Rabu, 24 Desember 2014

Genta Natal 2014: Jokowi Cuma Berani Bunuh Bandar Gurem Narkoba, Bukan Koruptor

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar bandar narkoba dihukum mati karena sangat merugikan bagi bangsa dan negara. Dia pun menyambangi tokoh-tokoh ormas Islam untuk meminta pandangan terkait hal tersebut.
Jokowi langsung bertemu dengan Ketua PBNU Said Aqil Siroj untuk membahas terkait hal tersebut dari sisi Islam.

Ejekan Demokrat untuk Jokowi: Beli Alutsista Mahal Cuma untuk Ngebom Gethek Pencuri Ikan

Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto menyindir kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menggunakan alat utama sistem pertahanan (alutsista) untuk menenggelamkan kapal-kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia.
Komentar itu menanggapi aksi Pangkalan Utama Angkatan Laut IX di Ambon beberapa hari lalu yang menenggelamkan dua buah kapal yakni KM Century 4/PNG-051 dan KM Century 7/PNG-069.

Jokowi Tak Mau Hukum Mati Koruptor, Ini Kata PKS

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar Bandar Narkoba dihukum mati jika terbukti bersalah di pengadilan. Namun beda dengan koruptor, Jokowi menilai koruptor tak harus dihukum mati.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR Al Muzzammil Yusuf mengatakan, jika tidak benar tidak ada UU yang mengatur soal hukum mati koruptor. Menurut dia, UU mengatur hukuman mati bagi korupsi, teroris dan narkoba.

Jokowi Adakan Rapat Terbatas Terkait Hukuman Mati

Presiden Joko Widodo (KJokowi) hari ini menggelar rapat terbatas dengan Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kapolri Jenderal Sutarman, Kepala BIN Marciano Norman dan sejumlah Menteri Kabinet Kerja terkait. Dalam rapat terbatas ini, Jokowi membahas hukuman mati untuk pengedar narkoba.
"Rapat ini mengenai tidak adanya pengampunan untuk pengedar narkoba dan ini penting sekali kami sampaikan agar kita semuanya mempunyai pandangan yang sama terkait pemberantasan narkoba," ujar Jokowi membuka Ratas di Kantornya, Rabu (24/12/2014).

Jokowi Tak Mau Hukum Mati Koruptor

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Kementerian Hukum dan HAM untuk menindak tegas para bandar narkoba yang kini berada di penjara untuk dieksekusi mati.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengaku telah membahas hal ini bersama Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, Kapolri Jenderal Sutarman dan juga kepala BNN Komjen Anang Iskandar terkait hukuman mati bagi para bandar narkoba.

Jokowi: Hukuman Mati WNA Tidak Ganggu Hubungan Diplomatik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut hukuman mati terhadap terpidana narkoba yang berstatus Warga Negara Asing (WNA) tidak akan mengganggu hubungan diplomatik Indonesia dengan negara terkait.
"Enggak (akan mengganggu hubungan diplomatik)," kata Jokowi di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (24/12/2014).
Menurut Jokowi, perlu dibedakan antara hubungan diplomatik suatu negara dengan pelaksanaan hukum.

Kunjungi Kantor Muhammadiyah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba di kantor PP Muhammadiyah di Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat. Sesaat setelah sampai, ia langsung disambut oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Unggung Cahyono dan Kasdam Jaya Brigjen TNI Teddy Lhaksamana.
Menurut pantauan, Rabu (24/12/2014), Jokowi tiba sekitar pukul 9:30 WIB.

Jokowi: Kamu Harus Ngerti, Kenapa Harus Hukuman Mati!

Presiden Jokowi pernah menyatakan bahwa Indonesia dalam kondisi darurat narkoba. Kondisi itu membuat dia tak akan memberikan grasi bagi para pengedar narkoba. Jokowi juga mengungkapkan generasi Indonesia yang tewas karena narkoba setiap hari. Mencengangkan!
"Kamu harus ngerti ya, setiap hari, 40-50 orang generasi kita meninggal karena narkoba, itu harus dicatat! Sehari lho ya, bukan setahun. Sehari," tegas Presiden Jokowi.

Jokowi Kunjungi Kantor PB NU

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi markas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Maksud kunjungan presiden Jokowi kali ini, ingin meminta dukungan ulama terkait penolakan grasi hukuman mati pengedar narkoba.
"Kami menyampaikan yang pertama tentang hukuman mati, terutama untuk pengedar narkoba. Mohon pandangannya dari NU," kata Jokowi usai menggelar pertemuan tertutup di kantor PBNU Jakarta, rabu (24/12/2014).