Senin, 21 Januari 2013

Jokowi: Suasana Begini Jangan Tanya 100 Hari

Masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan memasuki ke-100 hari kerja memerintah Ibu Kota, Selasa (22/1/2013).
Menjelang 100 hari masa kerjanya, Jokowi diberi ujian hebat dengan bencana banjir yang menerjang Ibu Kota. Raut muka Jokowi yang khas selalu menebar senyum tampak berubah menjadi muka yang suntuk seakan penuh permasalahan Ibu Kota yang harus segera ia selesaikan.
Saat ditanya wartawan terkait kinerjanya selama 100 hari, Jokowi mengisyaratkan untuk enggan menjawabnya. Jakarta yang masih tanggap darurat menjadi alasan Jokowi untuk tidak mau memikirkan kinerja 100 hari masa kerjanya.
"Jangan tanya 100 hari. Sekarang ini suasana kaya begini kok masih ada yang tanya 100 hari," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Senin (21/1/2013).
Menurut Jokowi, apabila banjir tidak menerjang Ibu Kota, tentunya telah banyak program yang ia putuskan dan segera memulai pembangunannya. Contohnya, pembangunan dua transportasi massal berbasis rel, yaitu mass rapid transit (MRT) dan monorel.
Namun, karena banjir hebat yang menerjang Jakarta, saat ini Jokowi akan fokus untuk menyelesaikan permasalahan banjir dan segera menutupi segala kekurangan bagi pengungsi banjir.
"Kita saat ini masih berkonsentrasi mengurus banjir. MRT dan monorel kalau tidak ada banjir sudah saya putuskan kemarin dan sudah selesai semua kalkulasinya," kata Jokowi.
Namun, Jokowi mengaku masih tetap bersemangat untuk menjalani segala permasalahan multikompleks yang ada di Jakarta seraya menutupi segala permasalahan yang berkumpul menjadi satu di dalam pikirannya.
"Wajahnya kayak begini, dilihat dong wajah saya. Nih dilihat dong wajah saya, masih toh, he-he-he-he," ucap Jokowi seraya tertawa.
Ia juga menjamin tak ada yang berubah dari program-program prioritas yang telah ia ajukan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) DKI 2013. Namun menurutnya, hanya jadwalnya yang sedikit mundur karena bencana banjir tersebut.
"Semuanya tetap sesuai dengan perencanaan, hanya schedule-nya kita undur karena ada banjir ini," kata Jokowi.
Salah satu kegiatan yang ia undur waktunya adalah public hearing MRT yang sejatinya dilaksanakan pagi tadi pukul 10.00 WIB di Balai Agung Balaikota DKI dengan agenda mendengarkan pemaparan dari Direktur Utama PT MRT Jakarta Tribudi Rahardjo.
Dengan public hearing itu, maka semuanya akan terbuka, mulai dari kalkulasi pembiayaan dengan pemerintah pusat, harga tiket, hingga infrastruktur MRT.
Namun, agenda tersebut dibatalkan karena Jokowi hari ini mengunjungi Gedung DPR/MPR dan juga meninjau Stasiun Pompa Waduk Pluit.
"Sekali lagi, masak lagi ada banjir mau public hearing. Yang bener saja. Kita undur semuanya sampai kira-kira Jakarta menurut kalkulasi sudah aman, baru kita bicara yang lain. MRT ini tinggal mengumumkan saja, tapi dalam momen seperti ini ya enggak pas," kata Jokowi.

Sumber :
megapolitan.kompas.com

Jokowi bingung & pasrah dengan matinya 4 pompa di Waduk Pluit

Walaupun sudah dua hari tidak hujan, wilayah Penjaringan, Pluit Jakarta Utara masih terendam air. Penyebab air belum surut dikarenakan 4 pompa air di Stasiun Waduk Pluit tidak berfungsi.

Stasiun Waduk Pluit yang merupakan infrastruktur di bawah Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta ini memiliki total 7 unit pompa air. Pompa ini berfungsi sebagai penyedot air dari daratan untuk diteruskan dan dibuang ke laut.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tampak pasrah dengan matinya pompa-pompa stasiun tersebut. Hal ini tentu menyebabkan air di darat lama untuk surut.

"Yang gak jalan 4 pompa, kerendem. Ini kesulitan kita, kita sedot dari luar sulit," ujar Jokowi di Stasiun Waduk Pluit, Jakarta, Senin (21/1).

Saat ditanya solusi selanjutnya bagaimana dengan 4 pompa yang mati tersebut, Jokowi hanya geleng kepala pelan-pelan.

"Belum ngerti saya. Saya bayangkan pompanya kecil. Di sini butuh pompa yang gede sekali. Pompa ini kerendem. Semua dinamo, mesin, kerendem. Baru kejadian ini, banjir besar baru ini," kata Jokowi.

"Belum (solusinya), nanti saya rapatkan dulu. Belum ngerti jurusnya, nanti malam kita rapatkan," jelas Jokowi pelan.

Sedangkan menurut penjaga Stasiun Waduk Pluit, Joko mengatakan bahwa ketinggian air di kawasan Pluit sekitar 1,5 meter. Jika kondisi tidak hujan maka membutuhkan waktu selama enam hari.

"Ini tergantung hujan atau tidak. Kalau terang benderang, air gak naik dan gak pasang. Butuh 6 hari dengan ketinggian air 1,5 meter," terang Joko.

Joko menambahkan, jika cuaca bersahabat dan tidak turun hujan maka air di darat akan berkurang 15 hingga 20 cm per hari.

"Sehari 15-20 cm per hari air turun, kalau gak hujan," tegasnya.

Dengan naik perahu karet, Jokowi menyisir ke rumah-rumah penduduk. Selain itu, Jokowi juga memberikan bantuan berupa sembako, alat-alat sekolah seperti buku dan lain sebagainya.

Sumber :
merdeka.com

Jokowi: Kantor, Bank & Perumahan Nggak Punya Sumur Resapan Ditutup

Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) mengancam kantor, bank, dan perumahan di Jakarta yang tidak membangun sumur resapan. Jokowi akan menutup kantor, bank dan perumahan.

"Mau saya paksa semuanya, nggak kantor, nggak bank, nggak perumahan semuanya," ujar Jokowi di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2013). Jokowi hari ini mengajari cara membuat sumur resapan di areal Balai Kota.

Menurut Jokowi, nantinya akan ada audit bangunan bagi kantor, bank dan perumahan yang belum membangun sumur resapan. "Buat detik itu juga. Momentum ini sangat bagus sekali untuk memulai hal-hal yang benar dan meninggalkan hal-hal yang salah," kata pria asal Solo ini.

"Sanksinya apa?" tanya wartawan.

"Ditutup kalau nggak punya sumur resapan," jawab Jokowi.

Pantauan detikcom, saat ini sumur resapan di Balai Kota baru digali. Nantinya ada 8-9 sumur resapan yang dibangun dengan biaya Rp 4 juta per unit. Sumur serapan itu bisa bertahan hingga 300 tahun.


Sumber :
news.detik.com

Jokowi Diperlakukan Istimewa di DPR

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menjadi tamu istimewa di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah, Senin (21/1/2013).

Bagaimana tidak, baru pertama kali ke gedung parlemen, mantan Wali Kota Solo yang akrab disapa Jokowi itu langsung dijamu oleh semua pimpinan. Jokowi mendapat perlakuan istimewa dan terhormat dari semua pimpinan.

Pertama, Jokowi disambut Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufiq Kiemas di lantai 9 Nusantara III, Gedung DPR. Di sana, Jokowi juga diterima pimpinan MPR RI lainnya, seperti Leimena Suharli, Hajriyanto Tohari, dan Ahmad Farhan Hamid. Pertemuan, dengan pimpinan MPR itu dilakukan secara tertutup. "Mengatasi banjir harus bergotong-royong," ujar Kiemas.

Usai pertemuan sekira sejam dengan MPR, Jokowi melanjutkan pertemuan dengan Ketua DPR, Marzuki Alie. Taufiq Kiemas pun tak sungkan-sungkan menemani Jokowi menemui pimpinan DPR di lantai 3 Nusantara III.

Basa-basi sejenak tak lama kemudian Kiemas meninggalkan ruang pertemuan yang membahas soal solusi banjir Jakarta itu. Pertemuan dengan pimpinan DPR ini dilakukan secara terbuka. Di lantai 3 telah menunggu Ketua DPR Marzuki Alie, Wakil Ketua DPR Pramono Anung, Priyo Budi Santoso, dan Taufik Kurniawan.

Terakhir, Jokowi melakukan pertemuan dengan Ketua DPD Irman Gusman. Pertemuan tersebut juga dilakukan secara terbuka. Sejak terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi terus melakukan terobosan. Jokowi terus blusukan meninjau daerah Jakarta.

Sumber :
jakarta.okezone.com

Jokowi Setuju Ibu Kota Pindah, Asal...

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyetujui jika ibu kota dipindah dari Jakarta. Namun, pemindahan ini harus memenuhi sejumlah syarat. "Kalau memang sudah mentok dan kesulitan untuk mengatasi banjir, saya sangat setuju untuk dipindah," ujar Jokowi, dalam konferensi pers di MPR, Jakarta, Senin, 21 Januari 2013.

Untuk mengatasi banjir di Jakarta, Jokowi memberikan enam langkah. Langkah tersebut yaitu normalisasi sungai, sodetan dari Otista hingga Kanal Banjir Timur, pembuatan sumur resapan, pembuatan waduk besar di Ciawi dan Cimanggis, pembuatan pompa air di Jakarta Utara, dan pembangunan multipurpose deep tunnel.

Jika langkah itu tidak lagi bisa mengatasi banjir di Jakarta, dia pun menyetujui pendapat Ketua MPR Taufiq Kiemas agar ibu kota segera dipindah.

Saat disinggung pernah mengungkapkan wanana pemindahan ibu kota, Ketua MPR RI Taufiq Kiemas malah menyertakan nama lainnya. "Ketua DPR juga pernah ngomong lho ya," ujar Taufiq.

Taufiq Kiemas sendiri sebelumnya pernah menyatakan mendukung wacana pemindahan ibu kota negara sebagai solusi mendasar terhadap berbagai masalah dan beban yang menumpuk di Jakarta saat ini.

"Salah satu daerah yang pernah ditawarkan untuk menggantikan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara oleh Presiden Pertama RI Bung Karno adalah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah," kata Taufiq.

Menurutnya, selain Palangkaraya, bisa juga ibu kota dipndah ke daerah lainnya di mana pun di wilayah NKRI, asalkan memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menjadi ibu kota negara.

"Keputusan pemindahan ibu kota negara ini tentu saja bukan hanya tanggung jawab pemerintah bersama DPR, tetapi juga perlu mendapatkan dukungan seluruh rakyat Indonesia," kata Taufiq.

Sedangkan Ketua DPR Marzuki Alie menjelaskan, perlu ada relokasi pusat pemerintahan dari Jakarta ke daerah lainnya. Bukan memindahkan ibu kota Jakarta. Ini agar kegiatan pemerintahan tidak bercampur aduk dengan urusan bisnis dan industri. "Tidak perlu ada hilir mudik kegiatan pemerintahan dengan bisnis," kata dia.

Dia memberikan contoh seperti yang terjadi di Malaysia. Negeri jiran itu memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. "Walaupun Malaysia kecil, bisa mencontoh itu. Bisa menjadi acuan. Tentunya dengan didukung oleh alat transportasi yang baik," ujar dia.

Sumber :
www.tempo.co

Jokowi: Enam Langkah Mengatasi Banjir Jakarta

Rencana pertemuan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dengan pimpinan MPR di Lt. 9, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, pada 21 Januari 2013, adalah pukul 10.00 WIB namun pukul 09.32 WIB, pria asal Surakarta, Jawa Tengah, itu sudah tiba di Lt. 9.

Di sela-sela menunggu Jam 10.00, puluhan wartawan dari berbagai media pun juga sudah membuntuti dan hadir di tempat yang sama untuk meliput kegiatan pria yang akrab dipanggil Jokowi itu. Begitu jam sudah menunjukan tepat waktu, Jokowi diterima di Ruang Kerja Ketua MPR Taufiq Kiemas. Juga menyambut alumni Fakultas Kehutanan UGM itu adalah Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli, Hajriyanto Y. Thohari, dan Ahmad Farhan Hamid.

Jabat tangan akrab diantara Jokowi dan pimpinan MPR. “Allhamdulillah tanggul di Jl. Latuharhary sudah bisa ditanggulangi dan nanti malam kereta api dari dan ke Tanah Abang-Manggarai sudah bisa dilewati,” ujarnya. Lebih lanjut diungkapkan penaggulangan banjir di Jakarta dilakukan oleh banyak pihak seperti dengan Kopassus, Marinir, TNIAU, dan berbagai pihak lainnya. “Semua bekerja keras bahu membahu mengatasi banjir,” paparnya.

Dalam kesempatan itu diungkapkan penanganan banjir yang berada di Pluit, dirasa masih berat karena pompa air yang tersedia semuanya terendam banjir sehingga sulit untuk dilakukan penyedotan sehingga diperlukan pompa air yang besar.

“Kita memohon dukungan dan restu dari pimpinan MPR untuk penanggulangan banjir Jakarta,” ujarnya. Dihadapan pimpinan MPR, Jokowi melakukan 6 langkah untuk mengatasi banjir. Keenam langkah itu adalah, pertama, mempercepat normalisasi Sunga Ciliwung, Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunter. Lebar sungai yang saat ini hanya 15 meter akan diperlebar menjadi 50 meter hingga 60 meter. Kedua, membuat sodetan air dari Jl. Otto Iskandar Dinata, Jakarta Timur menuju Banjir Kanal Timur (BKT). Ketiga, pembuatan waduk-waduk besar seperti di Ciawi dan Cimanggis. Keempat, pembuatan sumur resapan. Duapuluh ribu sumur resapan dengan lebar 1 meter rencananya akan dibuat. Sumur resapan itu akan mampu menyerap air dengan cepat dalam waktu 4 jam. Kelima, pembuatan terowongan multi guna. “Terowongan itu kalau musim hujan akan menjadi pembuangan air dan kalau musim kemarau akan menjadi jalan raya atau tol,” ungkapnya. Keenam, pendayagunaan pompa-pompa air seperti di Angke, Pluit, Ancol, dan Marina.

Penyebab banjir bisa jadi karena banyak tanah-tanah di Jakarta dan sekitarnya dibeli oleh pengembang untuk membangun perumahan. “Sekarang kondisinya kita balik, Kita yang akan membeli tanah Mereka untuk Kita jadikan ruang hijau dan waduk,” ujarnya. Tanah-tanah yang sudah dan akan dibeli itu seperti di Pulo Mas seluas 28 ha, 30 ha di Taman BMW, dan 18 ha di Jl. Daan Mogot. Jokowi pun juga akan melakukan audit gedung dan ijin bangunan. Ini dilakukan terkait adanya banjir yang masuk ke ruang parkir yang berada di basement yang menyebabkan adanya korban.

Sumber :
mpr.go.id

Jokowi: Jakarta Tidak Seseram Bayangan Saya

Sejak menjabat Gubernur Jakarta pada 15 Oktober 2012, semua orang berharap Joko Widodo seperti tukang sulap: bisa dan segera menyelesaikan problem utama kota ini yakni macet dan banjir. Ia memang bergerak cepat. Seperti tak pernah capek, hampir setiap hari ia blusukan ke kampung-kampung.

Tapi tak semua soal bisa diputuskan cepat. Jokowi mewarisi Jakarta yang, dalam istilahnya, “sudah jalan setengah main”. Ia harus pintar bersiasat membuat kebijakan tanpa menabrak aturan. Selama satu jam ia menjawab pertanyaan wartawan Tempo yang bertubi-tubi mengorek kebijakannya.

Dalam wawancara khusus , Jokowi mengatakan Jakarta tak seperti bayangannya. “Dulu bayangannya seram. Jakarta seperti rimba belantara, banyak mafia,” kata Jokowi. “Setelah di sini ternyata lebih ringan ketimbang di Solo," katanya. Lho kok bisa?  "Di sini, masyarakat dan media memback-up saya.”


Sumber :
www.tempo.co

Alap-Alap di Belakang Jokowi

Untuk mengatasi dan membahas persoalan Jakarta, Gubernur DKI Joko Widodo mengambil keputusan berdasarkan konsultasi dengan orang-orang dekatnya. Setidaknya ada tujuh orang sekitar Jokowi yang selalu memberi masukkan. Siapa saja mereka?

Majalah Tempo Edisi 21-27 Januari 2012, mengungkap nama mereka. Satu di antaranya Adrinof Achir Chaniago. “All Jokowi’s Men” itu berhimpun di bawah Anggit Nugroho. Dia merupakan orang kepercayaan Jokowi sejak menjadi Walikota Solo. “Mereka menggodok tiap isu, menyediakan data, dan perkiraan dampaknya,” kata Jokowi. “Tapi tak ada orang partai.”

Andrinof, merupakan dosen Universitas Indonesia. Anggit, jurnalis pendiri koran Joglo Semar di Solo. Selain keduanya ada bekas Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Solo serta aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, dan bekas akuntan pemerintahan Kota Solo. Secara berkelakar, mereka menyebut diri sendiri sebagai “tim alap-alap”. “Soalnya kami kadang muncul kadang menghilang,” kata Anggit.

Dari mereka, Jokowi membuat keputusan, termasuk ikut pemilihan gubernur DKI Jakarta. Dari mereka pula Jokowi memutuskan kemana akan blusukan. “Kalau saya blusukan ke sebuah kampung itu karena infonya saya harus ke sana,” kata dia.


Sumber :
www.tempo.co