Jumat, 05 Juli 2013

Pilpres 2014, Megawati Dorong Jokowi Jadi Capres?

Popularitas Joko Widodo tak terbendung. Setidaknya itu hasil survei elektabilitas calon presiden 2014 dari berbagai lembaga survei. Pria asal Surakarta itu selalu nangkring di posisi puncak. Tokoh-tokoh nasional, bahkan pimpinan partai berkuasa dibuat takluk dengan elektabilitasnya.
Tak ayal, sejumlah partai berusaha meminang pria yang biasa disapa Jokowi itu. Salah satu ketertarikan terlontar dari Ketua Umum PPP Suryadharma Ali yang mengatakan partainya sedang memantau nama-nama calon presiden untuk diusung dalam Pilpres 2014. Salah satu nama yang dipantau ialah Jokowi, yang saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Selain mencatat tingginya elektabilitas Jokowi, sejumlah survei juga menyatakan Pemilu Presiden 2014 jadi kesempatan besar Jokowi untuk meraih suara tertinggi, bahkan untuk partainya, PDIP. Menurut survei-survei itu, saat ini Jokowi tengah memiliki kekuatan persepsi atau opini publik sehingga memiliki dukungan tinggi.
Namun, Jokowi belum menyatakan bersedia menjadi Capres 2014. Dia berkali-kali menampik desakan dan ajakan itu. Akan tetapi, Wakil Sekretaris Jendral PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan hal lain.
Menurutnya, keputusan siapa calon yang akan diusung PDIP dalam Pemilihan Presiden 2014, berdasarkan Rakernas 2012, adalah hak mutlak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Tunggu Bu Mega keputusannya," kata Basarah di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2013).
"Rakernas pertama (keputusan) diberikan kepada Bu Mega untuk memutuskan termasuk mengumumkan Capres atau Cawapres," imbuh dia.
Apakah Jokowi berpeluang maju sebagai calon Presiden? "Hal itu, diserahkan kepada kebijakan Bu Mega," tegas Basarah.
Sebagai kader PDIP, Jokowi pun menyerahkan sepenuhnya Megawati. Apapun keputusannya. Pilpres 2014 tinggal 1 tahun lagi. Lalu, apakah Jokowi akan meninggalkan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan maju menuju pertarungan RI 1?


Sumber :
liputan6.com

Demokrat Mulai Lirik Jokowi

Partai Demokrat ternyata memperhatikan elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden 2014 mendatang. Bahkan, Partai Demokrat mulai melirik Jokowi untuk ikut konvensi capres.
Wasekjen Partai Demokrat, Andi Nurpati mengatakan ada kader di Partai Demokrat yang tengah melakukan komunikasi dengan Jokowi yang notabene kader Partai Demokrasi Indonesia  Perjuangan (PDIP) untuk mengikuti konvensi Capres Partai Demokrat.
"Sebetulnya memang ada oknum di Partai Demokrat yang melakukan komunikasi dengan Jokowi," katanya saat ditemui di kantor KPU, Jakarta, Jumat (5/7/2013).
Namun, Andi memastikan komunikasi yang dibuka dengan Jokowi merupakan inisiatif sendiri dan bukan perintah dari Partai demokrat. Andi juga mengaku belum mengetahui respon Jokowi atas komunikasi yang dilakukan.
"Kita menunggu saja (respon Jokowi). Ini kan inisiatif personal dari kader partai Demokrat," tukas Mantan Anggota KPU itu.
Andi juga mengatakan, Partai Demokrat tidak menutup kemungkinan untuk berkoalisi dengan PDI-P yang selama ini menjadi oposisi. Pasalnya, dalam politik itu bisa berubah dan bersifat dinamis.
"Yang jelas kan PDIP dan Demokrat juga belum punya calon, jadi kan kita lihat saja kans-nya, karena secara politik kan bisa saja berubah. Kita akan lihat hasil pileg (pemilu legislatif) terlebih dahulu, setelah itu baru ada keputusan," ujar Andi.


Sumber :
metrotvnews.com

Gerindra Tak Akan Halangi Pencapresan Jokowi

Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) harus mengantongi izin dari DPRD DKI jika ingin nyapres. Meski tak menghalangi, tapi Fraksi Gerindra DPRD DKI berharap Jokowi menyelesaikan tugas dulu di DKI sebelum nyapres.
"Kalau menurut saya, ini menurut pemikiran kami, bicara soal capres Jokowi, kami merasa amanah Jakarta belum dijalani dengan baik, jalanin dulu lah dengan baik, kalau sudah selesai, baru (nyapres). Tapi itu kan tergantung pribadinya Pak Gub (Jokowi). Selesaikanlah tugasnya dulu. Itu pemikiran kita," kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI, M. Sanusi, kepada detikcom di Kantor DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2013).
Namun kalau Jokowi tetap mau nyapres tentu saja ada mekanisme yang harus ditempuh. Lobi-lobi politik harus ditempuh Jokowi bersama partai pendukung untuk memuluskan pencapresan.
"Itu kan normatif, secara UU, khusus untuk ibukota DKI, gubernur yang menjadi capres memang wajib mengundurkan diri. Itu hanya ada di Jakarta saja, di daerah lain kan tidak seperti itu. Nah, suratnya harus disetujui oleh dewan. Disetujui apa enggak itu kan lobi politik, hanya masalah komunikasi politik saja," katanya.
Saat Jokowi sudah bulat tekad nyapres, Gerindra tak akan menghalangi. Karena setiap orang punya hak konstitusional untuk memilih dan dipilih.
"Kalau memang mau maju ya mau diapain lagi," ujar Sanusi.


Sumber :
detik.com

Golkar Juga Menunggu "Anggukan" Jokowi

Partai Golkar kini tengah menggodok sejumlah nama kandidat calon wakil presiden yang akan disandingkan dengan capres dan juga ketua umum partai ini, Aburizal “Ical” Bakrie. Sejumlah nama muncul, seperti Pramono Edhie Wibowo, Mahfud MD, Dahlan Iskan, dan Joko Widodo. Namun, dari semua kandidat yang ada, Golkar lebih menunggu persetujuan dari Jokowi.
“Sebenarnya kami menunggu anggukan kepalanya Jokowi,” ujar Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo saat ditanyakan tentang peluang para kandidat cawapres itu dipilih Ical, Jumat (4/7/2013).
Tingkat elektabilitas Jokowi yang melejit di sejumlah survei membuat Partai Golkar tertarik terhadap Gubernur DKI Jakarta ini. Bambang pun menilai pasangan Ical-Jokowi menjadi duet yang sangat serasi.
“Kalau Pak Ical dipasangkan dengan Jokowi sangat serasi karena dua-duanya adalah tipe pekerja keras,” ucap Bambang.
Untuk merealisasikan duet ini, Bambang mengaku, partainya sudah berusaha melakukan lobi informal dan non-struktural dengan Jokowi. Namun, Jokowi belum menyatakan kesanggupannya. Di lain pihak, Bambang juga mengatakan komunikasi Partai Golkar dengan PDI Perjuangan tetap intens.


“Lobi dengan PDI Perjuangan kami tetap intens. Justru sangat baik kalau 2014 mendatang PDI Perjuangan berjalan bergandengan tangan dengan Golkar untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa, seperti kesejahteraan yang tertunda dan masalah-masalah hukum yang tidak tuntas,” imbuh.

Pramono Edhie masih wacana
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan, terkait beredarnya nama Pramono Edhie Wibowo, mantan Kepala Staf Angkatan Darat yang kini menjadi Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat yang sempat disebut politisi Golkar sebagai kandidat cawapres bagi Ical.
“Itu (Pramono Edhie) pun baru wacana. Belum diputuskan, baru window shopping,” ucap Bambang.
Anggota Komisi III DPR ini mengungkapkan, faktor nama Pramono masuk dalam bursa kandidat cawapres bagi Ical lebih dikarenakan latar belakang adik ipar dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Pramono dianggap bisa menguatkan pencalonan Ical dari segi kultur pemilih yang lebih suka dengan duet sipil-militer. Selain itu, Pramono juga memiliki darah Jawa sehingga bisa melengkapi pencalonan Ical yang berdarah Sumatera.


Sumber :
komas.com

PDIP Minta DPRD DKI Tak Halangi Pencapresan Jokowi

PDIP memang belum memutuskan Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres. Namun PDIP berharap DPRD DKI tak akan usil jika PDIP akhirnya mendukung pencapresan Jokowi.
"Dulu dari Wali Kota Solo Pak Jokowi maju didukung dan jadi kebanggaan rakyat Solo. Artinya aturan itu dibuat untuk dihormati tapi aturan kan kan harus merespons juga harapan publik," kata Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait, kepada detikcom, Jumat (5/7/2013).
Namun dia memahami jika saat ini ada resistensi di DPRD DKI. Misalnya pernyataan Ketua DPRD DKI Ferriyal Sofyan bahwa Jokowi tak bisa nyapres tanpa persetujuan DPRD DKI.
"Mungkin Ketua DPRD DKI-nya terlalu sayang sama Pak Jokowi. Artinya tiap orang punya pandangan dan Pilpres masih jauh," katanya.
Menjelang Pemilu 2014, nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) santer disebut sebagai calon presiden. Namun sebelum ikut bursa capres, Jokowi harus mendapatkan persetujuan mundur dari DPRD DKI Jakarta.
"Dia (Jokowi) nggak apa-apa kalau mau nyapres, bisa saja. Tapi kalau DPRD tidak menyetujui, KPU tidak bisa menetapkan dia sebagai capres," ujar Ketua DPRD DKI Ferriyal Sofyan di Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2013).
Ferriyal menjelaskan, dalam aturan baku, mundurnya Gubernur atau Wakil Gubernur harus mendapatkan persetujuan dari DPRD. Dia pun mencotonhkan mundurnya Wakil Gubernur DKI Prijanto periode lalu. DPRD tidak menyetujui, akhirnya Prijanto masih tetap mengemban jabatannya hingga akhir periode.


Sumber :
detik.com

Jokowi-Basuki Copot Kepala Rusun Marunda

Kepala Unit Pelaksana Teknis Rumah Susun Sederhana Sewa Marunda, Jakarta Utara, Jati Waluyo, dicopot dari jabatannya.
"Itu hanya mutasi biasa, hanya dimutasi," ujar Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Jonathan Pasodung saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (5/7/2013).
Jonathan tidak banyak berkomentar mengenai alasan mutasi terhadap Jati Waluyo dari jabatannya. Menurutnya, kinerja Jati bagus. "Pemindahan pejabat dari satu tempat ke tempat lain kan sesuai tuntutan dan pelayanan organisasi," ujar Jonathan.
Jonathan menyebutkan, mutasi jabatan tersebut telah berdasarkan prosedur yang benar. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah menyetujui mutasi tersebut.
"Semua yang ada di sini kan instruksi Gubernur dan Pak Wagub. Prosedur yang biasa," katanya.


Sumber :
kompas.com

Jokowi Sesalkan Ada Warga Miskin Tak Dapat BLSM

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menyesalkan data Badan Pusat Statistik yang kurang akurat tentang warga miskin. Akibatnya, banyak warga miskin yang tidak menerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM atau balsem).
"Enggak tahu kenapa gitu. Datanya BPS gimana sih, kayak enggak tahu saja," ujar Jokowi saat hendak beranjak dari kantornya, Jumat (5/7/2013).
Meski demikian, Jokowi enggan berbicara terlalu jauh tentang hal tersebut karena merasa itu bukan wewenangnya. Ia memilih melakukan "operasi diam-diam" dengan memberikan bantuan ke sejumlah warga miskin yang tak tersentuh BLSM.
"Kok tahu saya kasih? Orang saya enggak ke sana juga, kan? Ya, kemarin saya kirim," kata Jokowi tentang bantuan uang yang ia berikan kepada Isroni alias Yoyon (62), warga miskin di Pecenongan, Jakarta Pusat.
Jokowi mengaku tak hapal jumlah warga miskin yang sudah ia bantu. Yang terakhir ia tahu, ia memberikannya kepada Yoyon dan seorang pria yang mengidap penyakit meningitis di Jakarta Barat. Jokowi mengaku tidak memiliki maksud apa-apa atas pemberian "bantuan langsung Jokowi" itu.
"Atas dasar apa, ya? Ya, dia harusnya dapat, kok malah enggak dapat. Itu saja," katanya.
Dua hari lalu seorang ajudan Jokowi mengunjungi rumah Isroni atau Yoyon (62) yang tinggal di gubuk reyot di Jalan Kingkit I No 20, RT 09/RW 04, Pecenongan, Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat. Melalui ajudannya, Jokowi memberikan uang sebesar Rp 600.000.
Yoyon yang tinggal hanya beberapa ratus meter dari Istana Presiden tidak mendapat BLSM. Padahal, sehari-hari janda miskin itu hidup dengan mengandalkan bantuan tetangganya. Dua tahun lalu, ia masuk dalam daftar penerima bantuan langsung tunai (BLT). Entah bagaimana, namanya kini tidak ada dalam daftar penerima BLSM. Padahal, Yoyon masih tergolong miskin.

Sumber :
kompas.com

Jokowi: Biar Masyarakat Yang Desak DPRD

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa keputusan soal kenaikan tarif angkutan umum ada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Menurut Jokowi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah menyerahkan hasil keputusan kenaikan tarif angkutan sehari setelah keputusan kenaikan harga BBM.
"Jadi jangan tanya saya kapan akan diputuskan. Tanya Dewan," kata Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Jumat.
Dia menyebutkan pihak Pemprov tidak memilik hak untuk mendesak DPRD DKI Jakarta untuk segera memutuskan kenaikan tarif angkutan umum di Jakarta.
"Biar masyarakat saja yang mendesak," katanya.
Dia menyebutkan bahwa perhitungan yang diberikan kepada dewan juga sudah memasukkan perhitungan dari pihak masyarakat yang akan menggunakan jasa angkutan. Jokowi memberikan contoh bahwa perhitungan yang diberikan Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta sebesar 80 persen.
"Tapi kami hanya menaikkan 40 persen saja. Itu kan kami sudah melakukan perhitungan," katanya.
Sebelumnya, keputusan DPRD DKI Jakarta masih menunggu perbaikan perhitungan dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Menurut dewan, perhitungan yang diajukan beberapa hari yang lalu masih belum memasukkan perhitungan sisi masyarakat serta kenaikan transportasi penyebrangan.
Jokowi memutuskan bahwa kenaikan tarif angkutan kecil dari Rp2.500 menjadi Rp3.000. Sedangkan tarif angkutan sedang dan besar reguler naik dari harga Rp2.000 menjadi Rp3.000.
Meski kenaikan tarif belum diputuskan oleh DPRD DKI Jakarta, namun sudah ada beberapa trayek perjalanan yang memberlakukan kenaikan tarif. Jokowi menyebutkan hal ini melanggar peraturan.
"Ya tetap enggak boleh. Kan harus ada aturannya," kata Jokowi. 



Sumber :
antaranews.com

Jokowi Diprediksi Raih 60% Suara di Pilpres

Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) diprediksi terus melonjak. Jika nyapres, Jokowi diprediksi bisa menyamai rekor SBY, meraih 60% suara di Pilpres.
"Jokowi bisa menang 60 persen tapi PDIP belum tentu merebut suara sama sebesar Jokowi dan bisa seperti Partai Demokrat hanya 25 persen," prediksi pengamat ekonomi politik, Christianto Wibisono, dalam diskusi 'Anatomi Kepresidenan RI 1-7 ' di Gedung Nyi Ageng Serang, Jl HR Rasuna Said Kav C-22, Jakarta, Jumat (5/6/2013).
Jokowi dikategorikan capres di luar dinasti yang punya peluang menang di Pilpres 2014. Tentu saja jika Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri legowo menyerahkan tiket Pilpres 2014 ke Jokowi.
"Capres di luar dinasti, kecuali Jokowi belum mempunyai rating elektabilitas yang mengesankan," tuturnya.
Diskusi yang diprakarsai oleh Institute Kepresidenan Indonesia tersebut juga membedah kelebihan dan kelemahan presiden Soekarno hingga SBY, termasuk para capres yang namanya sudah muncul dan siap berlaga pada Pemilu 2014. Menurut Christianto, capres 2014 harus mempunyai kepemimpinan kuat ke dalam maupun ke luar negeri.
"Bahwa presiden yang ideal adalah yang memenuhi kompetensi memimpin RI serta memenuhi karakter utama negarawan unggulan. Tapi realitas kandidat hanya memberi pilihan dari lima dinasti presiden RI dan sedikit calon alternatif non dinasti yang berpotensi menjadi capres ketujuh," katanya.
Christianto membeberkan keunggulan yang harus dimiliki presiden setelah SBY. Capres ketujuh nantinya diharapkan memiliki karakter negarawan yang asertif, bersih, cerdas, tidak munafik dan tegas dalam memutuskan kebijakan yang menghormati moral etika trias politika dan supremasi hukum.
"Kedua, capres tersebut harus memiliki karakter pemersatu dalam mengkapitalisasi pluralisme sebagai aset secara meritokrasi, konstruktif dan kreatif. Ketiga, karakter pemimpin untuk dalam satu generasi mewujudkan visi dan misi Indonesia negara. Keempat, sedunia dalam kualitas substansial bukan sekadar kuantitas numerik," ungkapnya.


Sumber :
detik.com

Diam-diam Jokowi Akan Survei Lurah-Camat Baru

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan melakukan survei secara diam-diam untuk menilai kinerja lurah dan camat yang baru dilantik pada Kamis (27/6/2013) lalu. Survei itu untuk memastikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.
"Nanti itu disurvei diam-diam setelah berjalan. Camat dan lurah baru berapa hari kerja, kok," ujar Jokowi di Balaikota Jakarta, Jumat (5/7/2013).
Karena sifatnya rahasia, Jokowi tidak akan mengumumkan kapan akan melakukan survei pelayanan lurah dan camat tersebut. Jokowi ingin mendapatkan fakta yang nyata dari warga terkait pelayanan lurah dan camat yang baru.
Yang pasti, kata Jokowi, survei itu dilakukan oleh lembaga non-pemerintah atau independen yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Provinsi DKI. Target dari survei ini adalah warga Ibu Kota.
"Menanyakan langsung, 'Kamu puas apa enggak dilayani di kelurahan atau kecamatan?'," ujarnya.
Jokowi menambahkan, dengan dorongan itu, tidak ada lagi lurah dan camat yang mengatakan bahwa suatu masalah di wilayahnya bukan tugas pokok dan fungsinya, seperti yang terjadi dulu.
Lurah dan camat baru itu ditunjuk berdasarkan hasil seleksi dan promosi terbuka atau lelang jabatan sejak tiga bulan lalu. Dari seribuan calon peserta lelang jabatan, terpilih 415 orang camat dan lurah yang dilantik pekan lalu.


Sumber :
kompas.com

Jokowi Tak Terbendung, PDIP Tunggu Keputusan Mega

Elektabilitas Jokowi yang melejit luar biasa tak membuat PDIP buru-buru menasbihkan mantan Wali Kota Solo itu sebagai capres. PDIP masih sabar menunggu keputusan Megawati.
"Kita serahkan sepenuhnya keputusan pencapresan kepada kebijakan dan kearifan Bu Megawati," kata Wasekjen PDIP, Ahmad Basarah, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2013).
Basarah menegaskan pencapresan PDIP belum dibahas di internal partai banteng itu. PDIP masih menunggu titah Megawati, meskipun elektabilitas Jokowi kian melejit mengungguli capres potensial sekelas Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, dan Mega sendiri.
"Pencapresan kita tunggu keputusan Bu Mega, termasuk kapan capres dan cawapres akan diumumkan secara resmi sebagai pasangan calon dari PDIP," ujarnya.
Berdasarkan survei terakhir yang dilakukan LIPI, elektabilitas Jokowi memang berada di atas calon lain. Jokowi bahkan unggul jauh atas capres Gerindra Prabowo Subianto. Namun hingga kini belum ada keputusan, baik dari PDIP dan Jokowi, mengenai kemungkinan suami Iriana itu akan berlaga di Pilpres 2014.
Jokowi sendiri selama ini selalu berkilah jika ditanya peluangnya nyapres. Dia kerap menggunakan kalimat 'nggak mikir' atau 'tanya Bu Mega' setiap kali ditanya soal kemungkinan nyapres di 2014.


Sumber :
detik.com

Jokowi Soal Kenaikan Tarif Angkutan Umum: Bukan Kita yang Ngikutin Pengusaha

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan masukan kepada DPRD DKI Jakarta untuk menentukan besaran kenaikan tarif angkutan umum di Jakarta. Jokowi membantah 'disetir' oleh pengusaha dalam menentukan tarif.
Sarjana Kehutanan UGM ini menjelaskan sebelum menyerahkan masukan ke DPRD DKI, pihaknya telah melakukan perhitungan besaran kenaikan tarif dengan pengusaha angkutan umum yang tergabung dalam Organda. Keputusan diambil berdasarkan dengan kesepakatan bersama yang berpatokan pada kepentingan masyarakat.
"Kemarin itungannya sudah saya sampaikan kan, Organda ada yang sampai 80%, ada yang minta 60%. Kita sudah fight di dalam rapat gitu loh, bukan kita ngikutin Organda minta 80% jadinya 80%, minta 60% jadinya 60% jugs, tidak seperti itu," ujar Jokowi di Balaikota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2013).
"Jadi kita sudah punya hitung-hitungannya. Organda juga punya, kemudian diambil jalan yang paling baik untuk masyarakat di dalam rapat itu. Bukan kita ngikutin pengusaha," ujar dia.
DPRD DKI Jakarta hingga kini belum memutuskan berapa besaran tarif kenaikan angkutan umum di Jakarta. Jokowi menyerahkan kepada masyarakat untuk bertanya langsung ke DPRD DKI.
"Biar yang mendesak masyarakat. Dulukan dari itu suratnya langsung kita kirim ke sana, agar cepat keluar, sehingga di lapangan tidak terjadi (kenaikan tarif angkot sepihak)," kata Jokowi.
Jokowi berharap para pengusaha angkutan umum tidak menaikkan tarif secara sepihak sebelum diputuskan oleh DPRD DKI dan dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda). "Memang harus ada aturannya dulu, baru keluar (tarif barunya)," ungkapnya.


Sumber :
detik.com

Jokowi dan Motivasi bagi Para "Pemegang Kunci" Ibu Kota

Wajahnya berbinar. Kedua tangannya membopong kardus warna coklat. Di halaman kantor Unit Pengelola Teknis Peralatan dan Perbekalan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Jalan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Mukandar (57) tak bisa menutupi kegembiraannya, Kamis (4/7/2013) petang.
Penjaga Pintu Air Kramatjati, Jakarta Timur, itu bergegas menuju sepeda motornya di tempat parkir. Kardus berisi aneka bahan kebutuhan pokok itu dia tutup dengan plastik agar terlindung dari guyuran hujan.
Seperti Mukandar, sukacita juga tampak di wajah tenaga honorer penjaga pintu air dan penyaring sampah Dinas PU DKI Jakarta sore itu. Selain bertatap muka dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, 545 petugas juga diundang untuk mengambil sumbangan bahan pangan.
Kotak coklat itu bertuliskan "Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1434 H". Isinya, antara lain, minyak goreng, sirup, kue kering, dan gula. Hal ini merupakan rutinitas tahunan. Namun, bagi Mukandar, pembagian kali ini terasa istimewa.
"Saya menerimanya langsung dari Pak Jokowi. Tadi salaman dan menyapanya dari dekat. Enam tahun jadi penjaga pintu, baru kali ini bertemu Gubernur," kata Mukandar.
Suasana ruangan tempat acara itu digelar terasa hangat dan guyub. Tak ada sekat antara pejabat dan petugas lapangan. Para penjaga pintu air itu dengan ceria dan terbuka menyampaikan perasaannya.
Salah satu petugas pintu air membuka dialog dengan menyampaikan dukungannya kepada Jokowi. "Saya selalu siaga di rumah pompa. Penuh sukacita mengemban amanat. Semoga kami lebih dapat perhatian," ujarnya.
Sebelum bertemu Jokowi, mereka dihibur pentas musik dangdut. Beberapa "melantai", berjoget bareng penyanyi.
Aneka celotehan dilontarkan beberapa petugas kepada Jokowi. Ada yang meminta uang lembur khusus bagi penyaring sampah, meminta perhatian untuk penanganan sampah di kali, dan minta diangkat jadi pegawai negeri sipil. Ada pula yang blakblakan minta tunjangan hari raya (THR).
"Pak, THR, Pak!" celoteh salah satu dari mereka yang segera disambut tawa meriah.
”Kok, THR, ini urusan pompa dulu,” jawab Jokowi yang juga disambut tawa.
”Kerja dulu yang benar. Jangan terlambat lapor dan atasi masalah. Sebab, hanya dalam hitungan menit atau jam, keterlambatan bisa memicu banjir,” kata Jokowi.
Ada dua hal yang disampaikan Jokowi. Pertama, terkait peran petugas di lapangan. ”Saudara ini kunci. Banyak yang tidak melihat dan merasakan betapa pentingnya saudara bagi Jakarta. Jangan teledor,” kata Jokowi memotivasi petugas.
Kedua, terkait perawatan dan pemeliharaan pompa. ”Jika ada yang rusak, segera lapor ke atasan. Jika tak ada reaksi, lapor saja ke atasannya lagi. Jika tetap tak ada tindakan atau solusi, lapor langsung ke Gubernur,” lanjut Jokowi.
Sore itu, Jokowi berulang memotivasi petugas. Dia menuntut tanggung jawab penuh dari petugas. Dia tak ingin peran kunci itu dilaksanakan dengan main-main. Soal perbaikan kesejahteraan, lanjut Jokowi, dia mengaku sudah membicarakannya dengan pejabat dinas terkait.


Sumber :
kompas.com

Golkar: Sekarang Tahun Keberuntungan Jokowi, Tahun Depan Bisa Berubah

Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tak terbendung, ia terus memuncaki survei capres. Bagi elite Golkar, tahun 2013 adalah tahun keberuntungan bagi Jokowi.
"Dalam beberapa survei Jokowi memang memiliki popularitas, ketersukaan, dan elektabilitasnya sangat tinggi, bahkan tertinggi. Ya ini memang tahun keberuntungan Jokowi. Dalam terminologi Jawa, ini "tahun kabegjan" bagi Jokowi," kata Ketua DPP Golkar Hajriyanto Y Tohari kepada detikcom, Jumat (5/7/2013).
Menurut Hajri, sejak terpilih sebagai gubernur DKI Jokowi ibarat "kejugrugan gunung menyan": artinya, mendapatkan anugerah keberuntungan politik yang luar biasa. Jokowi dicintai, dipundi-pundi, dan digadang-gadang sebagai tumpuan harapan rakyat.
"Ya, kita ucapkan selamat kepadanya atas keberuntungan politik ini," kata Hajri.
Namun ia mengingatkan politik itu bidang kehidupan yang sangat cair. Gampang berubah. Tokoh yang tahun ini tidak terdengar, bisa saja tahun depan melejit ke atas bagaikan meteor. Tapi ada juga tokoh yang tahun ini dipuja-puji, tapi tahun depan tenggelam karena berbagai faktor dan variabel yang tidak mendukungnya.
"Singkatnya, politik itu sangat likuid. Kita lihat saja apakah di tahun ke depan mendatang ini Jokowi tetap menjadi melesat bak meteor atau terhenti," katanya.
Namun ia tak memungkiri Jokowi sudah berada di jalur kepemimpinan nasional yang lebar. Jokowi punya kesempatan besar dan sulit dibantah.
"Dalam politik tidak ada kamus khawatir. Dan Golkar tidak pernah khawatir dengan siapapun. Popularitas atau pesohor bukan segala-galanya," tandasnya.


Sumber :
detik.com

Elektabilitas Jokowi Tak Terbendung, Capres PDIP Belum Jelas

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) semakin kokoh memuncaki tangga survei capres. Namun sampai saat ini siapa capres yang akan diusung PDIP masih tanda tanya.
Berkaca pada survei terakhir yang disurvei LIPI, Jokowi kian moncer di survei capres. Hasil survei LIPI yang dirilis 27 Juni lalu menunjukkan Jokowi sebagai capres paling populer (22,6% responden), jauh di atas Prabowo Subianto (24,2%), Aburizal Bakrie (9,4%), bahkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (9,3%).
Namun demikian sampai saat ini PDIP belum memutuskan siapa capres yang akan diusung. PDIP memang memantau lonjakan elektabilitas Jokowi, namun tak mau gegabah cepat-cepat menunjuk Jokowi sebagai capres.
"Keputusan Bu Mega itu sama sekali tidak bisa diduga. Kita pun sebagai kadernya tidak bisa menebak," kata Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto.
Menurut sumber detikcom di internal PDIP, saat ini sejumlah skenario capres PDIP mulai dibahas. Meskipun Mega telah memberi isyarat tak lagi nyapres di 2014, masih banyak kader PDIP yang menginginkan Mega nyapres.
"Ada skenario Mega-Jokowi atau Mega-JK," kata sumber detikcom, Jumat (5/7/2013). Kabarnya JK yang masih mendapat cukup dukungan di Golkar terus menjalin komunikasi dengan Mega.
Sementara ada juga elite PDIP yang meyakini Mega akan merestui Jokowi menjadi capres PDIP di 2014. Mereka yakin Mega akan mengambil terobosan berani demi kemenangan PDIP di Pilpres 2014.
"Ada tanda-tanda Ibu (Mega) memberikan kesempatan ke Jokowi, tapi Pilpres masih jauh dan semua bisa berubah," kata sumber detikcom.
Pada akhirnya Mega yang paling berhak menentukan capres PDIP sesuai amanat Kongres PDIP di Bali, 2010 silam.


Sumber :
detik.com

Ex Relawan Busuk Jokowi-Ahok Mulai Cari Upeti

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mulai terusik dengan ulah relawannya yang pernah mendukung mereka pada Pilgub DKI Jakarta 2012 yang lalu. Menurut rumor yang santer beredar, para mantan relawan Jokowi-Ahok pada pilgub DKI Jakarta 2012 yang lalu, sekarang mulai beraksi menggerogoti Jokowi-Ahok dengan aksi mereka sebagai makelar proyek-proyek di pemprov DKI Jakarta.
Relawan busuk ini memanfaatkan nama pasangan Jokowi-Ahok untuk mengambil keuntungan pribadi menjadi makelar proyek Pemprov DKI Jakarta.
Modus relawan busuk ini adalah dengan melakukan pendekatan dengan PNS dengan iming-iming kenaikan jabatan yang diinginkannya asal menyetor sejumlah uang. Bahkan ada yang menjanjikan penunjukan langsung kepada pengusaha untuk proyek-proyek Jokowi. Semua itu dilakukan relawan dengan mencatut nama Jokowi-Ahok.
Ahok sendiri membenarkan praktik yang dilakukan para relawan busuk yang pernah mendukungnya dan mengakui namanya sering dicatut pihak tak bertanggung jawab itu untuk memalak para pengembang. Biasanya, mereka meminta sejumlah fasilitas pada pengembang.
"Ada sedikit, nggak sampai lima. Ada yang minta lahan ke pengembang, terus di Dinas Kebersihan, ada yang ngaku saya relawan Ahok tolong sumbang-sumbang, ada yang minta fasilitas Pemda. Minta macem-macem. Nggak sampai lima," ujar Ahok di Jakarta, Kamis (4/7/2013).
Bahkan Ahok menolak dengan tegas ketika ada mantan relawan Jokowi-Ahok pada Pilgub DKI Jakarta 2012 lalu meminta uang dan kantor di Balai Kota. "Enggak boleh lagi relawan-relawan yang buat onar. Makanya itu sejak awal kami tidak mau kasih uang, karena kalau kita kasih, semua datang minta. Kalau asli sudah kami usir dari awal, minta duit, ditolak minta kerja kami tolak. Pasti mereka udah males," kata Ahok.
Reaksi Jokowi tidak kalah keras terhadap makelar yang mengaku utusannya. Jokowi malah menyebut, hanya orang bodoh yang mau memakai jasa makelar proyek untuk mencari jabatan.
"Ya yang dimakelari itu siapa, yang bodoh ya yang mau dimakelari. Mengatasnamakan saya, makelari jabatan katanya, proyek. Proyek apa itu," kata Jokowi, Kamis (4/7/2013).


Sumber :
merdeka.com