Sabtu, 30 Maret 2013

Jokowi Bawa Rombongan Studi Banding ke Singapura

Akhir pekan ini, rupanya Gubernur DKI Jakarta tidak blusukan ke kampung-kampung. Bersama rombongan dari direksi PT MRT, Joko Widodo melakukan studi banding MRT dan taman ke Singapura.
"Beliau mau lihat taman sama MRT dan sebenarnya para direksi PT MRT juga ikut kok," kata Basuki ditemui seusai acara nonton bareng Sunderland vs Manchester United, di Kuningan City, Jakarta Selatan, Sabtu (30/3/2013) malam.
Mantan Bupati Belitung Timur itu mengatakan, Singapura dan Hongkong merupakan dua negara yang paling sukses dalam menjalankan megaproyek transportasi massal berbasis rel tersebut. Namun, karena di Hongkong tak ditemukan taman kota yang seindah di Singapura, Jokowi pun akhirnya hanya mengunjungi negara Lee Kuan Yew tersebut.
Menurut Basuki, Jokowi akan melaporkannya kepada publik hasil studi banding MRT-nya itu. "Nanti biar Pak Gubernur sendiri ya yang melaporkan," kata Basuki.
Pemprov DKI, kata Basuki, akan menjadikan Singapura menjadi role model dalam realisasi pembangunan taman kota di Ibu Kota, terutama untuk pembangunan Waduk Riario yang rencananya akan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) baru.
Rencananya, lahan seluas 25 hektar itu akan dibangun sebagai sebuah ruang publik dan sarana rekreasi baru warga Ibu Kota. Saat ini, Pemprov DKI sedang dalam tahap pembebasan lahan.
"Di Hongkong kan tidak punya taman-taman dan gedung yang spektakuler. Kalau di Singapura kan ada dan Pak Gubernur itu lebih suka taman-taman yang alami tapi modern kombinasi, seperti yang ada di Singapura," kata pria yang akrab disapa Ahok itu.


Sumber :
megapolitan.kompas.com

Berita Serupa :
- merdeka.com : "Ngebet ingin punya MRT, Jokowi datangi Singapura"
- news.detik.com : "Studi Banding MRT, Jokowi Terbang ke Singapura" 
- metro.new.viva.co.id : "Jokowi Studi Banding MRT ke Singapura ?" 

Kisah Pedagang Kopi di Taman Suropati Bersua Jokowi

Ada Gubernur DKI Jakarta Jokowi, pedagang kopi di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, bisa aman. Untuk menjamin keamanannya dalam bisnis jual kopi, mereka yang dilarang berjualan malah memilih 'mangkal' di depan rumah dinas pria bernama lengkap Joko Widodo itu.

"Ya main kucing-kucingan. Saya berhenti depan rumah dinas saja biar aman. Dikasih waktu berjualan di atas jam 12.00 WIB, siapa yang beli?" kata Lawi, salah satu pedagang kopi keliling di Taman Suropati, Jakarta, Sabtu (30/3/2013).

Mahfud (30), pedagang kopi keliling lain menuturkan, Jokowi tak keberatan dengan keberadaan dirinya dan rekan-rekannya. Bahkan, Jokowi berencana untuk meresmikan para pedagang kopi di Taman Suropati dengan memberikan seragam kotak-kotak, seperti yang sempat dipopulerkan mantan Walikota Solo itu.

"Waktu itu, Kamis 21 Maret dari jam 7 sampai 11 malam ada pertemuan di taman. Hari itu ada Camat Menteng juga. Saya tanya, 'Memang benar, Pak, saya enggak boleh dagang di sini? Apalagi kalau Bapak lewat?" ujar Mahfud menirukan pertanyaannya pada Jokowi.

Lantas, lanjut Mahfud, Jokowi tak keberatan. "Enggak ada masalah kalau saya lewat, siapa yang larang?" tutur Mahfud menirukan ucapan suami Iriana Widodo itu.

"Waktu acara pertemuan itu Jokowi juga tanya sama Camat, 'Mana tukang kopi?' Saya berencana mau meresmikan," ucap Mahfud.

Sesuai Perda Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, kawasan Taman Suropati tak boleh dijadikan tempat berjualan. Meski begitu, seorang petugas Satpol PP yang enggan menyebutkan namanya tak akan melakukan pemaksaan dengan kekerasan untuk mengusir para pedagang kopi di sana.

"Tapi pelan-pelan, sekarang tidak boleh pakai kekerasan. Pendekatan secara persuasif," ucapnya.

Sumber :
liputan6.com

Meniru Bung Karno, Jokowi berani melawan asing

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membuat pernyataan yang sangat berani dan tegas terkait pendanaan Jakarta Emergency Dredging Initiave (JEDI). Dia menyatakan tidak akan mengajukan permohonan peminjaman dana kepada Bank Dunia.

Pernyataan tegas ini muncul dari mulut Jokowi lantaran kesal dengan rumitnya persyaratan yang ditetapkan Bank Dunia. Dia memilih menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI daripada harus repot mengurus persyaratan bantuan tersebut.

"Saya enggak mau diatur-atur terlalu banyak kayak gitu, mau pinjem saja kok rumit begitu," ujar Jokowi usai menyerahkan laporan keuangan di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kamis (28/3).

Jokowi pun menyatakan tidak mau dipusingkan oleh keinginan Bank Dunia di balik pinjaman dana sebesar Rp 1,2 triliun itu. Dia merasa dana APBD DKI Jakarta sangat mencukupi bahkan melebihi kebutuhan untuk program JEDI itu. "Kalau emang masih rumit, kita bisa pakai APBD," tegas dia.

Penolakan Jokowi terhadap pinjaman Bank Dunia ini mirip dengan langkah Presiden pertama Indonesia Soekarno. Bung Karno, sapaan akrab Soekarno, pernah menolak bantuan dari Amerika Serikat.

"Go to the hell with your aid (pergilah ke neraka dengan bantuanmu)," ujar Bung Karno yang kesal dengan pemerintah Amerika.

Kala itu, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi karena pemerintah terlalu terfokus dalam ranah politik dan kurang memperhatikan masalah ekonomi dalam negeri. Melihat hal itu, pemerintah Amerika Serikat mencoba menawarkan bantuan agar Indonesia dapat mengatasi krisis tersebut.

Namun demikian, terdapat kepentingan terselubung dalam bantuan tersebut karena negeri paman Sam itu melihat Indonesia begitu dekat dengan blok komunis. Hal itu membuat pemerintah Amerika Serikat membuat syarat agar Indonesia dapat menerima bantuan tersebut, yakni membendung dan memberantas paham komunis dari negeri ini.

Bung Karno pun mampu mencium gelagat buruk dari Amerika Serikat. Sehingga, Bung Karno dengan tegas menyatakan sikap Indonesia tidak akan menerima bantuan dari Amerika Serikat dan memilih memenuhi kebutuhan ekonomi dengan anggaran yang ada.

"Persetan dengan bantuanmu! Lautan dollar tak akan dapat merebut hati kami," teriak Bung Karno.


Sumber :
merdeka.com

Jokowi Wajib Contek Penanganan Kramat Tunggak Untuk Kampung Ambon

Menangani peredaran narkoba di Kampung Ambon, Jakarta Barat, bila perlu Pemerintah DKI Jakarta diminta mengulang langkah penanganan kawasan prostitusi Kramat Tunggal. Pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, kawasan Kramat Tunggak diubah total, dan kini menjadi Jakarta Islamic Center.
"Jokowi harus meniru langkah yang pernah dilakukan Sutiyoso saat membereskan kawasan prostitusi Kramat Tunggak, Jakarta Utara dengan membangun Islamic Center," kata kriminolog Reza Indragiri Amriel, saat dihubungi, Jumat (29/3/2013). Sebagai Gubernur DKI Jakarta, ujar dia, Jokowi harus segera mengambil langkah serius terkait maraknya peredaran narkoba di Kampung Ambon, Cengkareng, Jakarta Barat.
Reza mengatakan keputusan-keputusan seperti itu memang harus diambil oleh seorang Kepala Daerah. Lebih lanjut, melalui pembangunan kawasan pusat keagamaan akan membangun kesadaran masyarakat untuk hidup lebih baik dan teratur.
Melalui pembinaan keagamaan pula, menurut Reza akan timbul sebuah perlawanan dari masyarakat itu sendiri dalam memberantas peredaran narkoba di daerahnya. "Saya yakin, lama-lama pengedar narkoba akan risih dengan mengikuti kegiatan agama yang dilakukan di kawasan itu secara terus-menerus," ujar Reza.
Pada kesempatan berbeda, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengaku belum mengetahui wilayah Kampung Ambon. Menurut mantan Wali Kota Surakarta itu, ia harus melakukan tinjauan ke daerah terkait untuk mengetahui permasalahan yang ada di Kampung Ambon. "Enggak tahu. Saya enggak mengerti Kampung Ambon kayak apa, mesti datang dulu ke Kampung Ambon di sana ada apa dan ada siapa saja, saya belum mengerti," ujar dia.

Kramat Tunggak

Kramat Tunggak, dulu sangat dikenal sebagai pusat prostitusi Jakarta. Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 6485 Tahun 1998, kawasan ini ditutup untuk segala jenis kegiatan terkait prostitusi. Tepatnya, penutupan terlaksana pada 31 Desember 1999.
Semula, Kramat Tunggak 'sengaja' diarahkan menjadi lokalisasi prostitusi untuk menyingkirkan pekerja seks komersial dari jalanan. Tapi, dari semula luas kawasan prostitusi adalah lima hektare, saat ditutup sudah mencapai 10 hektare. Jumlah pekerja seks komersial pun berlipat kali dari saat pertama dibuka di era 1970-an.
Penutupan dilakukan setelah ada penelitian dari Dinas Sosial dan Universitas Indonesia selama dua tahun, 1996-1998. Tak hanya dipenuhi praktik prostitusi, kriminalitas hingga penyakit seksual membumbung di lokasi ini. 

Sumber :
megapolitan.kompas.com