkan ketertarikannya untuk berdampingan dengan mantan Walikota Solo itu.
Dalam berbagai hasil jajak pendapat yang dilakukan sejumlah lembaga survei, nama Jokowi berada dalam posisi teratas. Beberapa nama tokoh politik nasional yang digadang-gadang akan maju sebagai calon presiden justru masih berada di bawah Jokowi. Akan tetapi, Jokowi belum menyatakan kesiapannya maju sebagai calon presiden. Partai pengusungnya, PDI Perjuangan juga belum membuat keputusan karena menunggu hasil pemilihan legislatif dan menyerahkan semuanya kepada Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan.


Sumber :
kompas.com

Mungkinkah Jokowi-Pramono Edhie terwujud di 2014?

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melakukan survei untuk mengukur pasangan capres yang pas maju pada Pilpres 2014 nanti. Dalam survei itu, salah satu strateginya memasangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dengan Pramono Edhie Wibowo, bekas KASAD, adik ipar Presiden SBY.
Hasilnya, pasangan Jokowi-Pramono Edhie meraih posisi memuaskan bila dibanding skenario pasangan calon lain, misalnya pasangan Megawati-Jusuf Kalla, Prabowo-Hatta dan Aburizal Bakrie-Mahfudz. Lalu, mungkinkah pasangan Jokowi-Pramono Edhie bakal terwujud?
"Itu tipis sekali, terlalu awal memasangkan mereka. Dan menurut saya itu (memasangkan Jokowi-Pramono Edhie) tidak terlalu penting. Pramono Edhie itu bukan variable penentu. Kuncinya sekarang di PDIP dan Ibu Mega," kata Pengamat Politik Hanta Yudha kepada merdeka.com, Selasa malam (23/7/2013).
Hanta menjelaskan, sekarang ini kalau bicara Jokowi, siapapun pasangannya tidak terlalu penting. Jokowi dipasangkan dengan siapapun tidak masalah. Bagi Jokowi yang penting itu dukungan partai politik. Kalau suara PDIP nanti tidak mencapai 20 persen, pilihannya koalisi antarpartai.
Misalnya PDIP bisa menggandeng calon partai lain, bisa dengan Gerindra dan Prabowo, Demokrat ada Pramono Edhie, Golkar ada Aburizal Bakrie dan PAN ada Hatta Rajasa. "Sekarang PDIP dan Jokowi paling siap. Bisa menggandeng siapa saja," terangnya.
Di internal PDIP, lanjut Hanta, kabarnya sudah ada faksi-faksi yang menjodohkan Jokowi dengan beberapa nama capres lain. Mereka tentu sudah menjalin komunikasi politik dengan Gerindra, Golkar, PAN atau Demokrat. Bahkan ada juga yang menjalin komunikasi politik dengan Hary Tanoesoedibjo untuk dijadikan capres, bila Wiranto batal diusung.
"Di twitter, ada yang menyebut Gubernur Sulsel, kemudian Hatta Rajasa. Atau dengan Hari Tanoe. Banyak pilihan bagi PDIP dan jokowi, pekerjaan PDIP itu memutuskan, apakah Jokowi atau Megawati yang maju," ujarnya.
Mungkin apa tidak Jokowi nyapres dari partai lain? Hanta melihat peluang itu sangat kecil sekali. "Saya melihat Jokowi itu politisi loyal, baik terhadap PDIP atau Megawati. Saya tidak melihat Jokowi punya keberanian meloncat ke partai lain."
Bila hal itu dilakukan Jokowi, pertama persepsi publik juga tidak baik terhadapnya. Justru itu nanti akan menjatuhkan nama Jokowi sendiri karena persepsi publik jadi buruk.
"Menurut saya solusinya PDIP komunikasi saja yang baik dengan Jokowi. Tunjukan Jokowi sukses jadi gubernur DKI. Karena elektabilitasnya baik," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, dokumen hasil survei internal PDIP menguji empat skenario buat Jokowi menghadapi pemilihan presiden tahun depan. Jajak pendapat digelar 3-15 Mei lalu ini melibatkan 1.500 responden di 33 provinsi.
Merdeka.com memperoleh dokumen laporan survei berjudul Trajektori Politik 2014 dari seorang sumber mengaku dekat dengan Jokowi.
Skenario pertama, PDIP menyorongkan ketua umum Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla. Hasilnya, pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang dengan raihan dukungan 35,2 persen. Sedangkan Megawati-Kalla meraup 25,3 persen, disusul Aburizal Bakrie-Mahfud dengan 18,3 persen.
Menurut skenario kedua, Jokowi maju berduet dengan Pramono Edhi Wibowo, adik ipar presiden. Hasilnya memuaskan. Pasangan ini unggul setelah meraup 34,0 persen dukungan, disusul Prabowo-Hatta (30,0 persen), dan Aburizal-Mahfud (16,3 persen).
Survei juga menjajal posisi Jokowi sebagai kandidat wakil presiden. Hasilnya jeblok meski dia dipasangkan dengan Megawati. Pasangan Prabowo-Hatta menang dengan sokongan 33,4 persen, dibuntuti Megawati-Jokowi (29,9 persen), dan Aburizal-Mahfud (17,3 persen). Perolehan tidak menyenangkan juga terjadi kalau Jokowi menjadi wakil dari Puan Maharani.
Skenario lain adalah Jokowi keluar dari PDIP dan bertarung melawan Megawati. Dia dipasangkan dengan Pramono Edhi Wibowo. Pasangan ini unggul dengan 36,1 persen suara, disusul Prabowo-Hatta (30,5 persen), dan Megawati-Jusuf Kalla (15,2 persen).


Sumber :
merdeka.com

Waketum Golkar: Ical Serius Jajaki Duet dengan Jokowi

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad mengungkap fakta politik mengejutkan. Ternyata capres Golkar Aburizal Bakrie (Ical) serius menjajaki kemungkinan duet dengan Gubernur DKI dari PDIP, Joko Widodo (Jokowi) yang elektabilitasnya sedang naik daun.
Fadel membenarkan Ketua Umum Golkar tersebut menjalin komunikasi dengan Jokowi. Sejumlah pertemuan pun telah digelar.
"Ya betul, ada penjajakan Pilpres dengan Jokowi," kata Fadel kepada detikcom, Rabu (24/7/2013).
Penjajakan akan terus dilakukan. Kepastian duet Ical-Jokowi akan ditentukan setelah Pemilu Legislatif.
"Kita akan lihat hasil Pemilu. Duet dengan Jokowi salah satu kemungkinan paling potensial," kata Fadel.
Ical memang telah bicara soal cawapres yang diidam-idamkannya. Dia menyebut cawapres pendampingnya diharapkan berasal dari Pulau Jawa.
"Mungkin orang Jawa atau Sunda tapi dari Pulau Jawa," jelas Ical yang kini mulai populer dengan panggilan ARB usai acara buka puasa bersama di Universitas Bakrie di Kuningan, Jakarta, Selasa (23/7/2013).
Ical juga tak menampik sering bertemu Jokowi. Namun Ical tak mau merinci isi pertemuan tesebut.
"Saya sudah ketemu sebagai Gubernur," katanya.


Sumber :
detik.com

PDIP: Tuhan Memberikan Rahmat kepada Jokowi

Kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) terus bersinar. Tak heran bila banyak pihak yang menggadang-gadang agar Jokowi maju sebagai calon presiden 2014. Bahkan, tak sedikit yang ingin berpasangkan dengan Jokowi pada Pilpres 2014, seperti Capres Golkar Aburizal Bakrie, Capres Gerindra Prabowo Subianto, dan Hatta Rajasa.
Menanggapi hal itu, Wakil Sekretaris DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, menilai bahwa banyaknya orang yang ingin berbasangan dengan Jokowi tak terlepas karena kefenomenalannya.
“Figur Jokowi akhir-akhir ini memang cukup fenomenal. Tuhan telah memberikan rahmat luar biasa kepada Jokowi sehingga dia begitu disukai rakyat dan menjadi media darling. Untuk itu, sebagai parpol tempat Jokowi dibesarkan kami ucapkan terima kasih atas apresiasi kepada berbagai pihak yang telah memnerikan dukungan kepada Jokowi,” jelas dia, Rabu (24/7/2013).
Dia tak heran bila banyak pihak dengan berbagai motif ingin berbasangan dengan Jokowi demi menumpang popularitas semata. Bahkan, kata dia, ada juga yang memiliki motif menjebak Jokowi agar tak konsentrasi dengan tugas yang diembannya.
“Fenomena Jokowi ini, akhirnya punya berbagai implikasi, antara lain, ada pihak-pihak yang mendompleng popularitas Jokowi, dengan berbagai macam motif,” jelas Anggota Komisi III DPR-RI.
Partainya lanjut dia, terus memonitoring penggadangan Jokowi untuk maju sebagai capres atau pinangan calon lain. “Kami akan terus memonitor dan mencermati perkemnbangan dan dinamika politik terkait pencapresan ini,” imbuhnya.
Basarah menegaskan bila PDIP sama sekali belum pernah membicarakan siapa capres yang akan diusung pada Pilpres nanti. “Namun demikian, sejauh ini masih jauh bagi PDI Perjuangan untuk mengambil keputusan tentang siapa yang akan diusung sebagai Capres atau Cawapres. Keputusan tentang siapa Capres/Cawapres dari PDI Perjuangan akan diputuskan Ketua Umum PDIP pada waktu yang dianggap sudah tepat dan strategis,” pungkasnya.


Sumber :
okezone.com