Kamis, 18 Juli 2013

Jokowi Unggul di Survei, Inilah Rahasianya ...

Ada tiga rahasia mengapa Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) unggul di berbagai survei soal calon presiden pada Pemilu 2014.
Pertama, kata Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha AR, Jokowi, yang juga politisi PDI Perjuangan, adalah antitesa pemimpin terdahulu. Jokowi dinilai merakyat dan apa adanya, sementara kebanyakan pemimpin saat ini cenderung menjaga jarak dengan rakyat.
Kedua, alumni Universitas Gadjah Mada ini memeroleh momentum politik ketika terpilih menjadi orang nomor satu di ibu kota.
Ketiga, Jokowi dipandang sebagai politisi yang independen dan tidak tergantung oleh partainya.
"Presepsi publik, Jokowi merupakan sosok yang tidak terlalu formal alias ndeso," ujar Hanta.
Sementara itu, Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Moloek mengatakan, masyarakat kini menginginkan pemimpin baru yang berbeda. "Politik lama atau generasi tua mulai ditolak karena masyarakat kecewa dengan kinerja selama ini. Begitu ada sosok muda yang berbeda seperti Jokowi, tentu masyarakat langsung mendukung. Mereka menganggap Jokowi belum terkontaminasi oleh politik lama," jelas Hamdi.
Sementara itu, pengamat politik LIPI Indria Samergo menyatakan, hasil survei oleh sejumlah lembaga survei mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan. Indria memperkirakan, jika Jokowi mengajukan diri sebagai calon presiden, maka kemungkinan besar akan terpilih.
"Apalagi ini kan hasil dari berbagai lembaga survei, bukan hanya dari satu lembaga survei saja, jadi pasti sangat menggambarkan realitas yang ada," ujarnya.
Dua survei terakhir menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi sebagai capres mengungguli tokoh nasional lainnya.
Pada Selasa (17/7/2013), Lembaga Survei Nasional (LSN) merilis hasil survei yang menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi mencapai 68,1 persen, sementara Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri harus puas di angka 14,9 persen.
Selang satu hari, hasil survei Pusat Data Bersatu menunjukkan, Jokowi diidolakan oleh kalangan pemilih perempuan. Jokowi meraup 16,1 persen suara dari kaum hawa jika pemilihan presiden dilakukan hari ini. Tampil sebagai juara dua dan juara tiga, berturut-turut, adalah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (7,8 persen), dan Megawati (7,3 persen).


Sumber :
kompas.com

Ical: Golkar akan Pasangkan Saya dengan Jokowi, Asal...

Terbukanya peluang memasangkan Aburizal Bakrie-Joko Widodo (Jokowi) dalam pilpres mendapat sambutan hangat. Ketua Umum yang juga capres Partai Golkar, Aburizal Bakrie tidak masalah dengan pencalonan itu asal memenuhi dua persyaratan mutlak.
"Syaratnya ada kemauan dari kedua pihak. Kalau pihak Partai Golkar mau dan demikian juga Pak Jokowi mau, maka bisa juga dipasangkan," ujar pria yang akbrab disapa Ical ini kepada wartawan usai buka puasa bersama ratusan anak yatim dan tukang becak di Posko Arianti Dewi, Jalan Bayangkara, Solo, Kamis (18/7/2013) malam.
Ical mengatakan untuk memasangkan dirinya dengan Jokowi harus dilakukan berbagai langkah. Misalnya Partai Golkar harus melakukan koalisi dengan PDIP, partai asal Jokowi. Namun bisa juga dilakukan cara lain jika langkah koalisi tidak bisa ditempuh.
"Jika perolehan suara Partai Golkar memenuhi ketentuan undang-undang yaitu 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional dan Pak Jokowi berkehendak maka bisa pasangan itu saja dicalonkan sendiri oleh Golkar," lanjutnya.
Ical juga mengaku sering bertemu dengan Jokowi dalam berbagai kesempatan. Namun ia belum berbicara secara khusus dengan Jokowi terkait peluang tersebut.
Munculnya pasangan Ical-Jokowi ini disampaikan Waketum Partai Golkar Agung Laksono. Ketika ditanya kemungkinan memasangkan Ical dengan Jokowi, Agung mengatakan peluang itu terbuka lebar.
"Tidak tertutup kemungkinan ke sana. Tergantung hasil legislatif, nanti gimana kontribusinya. Misalkan Golkar dapatnya sekian persen, kita perlu bantuan persen tambahan dari partai lain," kata Agung.


Sumber :
detik.com

Jokowi Tak Pilih-pilih Lokasi Sidak

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, ia tidak pernah tebang pilih saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di kantor kelurahan atau kecamatan. Secara bergiliran, ia akan mengunjungi kantor-kantor pelayanan warga.
"Enggak pernah milih-milihlah kita itu. Ke Jakarta Timur sudah, nanti ganti ke Jakarta lain," ujarnya di Balaikota Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Siang ini Jokowi mengunjungi kantor Kelurahan Pondok Bambu, Kelurahan Cipinang Cempedak, dan Kecamatan Jatinegara di Jakarta Timur. Menurut Jokowi, pemilihan lokasi sidak itu bukan dilakukan karena wilayah itu perlu mendapat perhatian serius dibanding wilayah lain. Seluruh kantor pelayanan yang berhubungan langsung dengan warga harus mendapatkan perhatian sama.
"Tujuannya cuma satu, kita ingin memperbaiki pelayanan ke masyarakat menjadi lebih baik," ujarnya. Dalam sidak siang tadi, Jokowi menerima keluhan langsung dari warga tentang pengurusan dokumen administrasi yang kurang maksimal. Pengurusan KTP, misalnya, baru selesai setelah tiga hari sejak pendaftaran. Jokowi meminta agar pembuatan KTP diselesaikan dalam waktu satu jam.


Sumber :
kompas.com

Lurah Pondok Bambu Tak Menduga Disidak Jokowi

Lurah Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, Budhy Novian tidak menduga akan didatangi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), Kamis (18/7/2013) siang. Budhy baru tahu setelah Jokowi mendadak tiba di kantornya.
"Kebetulan saya lagi shalat, enggak tahu sama sekali. Beliau dalam rangka sidak pelayanan karena langsung menuju ruang pelayanan," ujar Budhy saat ditemui di Kantor Kelurahan Pondok Bambu, Kamis (18/7/2013).
Ia mengatakan, tidak ada pemberitahuan dari protokoler mengenai kedatangan Jokowi dalam sidak tersebut. "Saya ketemu pas sudah ada dialog (dengan warga). Saya samperin ke (lantai) bawah," ujar Budhy.
Dalam kesempatan itu, kata dia, Jokowi menerima keluhan dari warga tentang pelayanan pembuatan kartu keluarga (KK) yang terlalu lama di kelurahan tersebut. Selain itu, ada warga yang mengadu kepada Jokowi tentang pelayanan di kantor kelurahan itu.
Budhy mengatakan, ada warga yang menyampaikan komplain soal pengurusan dokumen kepindahan anaknya untuk dapat tinggal di Pondok Bambu. Warga bernama Rol Bariah tersebut mengeluh kepada Jokowi karena permohonan tinggal bagi anaknya, Haryati, di RT 06/RW 10 Pondok Bambu ditolak oleh ketua RT setempat.
"Pak RT tidak mau memberikan pengantar dengan alasan kedatangan (anak) ibu ini akan dimusyawarahkan dulu. Karena, menurut catatan, di rumah tinggalnya sudah ada tiga orang kepala keluarga," kata Budhy.
Budhy mengatakan, warga tersebut itu tinggal dengan 3 kepala keluarga dalam satu rumah kontrakan. Menurutnya, tidak mungkin bagi anak warga itu untuk kembali menetap di kontrakan tersebut. Apalagi, rumah kontrakan di wilayah Pondok Bambu rata-rata tidak berukuran besar.
"Jadi mau tinggal di alamat yang sama, yang sudah ada (keluarga). Kalau ditambah 1 keluarga yang jumlah anggota ada 6, ditambah 3 KK yang jumlahnya 9 orang, jadi 15 orang tidak mungkin," ujarnya.
Selain itu, kata Budhy, Haryati yang memiliki KTP Tangerang juga tidak menyertakan Surat Keterangan Catata Kepolisian. Ketua RT setempat juga tidak melihat ada hubungan keluarga antara Rol dan Haryati. Budhy mengatakan akan menyelesaikan persoalan komplain tersebut.


Sumber :
kompas.com

Waketum Golkar Buka Peluang Duet Ical-Jokowi

Partai Golkar dipastikan akan mengusung ketua umumnya Aburizal Bakrie (Ical) untuk maju menjadi capres 2014. Namun hingga saat ini Golkar belum memastikan siapa pendamping Ical.
"Kita lihat hasil pileg, peta baru, anatomi politiknya biar keliatan. Dengan peta baru, baru bisa kita lihat, apakah Golkar-Golkar, atau Golkar dengan partai yang lain," ujar Waketum Golkar Agung Laksono di Kantor Presiden, Jl Veteran, Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Agung mengatakan Golkar terbuka dengan semua partai. Golkar juga terbuka dengan semua ideologi.
"Terbuka dong. Kita nggak ada masalah ideologi, Cuma masalah kepentingan saja," imbuhnya.
Bagaimana dengan peluang Jokowi untuk mendampingi Ical? Agung mengatakan peluang itu terbuka lebar.
"Tidak tertutup kemungkinan ke sana. Tergantung hasil legislatif, nanti gimana kontribusinya. Misalkan Golkar dapatnya sekian persen, kita perlu bantuan persen tambahan dari partai lain," kata Menko Kesra ini.
Saat ini ada beberapa nama calon pendamping Ical seperti Pramono Edhie Wibowo, Puan Maharani, hingga Jokowi. Namun Golkar belum akan mengambil keputusan dalam waktu dekat.


Sumber :
detik.com

Evaluasi Jokowi untuk Lurah Hasil Lelang Jabatan

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengakui masih menemukan berbagai kekurangan dalam hal pelayanan masyarakat di kantor kelurahan di Jakarta. Dia mendapati pelayanan pembuatan dokumen kependudukan, seperti kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, belum maksimal.
Di Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, misalnya, dia mendapati proses pembuatan KTP dan KK masih memakan waktu lama. "Pelayanan KTP masih satu hari, saya minta beres dalam satu jam, kartu keluarga juga kalau bisa maksimal tiga hari sudah rampung," kata dia seusai meninjau pelayanan di Kelurahan Pondok Bambu, Kamis, 18 Juli 2013.
Jokowi mengatakan, petugas di sana beralasan banyaknya warga yang harus dilayani sejak pagi. "Tapi itu bukan alasan. Input data, kan, gampang dan cepat," kata dia. Dia meminta agar para lurah memperbaiki proses pembuatan dokumen kependudukan dalam waktu tiga bulan.
Dia menilai fasilitas fisik kelurahan saat ini sudah cukup memadai, hanya kualitas pegawainya masih harus ditingkatkan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kata dia, berencana membuat sistem baku agar pembuat dokumen kependudukan di seluruh kantor pemerintahan memiliki standar. Namun dia mengakui masih ada beberapa kelurahan yang fasilitasnya belum siap. "Dalam tiga bulan targetnya rampung," kata dia.
Perbaikan pelayanan itu juga dilakukan seiring dengan rencana pemerintah membangun sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Jokowi optimistis bisa menerapkan hal yang sudah pernah dilakukan di Solo. "Di sana membuat KTP itu cukup satu jam," katanya, Oleh sebab itu, sumber daya manusia di kelurahan pun harus diberikan pelatihan.
Komentar Jokowi itu disampaikan setelah dia meninjau pelayanan dokumen kependudukan di Kelurahan Pondok Bambu dan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur. Di Pondok Bambu, pelayanan dokumen masih memakan waktu lama meskipun sudah memiliki infrastruktur yang modern. Sebaliknya, pelayanan di Kelurahan Cipinang Cempedak sudah berlangsung cepat, namun loketnya masih berupa ruangan bersekat yang konvensional.
Salah seorang warga yang berada di Kelurahan Cipinang Cempedak mengaku puas dengan pelayanan yang diberikan. "Anak saya cepat waktu mau mengurus KTP, sekarang juga saya mau mengurus keterangan domisili sudah dilayani," ujar Fauzi, warga RT 06 RW 09, Kelurahan Cipinang Cempedak itu, Kamis. Dia juga menilai para pegawai kelurahan kini sudah lebih disiplin dan cepat tanggap dalam memenuhi kebutuhan warga. Selain itu, tak ada biaya yang dipungut untuk membuat dokumen kependudukan.
Jokowi mengakui, inspeksi dadakan itu dilakukan untuk menilai kinerja lurah yang sudah terpilih melalui seleksi terbuka alias lelang jabatan pada April hingga Juni 2013 lalu. Baik Lurah Pondok Bambu maupun Cipinang Cempedak merupakan lurah inkumben yang dikukuhkan kembali seusai proses lelang pada akhir Juni 2013 lalu.
"Saya ingin memastikan bahwa yang kemarin dipilih kerjanya memang baik," kata Jokowi. Soal adanya kekurangan di setiap kelurahan, Jokowi mengatakan, itu akan masuk dalam poin penilaian. Proses pemilihannya memang sudah diperbaiki dan berlangsung terbuka, "Tetapi kualitas hasil seleksi itu masih harus dibuktikan."
Mantan Wali Kota Solo itu juga mengatakan ada tim lain yang bergerak mengevaluasi lurah dan camat. Tetapi dia tak mau menyebutkan cara kerja mereka. "Nanti kalau dibilangin, semua kelurahan dan kecamatan siap-siap, nanti saja hasilnya kami umumkan sekitar bulan Desember," ujarnya.


Sumber :
tempo.co

Jokowi Ingin KTP Warga Jadi dalam Satu Jam

Selama ini, mengurus KTP membutuhkan waktu hingga tiga hari. Namun, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menginginkan pelayanan mengurus KTP bisa dipersingkat menjadi satu jam.
"Semuanya perizinan di wali kota, kecamatan, kelurahan, pelayanan KTP, KK yang kecil-kecil dipastikan masyarakat dilayani. Misalnya KTP, saya minta satu jam saja jadi," ujar Jokowi di Kantor Kelurahan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Kamis (18/7/2013).
Dari beberapa kali blusukan, baik ke wali kota, kelurahan, maupun kecamatan, Jokowi mengaku ada loket yang telah menyanggupi pemangkasan waktu pengurusan surat-surat. Namun, ia masih saja menemukan yang lama dalam mengurus surat.
"Misalnya, saya tanya warga, KK masih ada yang sebulan, seminggu. Saya minta Pak Lurah untuk dipercepat, tiga hari saja cukup," ujar dia.
Menurut Jokowi, alasan bahwa lamanya mengurus surat-surat identitas warga karena minimnya SDM dianggap tidak tepat. Menurutnya, memasukkan nama identitas ke dalam sistem yang sudah ada bukanlah hal rumit.
"Yang penting tujuh hari jadi tiga hari. Secara fisik sih sudah siap menyajikan ke masyarakat, tapi SDM-nya yang harus diperbaiki," cetus Jokowi.
Dia memperkirakan, dalam tiga bulan ke depan, setiap wali kota, kelurahan, dan kecamatan dapat memberikan pelayanan administratif yang maksimal serta waktu proses yang efektif, efisien. Oleh sebab itu, ia berharap PNS yang bertugas di instansi-instansi itu untuk juga bersemangat. 


Sumber :
kompas.com

Jokowi Tuding PD Pasar Jaya Main Bisnis Properti

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menuding PD Pasar Jaya telah keluar dari fungsinya yang semula mengontrol pasar menjadi pemain di bisnis properti. Oleh sebab itu, Jokowi akan memaksimalkan kinerja PD Pasar Jaya itu.
"Kita akan beri panduan, PD Pasar Jaya itu jangan kayak kemarin-kemarin, ngurusinnya cari keuntungan dari properti, ya kan," ujar Jokowi di sela-sela kunjungan ke Pintu Air Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (18/7/2013) siang.
Jokowi mengatakan, pada dasarnya, PD Pasar Jaya seharusnya mengurus infrastruktur di tiap pasar, distribusi komoditas yang dijual di pasar dan lain-lain. Apalagi di bulan puasa seperti saat ini yang mmbutuhkan kestabilan harga komoditas.
Tapi, di lapangan, Jokowi menemukan fakta sebaliknya, PD Pasar Jaya juga mengurus properti sehingga sejumlah urusan perpasaran terganggu. "Terus propertinya siapa yang ngurus? Ya Jakpro (PT Jakarta Propertindo), ituuu. Ini malah kebalik-balik. Mau cari kerja yang gampang aja, kalau cari duit yang gampang," lanjut Joko Widodo.
Dalam jangka waktu dekat ini, Jokowi akan memanggil petinggi PD Pasar Jaya untuk membicarakan hal tersebut. Ia berharap, rencananya memaksimalkan PD Pasar Jaya tersebut didukung oleh internal lembaga itu sendiri.


Sumber :
kompas.com

Jokowi: Tak Guna Tambah Truk Sampah di Manggarai

Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan tak ada gunanya menambah truk pengangkut sampah di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan. Menurutnya, perilaku wargalah yang menjadi kunci bersihnya sungai dari sampah.
"Cara penyelesaian ini sebenarnya tidak benar. Bawa dump truck ke sini itu tidak diperlukan kalau masyarakat tidak buang sampah," ujarnya di Pintu Air Manggarai, Kamis (18/7/2013) siang.
Jokowi mengatakan, cara yang perlu dilakukan adalah dengan kampanye besar-besaran bagi masyarakat umum, terutama yang bermukim di bantaran sungai untuk tak membuang sampah secara sembarangan, terlebih ke aliran sungai. Jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menambah truk pengangkut sampah ke Pintu Air Manggarai tersebut, Jokowi mengibaratkan berarti pihaknya mengharapkan sampahnya kian banyak.
"Artinya kesadaran masyarakat perlu dibangun. Kita mau buat pintu air baru enggak ada artinya tanpa ada kesadaran masyarakat," lanjutnya.
Jokowi pun memastikan, kampanye besar-besaran yang dikatakannya akan dimulai setelah Hari Raya Idul Fitri pada 9Agustus 2013 mendatang. Ia berharap kampanye besar-besaran kepada masyarakat berdampak baik bagi kebersihan DKI.
Kedatangan Jokowi ke Pintu Air Manggarai itu adalah untuk meninjau pengerukan sampah yang sempat terhenti akibat belum dibayarkannya gaji para petugasnya. Adapun pengerukan sampah di sana sudah dilakukan Dinas Kebersihan DKI selama satu minggu terakhir. 


Sumber :
kompas.com

Jokowi: Jangan Buang Lemari di Sungai

Tidak dapat dipungkiri, banjir yang melanda DKI Jakarta sebagian besar disebabkan oleh sampah. Banyaknya sampah yang menumpuk di sungai mengakibatkan air sungai meluap, sehingga banjir pun tidak dapat dihindari.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), mengimbau agar warga DKI tidak lagi membuang sampah sembarangan.
''Jangan buang sofa di sungai, jangan buang kasur di sungai. Jangan buang kulkas di sungai, jangan buang lemari di sungai. Itu lemari, kulkas, kasur, sofa, sampah, sterofoam, banyak sekali,'' kata Jokowi saat ditemui di gedung Balai Kota, Jakarta (18/7/2013).
Jokowi juga memberi imbauan kepada masyarakat DKI Jakarta yang mengeluh soal banyaknya sampah. Menurutnya, masyarakat pun juga harus membenahi diri sendiri untuk mengatasi masalah ini.
''Sampahnya dari mana? Sampahnya dari yang mengeluh itu. Sampahnya dari warga. Makanya saya selalu mengimbau, jangan buang sampah sembarangan,'' ungkap Jokowi.
Jokowi menambahkan, setelah lebaran, ia akan melakukan kampanye besar-besaran. Hal ini sebagai salah satu langkah untuk membenahi masalah sampah yang menumpuk di Jakarta.


Sumber :
tribunnews.com

Fantastis! Jokowi Capres Paling Potensial di 8 Survei Sepanjang 2013

Ada 8 kali survei yang digelar sepanjang 2013 terkait elektabilitas calon presiden yang memasukkan nama Joko Widodo sebagai salahsatu kandidat. Hasilnya, Jokowi tak terkalahkan di seluruh lembaga survei mengalahkan tokoh lain sekelas Prabowo dan Ical.
Sebagaimana dirangkum detikcom Kamis (18/7/20013), survei pertama di tahun 2013 digelar oleh Pusat Data Bersatu (PDB) pimpinan Didik J Rachbini dkk yang dirilis 6 Februari 2013. Survei yang dilakukan tanggal 3-18 Januari itu dilakukan di 30 provinsi terhadap 1.200 responden dengan margin of error 2,8%.
Hasil survei PDB itu menunjukkan Jokowi unggul di urutan pertama dengan 21,2% mengalahkan Prabowo (18,4%) dan Megawati (13,0%).
Survei kedua dirilis oleh Lembaga Survei Jakarta (LSJ) pada 19 Februari 2013. Survei di 33 provinsi dengan 1.225 sampel itu memiliki margin eror 2,8%. Hasilnya, Jokowi unggul lagi dengan 18,1 persen di urutan pertama, disusul Prabowo Subianto 10,9 persen dan Wiranto: 9,8 persen.
Lalu survei ketiga di 2013 dirilis pada 17 Mei 2013 oleh Median Survei Nasional (Median). Survei yang menggunakan 1.450 responden itu memiliki margin of error 2.57% dan tingkat kepercayaan 95%.
Hasilnya, lagi-lagi nama Gubernur DKI Joko Widodo duduk di nomor urut 1 dengan 92%, disusul Jusuf Kalla (91,8%) dan Megawati Soekarnoputri (91,3%).
Nama Jokowi kembali moncer dalam survei keempat di tahun 2013 yang dirilis oleh Pol-Tracking Institute pada 5 Mei 2013. Survei ini menguji 14 nama tokoh melalui focus group discussion dengan melibatkan para ahli dari akademisi, pakar daerah, politisi, LSM, tokoh media, pengamat politik termasuk tokoh masyarakat.
Dari 14 nama yang disurvei, Jokowi menang telak dengan skor 82,54 persen, disusul Tri Rismaharani 76,33 persen dan Fadel Muhammad 70,38 persen.
Survei kelima digelar LIPI yang dirilis 27 Juni 2013. Dengan responden 1.799 orang, survei ini memiliki margin of error 2,31% pada tingkat kepercayaan 95%. Jokowi jauh tinggalkan Prabowo dengan 22,6%, disusul Prabowo Subianto: 14,2% dan Aburizal Bakrie 9,4%.
Indonesia Research Centre (IRC) menjadi surveyor keenam di tahun 2013 yang memenangkan sang Wali Kota. Survei itu dirilis pada 28 Juni 2013. Dengan responden 1.800 orang, dan margin of error 2.3% pada tingkat kepercayaan 95%. Survei ini menempatkan Jokowi di nomor urut 1 dengan 24,8%, disusul Prabowo Subianto 14,8% dan Aburizal Bakrie: 7,95 %.
IRC mengulang surveinya pada 16 Juli 2013. Survei ketujuh di tahun 2013 ini dilakukan dilakukan terhadap pemilik telepon di 11 kota besar di Indonesia pada 8-11 Juli 2013. Hasilnya publik memilih Jokowi sebagai presiden dengan 32%. Setelah itu Prabowo (8,2%) dan Wiranto (6,8 persen).
Terakhir survei kedelapan di tahun 2013 digelar oleh PDB Rabu (17/7) kemarin. Ini kali kedua PDB menggelar survei di tahun 2013 dengan metode yang sama. Hasilnya, Joko Widodo makin tak tertandingi dengan 25,97%, meninggalkan Prabowo Subianto (19,83%) dan Megawati Soekarnoputri (13,08%).
Di luar lembaga survei itu, memang ada survei yang digelar oleh beberapa lembaga lain. Namun dengan berbagai alasan mereka tak memasukkan Jokowi dan beberapa tokoh sebagai nominasi, hasilnya Jokowi tak muncul dalam penilaian.
Mereka adalah Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang merilis survei pada 17 Maret 2013, LSI tak memasukkan Jokowi dan Jusuf Kalla karena dianggap bukan orang partai. Begitu juga dengan Lembaga Survei Jakarta (LSJ) yang dirilis 28 Maret dan Lembaga Klimatologi Politik (LKP) pada 28 April serta Lembaga Survei Nasional (LSN) 16 Juli lalu.
Hasil 8 kali survei yang kesemuanya menunjukkan tingginya elektabilitas Jokowi sebagai calon presiden, tentu cukup mengejutkan petinggi partai di negeri ini. Terlebih bagi parpol yang sudah jauh-jauh hari menyiapkan capres.
"Selama dua tahun Prabowo paling tinggi, tapi dalam dua bulan saja sudah jauh dengan Jokowi. Kalau Jokowi tak mendapat tiket, maka Prabowo yang akan jadi presiden. Karena itu yang mengganjal Jokowi akan banyak," kata chairman PDB Didik J Rachbini memberi tanggapan, Rabu (18/7/2013).


Sumber :
detik.com

Mega Kalah dari Jokowi karena Belum "Ngapa-ngapain"

 Joko Widodo alias Jokowi terus menjadi "kembang" dalam survei elektabilitas calon presiden yang dilakukan sejumlah lembaga. Dalam survei Lembaga Survei Nasional (LSN), ia bahkan mengungguli Ketua Umum DPP PDI Perjuangan yang juga mantan Presiden, Megawati Soekarnoputri. Secara jam terbang, Mega sudah lebih dulu terjun ke panggung politik daripada Jokowi. 
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo mengatakan, partainya bisa memahami hasil survei yang menempatkan Mega pada peringkat yang berbeda-beda. Menurut Tjahjo, tidak stabilnya elektabilitas Mega karena belum melakukan langkah-langkah kampanye.
"Belum ada langkah seperti pasang iklan, dan mendeklarasikannya mau pun bergerak secara terencana," kata Tjahjo, Kamis (18/7/2013).
Mengenai hasil survei yang menempatkan Jokowi di atas Mega, menurut Tjahjo, PDI Perjuangan mencermatinya. Akan tetapu, kata dia, survei bukan menjadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan. Selain itu, Tjahjo menilai, melejitnya elektabilitas Jokowi sama sekali tidak terkait dengan manuver Jokowi selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.
"Itu tidak ada kaitannya dengan pencitraan dirinya sebagai capres. Semata-mata tugas Jokowi sebagai Gubernur DKI saja yang harus turun, kerja mereformasi birokrasi di DKI dalam mempercepat pembangunan infrastruktur di DKI," paparnya.

Jokowi kalahkan Megawati
Elektabilitas Jokowi melesat tinggi meninggalkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Dalam survei elektabilitas capres PDI Perjuangan yang dilakukan Lembaga Survei Nasional (LSN), Jokowi meraih suara 68,1 persen dan Megawati 14,9 persen. Setelah Jokowi dan Megawati, publik menginginkan Puan Maharani (1,5 persen), Rano Karno (1,4 persen), Rieke Diah Pitaloka (1,4 persen), Ganjar Pranowo (1,1 persen), Budiman Sudjatmiko (0,9 persen), Maruarar Sirait (0,4 persen), Teras Narang (0,2 persen), dan Tjahjo Kumolo (0,2 persen).


Sumber :
kompas.com

Realistis, Harusnya Mega Legowo Jokowi Nyapres

Survei yang dirilis Pusat Data Bersatu (PDB) mengukuhkan bahwa hanya Joko Widodo (Jokowi) yang sanggup mengganjal langkah Prabowo Subianto. Secara realistis, PDIP harusnya merelakan Jokowi nyapres.
"Secara realistis harusnya Mega melegowokan Jokowi untuk naik karena memang Jokowi jadi primadona," kata peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Arman Salam, kepada detikcom, Kamis (18/7/2013).
Namun pengambilan keputusan di PDIP yang terpusat ke Ketua Umum Megawati Soekarnoputri mempersulit peluang Jokowi nyapres di 2014. Apalagi Jokowi bukan darah biru PDIP seperti Puan Maharani.
"Dalam politik itu kan tidak serta merta apa yang jadi harapan masyarakat difasilitasi partai karena partai ada kepentingan. Dan cukup sulit membujuk Mega melegowokan perahunya untuk dipakai Jokowi, saya kira hampir mustahil," prediksinya.
Kalau Jokowi tak nyapres maka peluang bagi capres lain terbuka. Persaingan menjadi sengit karena tak ada capres yang sekuat Jokowi.
"Di luar Jokowi ada calon kuat Prabowo, Mega, dan Aburizal Bakrie. Faktanya tiga calon ini paling tinggi kalau Jokowi kita keluarkan dari survei," tandasnya.


Sumber :
detik.com

PDIP Pahami Njomplang-nya Elektabilitas Mega dan Jokowi

Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo angkat bicara terkait lonjakan elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) dan melempemnya elektabilitas Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Menurut Tjahjo nama Mega belum memuncaki survei capres karena belum mulai kampanye.
"Bisa dipahami kalau posisi Ibu Mega misalnya bervariasi urutannya dari lembaga survei, karena Ibu Megawati belum melakukan langkah-langkah kampanye, seperti pasang iklan, dan mendeklarasikannya maupun bergerak secara terencana," kata Tjahjo kepada detikcom, Rabu (18/7/2013).
PDIP terus memantau tingkat elektabilitas dua tokohnya yang masuk survei yakni Mega dan Jokowi. Setiap rilis survei tidak langsung digunakan sebagai dasar untuk menetapkan capres PDIP.
Lonjakan elektabilitas Jokowi di survei dinilai Tjahjo karena kinerjanya yang bagus. Tjahjo yakin Jokowi tidak sedang melakukan pencitraan untuk mendongkrak elektabilitasnya.
"Manuver Pak Jokowi juga tidak ada dalam kaitan pencitraan dirinya sebagai capres. Semata tugas Jokowi sebagai gubernur DKI saja yang harus turun mereformasi birokrasi di DKI dalam mempercepat pembangunan infrastruktur yang ada di DKI," kata Tjahjo.


Sumber :
detik.com

Jokowi Anggap Masalah Warga Tanah Galian Bukan Prioritas

Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, permintaan warga Tanah Galian, Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur, untuk mendapatkan rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) bukanlah prioritas.
"(Yang prioritas) tanah yang enggak ada sengketa," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta, Kamis (18/7/2013) pagi.
Warga Tanah Galian adalah sebutan bagi warga yang tinggal di tanah sengketa di Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur, sejak bertahun-tahun. Kedua pihak, yakni TNI AU Halim Perdanakusuma dan warga, saling klaim kepemilikan atas tanah itu.
Di lahan itu, warga belum memiliki RT dan RW resmi. Warga masih memperjuangkannya ke Gubernur DKI dan Wali Kota Jakarta Timur.
Jokowi mengatakan, untuk sejumlah lahan yang status kepemilikannya masih dalam sengketa, ia akan melakukan tinjauan lapangan terlebih dahulu. Meski demikian, Jokowi bukannya tidak akan memberikan perangkat RT dan RW di Tanah Galian.
"Urutlah, yang belum ada KTP, belum ada RT RW, ada 40-an tempat. Tanah Merah belum, Kampung Beting belum, baru yang lain-lain," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, warga Tanah Galian meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera membentuk RT RW di permukiman mereka. Perwakilan warga bertemu anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Rabu (17/7/2013) kemarin.


Sumber :
kompas.com

Penuhi Permintaan PKL, Jokowi Bangun Jembatan Penghubung Tanah Abang

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yakin bahwa pedagang kaki lima di Tanah Abang, Jakarta Pusat, akan pindah ke Blok G Pasar Tanah Abang. Ia tengah merencanakan pembangunan jembatan dari Blok G ke blok lainnya agar blok itu menjadi ramai.
"Nanti kalau sudah ada jembatan penghubung antara Blok G dan Blok F, pasti ramai, pasti pada minta ke sana semua," ujar Jokowi di Balaikota Jakarta, Rabu (18/7/2013) pagi.
Jokowi mengatakan, ia telah memetakan masalah apabila jembatan penghubung itu selesai dibangun. Masalah itu meliputi relokasi sementara PKL selama pembangunan tiang jembatan, rekayasa lalu lintas, dan sejumlah permasalahan penting lain.
Jokowi memastikan pembangunan jembatan penghubung tersebut akan dilakukan tahun ini. Ia tengah mencari sumber dana pembangunan, apakah menggunakan APBD Perubahan pada Agustus 2013, program corporate social responsibility, atau pinjaman.
"Kita mau masukkan ke APBD-P, tapi kalau lama dan butuh kecepatan, ya PD Pasar Jaya kalau punya kemauan. Tapi kalau tidak memungkinkan, kita akan cari anggaran dari luar negeri," ujarnya.
Para PKL di Tanah Abang menolak dipindahkan ke Blok G. Mereka menilai akses menuju blok itu sangat buruk sehingga sepi pembeli. Blok itu bahkan disebut blok mati. Oleh sebab itu, pedagang minta solusi, yakni membangun jembatan penghubung antara Blok G dan Blok F agar memudahkan akses pengunjung.


Sumber :
kompas.com

Jokowi Tinjau Gunung Sampah di Pintu Air Manggarai

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) hari ini meninjau lokasi Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan. Dia ingin melihat langsung proses pembersihan gunungan dan hamparan sampah di sana.
Jokowi di lokasi tiba pukul 12.00 WIB, Kamus (18/7/2013). Mobil yang ditumpanginya parkir di samping gunung sampah,
"Tuh lihat, udah mulai diangkut sampahnya. Numpuk," kata Jokowi.
Jokowi sempat menggelengkan kepoalnya melihat banyaknya tumpukan sampah di lokasi tersebut. Terlihat sampah-sampah tak lazim seperti sofa, tempat tidur, lemari es danbatang pohon memenuhi kali di lokasi tersebut.
Sebuah eskavator terlihat sedang mengeruk sampah untuk dinaikkan ke atas permukaan. Jokowi pun berharap pembersihan lokasi pintu air ini dari sampah bisa segera diselesaikan.


Sumber :
detik.com

PAN Lirik Jokowi dan Prabowo Jadi Pasangan Hatta Rajasa

Partai Amanat Nasional (PAN) sedang mencari calon pasangan Hatta Rajasa, untuk maju dalam Pilpres 2014.
Tokoh yang dilirik PAN untuk berduet dengan Ketua Umum PAN, mengerucut kepada dua nama, yakni Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.
"Terus terang, di dalam partai ada wacana-wacana Bang Hatta bersama Jokowi, atau Bang Hatta bersama Prabowo. Kami lihat tren survei bagaimana, dua tokoh ini yang banyak dibicarakan di internal partai," ujar Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto, usai buka puasa bersama di rumah Hatta Rajasa, di Widya Candra, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Komunikasi khusus, lanjutnya, juga sudah dibuka PAN terhadap kedua tokoh tersebut. Namun, tetap saja, apakah Hatta akan diusung menjadi capres atau cawapres, atau dua tokoh itu dipasangkan menjadi capres dan cawapres PAN, masih menanti hasil Pileg.
"Tapi, kira-kira, pasangan ini menarik. Pasangan nomor satu atau duanya, kami lihat lagi (hasil pemilu) legislatif," jelasnya.
Namun, menurut Bima, PAN hingga kini masih tetap berpegangan pada hasil rakernas, bahwa Hatta Rajasa for president.
Apalagi, paparnya, Hatta termasuk capres yang akseptabilitasnya tinggi. Belum lagi ditambah komunikasi Hatta yang baik dengan semua partai, lintas elemen, lintas partai, dan banyak dibutuhkan sebagai pendamping buat bangsa ini, karena jam terbangnya panjang dan pengalamannya banyak.
"Jadi, kami optimistis. Ada banyak faktor, dari elektabilitas PAN, elektabilitas Bang Hatta, faktor pengalaman Bang Hatta, faktor akseptabilitas Bang Hatta," bebernya.


Sumber :
tribunnews.com

Jokowi Disukai Kaum Perempuan, PDI-P: Wajar, Dia Kan "Media Darling"

Survei Pusat Data Bersatu (PDB) menunjukkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) ternyata "digandrungi" kaum hawa. Dalam survei PDB, sebesar 16,1 persen kaum perempuan menyukai Jokowi. Angka ini melampaui kandidat capres lainnya yang disurvei.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto menilai, wajar jika Jokowi disukai kaum perempuan.
"Jokowi kan media darling, wajar saja," ujar Bambang, Kamis (18/7/2013).
Menurut Bambang, survei merupakan sebuah potret realitas. Potret realitas ini, menurutnya, belum tentu menunjukkan hasil pemilu 2014 mendatang. Apalagi, kata Bambang, suara yang terjaring dalam survei juga dipengaruhi media massa.
"Media itu membentuk persepsi publik. Ini jadi poros kekuatan keempat sehingga bisa jadi media mempengaruhi survei itu sendiri," kata Bambang.
Ketua DPP PDI Perjuangan ini menilai, survei juga harus dilihat dari berbagai faktor. Misalnya, siapa yang melakukan survei, waktu pelaksanaan survei, lokasi pelaksanaan survei, hingga kepentingan di balik survei tersebut.
"Lalu, juga ditelusuri hasilnya, benar atau tidak. Juga dilihat apakah pemotret ini punya kepentingan? Jangan-jangan, survei-survei itu tidak jelas," ujarnya.
Menurut Bambang, PDI Perjuangan memiliki tim survei sendiri yang dianggapnya lebih kredibel. Survei itu tidak disiarkan ke publik dan hanya digunakan untuk kepentingan strategi partai. Saat ditanya soal posisi Jokowi dalam survei internal itu, Bambang tak mau membukanya.
"Soal capres itu semua porsinya Ketua Umum, tidak ada yang bisa kami ini bicara soal itu," kata Bambang.
Berdasarkan hasil survei PDB yang dilakukan pada 11-18 Juni 2013, Jokowi lagi-lagi ada di posisi teratas sebagai kandidat capres. Survei yang khusus dilakukan pada kaum hawa, menyebutkan tingkat dukungan Jokowi mencapai 16,1 persen. Sementara itu, posisi selanjutnya ditempati oleh Prabowo Subianto (7,8 persen), Megawati Soekarnoputri (7,3 persen), Aburizal Bakrie (4,8 persen), Jusuf Kalla (2,9 persen), dan Wiranto (1,3 persen).


Sumber :
kompas.com

"Pak Jokowi Dateng Sini, Bagusin Sekolah Saya"

Persoalan bangunan sekolah sudah semestinya menjadi urusan pemerintah untuk membenahi berbagai kekurangan yang ada. Apa yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kramatjati 27 Pagi, Jakarta Timur, tentunya perlu penanganan dan perhatian serius dari Pemprov DKI Jakarta, khususnya Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Para pelajar di SDN tersebut meminjam mushala untuk kegiatan belajar mengajar. Pelajar SD yang masih polos itu justru memahami betul kondisi sekolah mereka yang sudah tak memungkinkan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) lagi.
"Iya tahu karena atapnya jebol. Takut kejatohan kena teman-teman," kata Firja Sahid Al Zidan (10), pelajar kelas IV SD itu, kepada Kompas, Kamis (18/7/2013).
Sudah dua hari Zidan dan teman-temannya belajar di Mushala Arohman yang berada di lingkungan sekolah. Zidan dan teman-temannya mampu beradaptasi meski bukan belajar di ruangan kelas mereka.
"Sekarang belajarnya di mushala. Enak kok, sama enaknya dua-duanya," ujar Zidan.
Namun, Zidan tetap berkeinginan agar sekolahnya dapat diperbaiki segera. Zidan mengaku mengenal sosok Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan berharap mau mendatangi dan melihat sekolahnya.
"Pak Jokowi dateng ke sini lihat sekolah saya, bagusin," kata pelajar yang tinggal di Batu Bula Tiga, Condet, Jakarta Timur, itu.
Siswa lainnya, Lisa Servina (11), pelajar sekolah kelas VI di sana, menyampaikan hal senada. Sudah dua hari Lisa belajar di mushala. Ia pun menitipkan pesan untuk Jokowi agar mau memperbaiki sekolah tersebut.
"Pak Jokowi, benerin kelas saya dong," ujarnya.
Berdasarkan pengamatan Kompas.com, terdapat delapan ruangan sekolah yang bisa dikatakan rawan. Ruangan itu terdiri dari dua ruangan kelas I, dua ruangan kelas II, dan sisanya masing-masing satu kelas untuk ruangan kelas III, IV, V, dan VI.


Sumber :
kompas.com

Menanti Mega Merelakan Jokowi Nyapres

Joko Widodo (Jokowi) semakin kokoh di puncak survei capres potensial. Namun sampai saat ini Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri belum memutuskan siapa capres yang akan diusung PDIP.
Tak bisa dipungkiri posisi Jokowi yang terus memuncaki tangga survei capres cukup menggembirakan. Banyak pengamat melihat elektabilitas PDIP ikut terdongkrak lonjakan elektabilitas Jokowi yang dikenal merakyat.
Sejumlah elite PDIP pun mulai berani membuka peluang pencapresan Jokowi. Apalagi Mega telah mengisyaratkan tak nyapres di 2014.
"Bisa saja Ibu Mega maju atau menunjuk Jokowi atau yang lain," kata Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait, Kamis (18/7/2013).
Meski demikian sampai saat ini Mega belum bicara sama sekali soal siapa capres yang akan diusung di Pilpres 2014. Saat ini Mega menginstruksikan semua struktur partai kerja keras untuk memenangkan Pemilu Legislatif 2014, baru mengurus Pilpres.
Jokowi yang terus memuncaki survei capres juga tak mau berspekulasi terkait peluang pencapresannya. Jokowi selalu menjawab dengan kalimat merendah seperti 'saya nggak mikir' belakangan dia malah menonjolkan tampangnya yang ndeso. Namun semakin Jokowi menghindar, elektabilitasnya malah semakin menjadi-jadi.
Temuan survei Pusat Data Terpadu (PDB) pimpinan Didik J Rachbini yang dirilis kemarin Rabu (17/7/2013) kemarin, misalnya, hanya Jokowi yang mampu menjegal kedigdayaan Prabowo. Artinya kalau Jokowi tak nyapres maka disimpulkan PDB, Prabowo-lah presiden Indonesia berikutnya.
Pertanyaan besarnya, apakah Mega mau merelakan Jokowi nyapres? Apakah Mega rela Prabowo jadi presiden? Tentu pada akhirnya Mega yang paling berhak memutuskan siapa capres yang akan diusung PDIP.


 Sumber :
detik.com

Jokowi Melesat Tinggalkan Prabowo, Gerindra Santai

 Pemuncak survei capres saat ini tak bergeser: Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Namun Jokowi semakin melesat meninggalkan Prabowo.
Berdasarkan survei yang dirilis Pusat Data Terpadu (PDB) pimpinan Didik J Rachbini pada Rabu (17/7) kemarin, misalnya, disimpulkan bahwa pertumbuhan elektabilitas Jokowi paling signifikan. Jokowi semakin kokoh menjadi capres paling potensial dengan elektabilitas yang tak terkejar hingga 29,56%.
Survei ini menunjukkan tren peningkatan elektabilitas Jokowi tak terbendung. Elektabilitas Jokowi yang pada Januari 2013 baru 21,2 % kini sudah menembus angka 29,56%. Sementara kompetitor abadi Jokowi, Prabowo Subianto, hanya tumbuh dari 17,1% di bulan Januari menjadi 19,83% di bulan Juni.
Elektabilitas Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri juga bergerak perlahan. Mega yang meraih 11,5% di bulan Januari lalu hanya naik menjadi 13,8% di bulan Juni. Mega juga tak bergerak di posisi 3 di tangga survei capres PDB.
Sementara di survei yang dirilis Indonesia Research Centre (IRC) di waktu yang tak terpaut jauh, elektabilitas Jokowi juga tercatat semakin jauh meninggalkan capres Gerindra tersebut. Jokowi meraih suara signifikan dengan raihan 32% suara.
Survei IRC menempatkan Jokowi sebagai capres paling potensial disusul Prabowo yang hanya didukung 8,2% responden, Wiranto (6,8%) responden, dan Megawati (6,1%) responden.
Namun peningkatan elektabilitas Jokowi yang semakin menjadi-jadi tak membuat Partai Gerindra risau. Gerindra tetap yakin pada saatnya Pilpres 2014 nanti yang menentukan siapa capres yang terkuat.
"Ada di posisi nomor satu atau nomor dua kami tidak persoalkan. Yang lebih penting bagi kami bagaimana Gerindra memenangkan Pemilu 2014," kata Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani kepada detikcom, Kamis (18/7/2013).
Sementara itu Prabowo terus melakukan berbagai upaya untuk meyakinkan masyarakat. "Pada akhirnya Pilpres 2014 nanti yang menentukan," tegasnya.


Sumber :
detik.com

Satu-satunya Penghalang Capres Militer Adalah Jokowi

Peluang purnawirawan militer menjadi presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 mendatang, sangat besar.
Itu dikatakan Direktur Eksekutif Institute for Transformation Studies (Intrans) Saiful Haq.
Menurut Saiful, satu-satunya ganjalan yang menghalangi keberhasilan capres militer, adalah jika Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tidak mencalonkan diri untuk bersaing dengan mereka.
"Kalau Jokowi tidak maju, saya pesimistis sipil masih kuat, kecuali ada tokoh lain. Namun, dalam waktu tersisa satu tahun ini, apakah bisa mencari tokoh seperti Jokowi?" kata Saiful dalam diskusi bertema 'Menimbang Capres Sipil atau Purnawirawan Militer pada Pemilu 2014', di Kantor Imparsial, Jalan Slamet Riyadi, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (17/7/2013).
Hasil temuan survei Lembaga Survei Nasional (LSN) beberapa waktu lalu menyebutkan, ketidakberpihakan pemilih pada capres militer bukan karena faktor ketidaksukaan.
"Kalau hasil temuan masih menyaingi politikus sipil, tapi bukan karena kesukaan, melainkan karena adanya pengimbang. Jadi, bukan berarti militer lebih buruk atau tidak, tetapi selama masih ada sipil lebih baik, maka mereka memilih ke sipil," jelas Saiful.
Sebelumnya, ia juga mengatakan bahwa saat ini masyarakat butuh sosok presiden yang memiliki kedekatan dengan rakyat, seperti yang dilakukan Jokowi.
"Untuk track record dan profesionalisme cawapres, pemilih lebih ketat. Tapi, kalau untuk presiden, lebih kepada melihat kerakyatan," ungkapnya.


Sumber :
tribunnews.com

DPRD DKI Desak Jokowi Bentuk RT RW di Tanah Galian

Warga Tanah Galian meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera membentuk Rukun Tetangga dan Rukun Warga di permukiman mereka. Perwakilan warga bertemu anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Rabu (17/7/2013) kemarin, di ruang rapatnya.
Salah satu anggota Komisi A DPRD DKI William Yani mengatakan, pihaknya akan menghimpun tuntutan perwakilan warga Tanah Galian. Ia akan berkomunikasi dengan Pemerintah Provinsi Jakarta untuk mewujudkan permintaan warga di sana.
"Kasus ini hampir sama dengan kasus Tanah Merah di Jakarta Utara. Belum jelas siapa pemiliknya bisa diakui dua tiga pihak. Tanah Merah saja selesai, masak ini enggak," ujar William saat dihubungi Kompas pada Kamis (18/7/2013) pagi.
William melanjutkan, meski ada permasalahan status tanah, Pemprov DKI tak bisa menutup mata bahwa ada sekitar 500 kepala keluarga yang membutuhkan akses ke kebijakan Pemprov DKI. Misalnya, Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan sejumlah program lainnya.
Jika warga tak memiliki KTP sesuai domisili, kata William, warga tidak mampu mengakses sejumlah program pemerintah. "Pemda DKI paling tidak membentuk RT dan RW untuk sementara, sampai terbentuknya RT dan RW yang baru," lanjutnya.
Menurut William, masyarakat di sana pun menjadi warga ilegal juga karena luntang-lantungnya kepengurusan RT dan RW hingga menyebabkan tak bisa mengurus KTP sesuai domisili. Padahal, jika pemerintah memberikan solusi itu, warga dengan senang hati menjalankan kewajibannya.
"Warga juga dapat menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak sebagai warga negara, termasuk juga ditetapkan sebagai wajib pajak atas pajak bumi dan bangunan (PBB)," lanjut William.

Memicu Konflik Horizontal
Warga Tanah Galian adalah sebutan bagi warga yang tinggal di tanah sengketa di Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur, sejak bertahun-tahun. Kedua pihak, yakni TNI AU Halim Perdanakusuma dan warga saling klaim kepemilikan atas tanah itu. Di lahan itu, warga belum memiliki RT dan RW resmi. Warga masih memperjuangkannya ke Gubernur DKI dan Wali Kota Jakarta Timur.
Tahun 2012 TNI AU membangun waduk seluas 32 hektare untuk menciptakan daerah resapan. Namun, keberadaan waduk malah menyebabkan banjir bukan hanya di daerah Tanah Galian tapi juga di permukiman yang tidak masuk sengketa. Sebab, air waduk tak mengalir ke Kanal Banjir Timur lantaran belum ada saluran penghubung.
Kondisi ini yang kerap menyebabkan konflik horizontal tak hanya antara TNI AU dengan warga Tanah Galian, namun juga warga Tanah Galian dengan warga yang resmi bermukim. Warga resmi berpendapat bahwa warga Tanah Galian seharusnya digusur agar permukimannya tidak menjadi korban kebanjiran. Sementara warga Tanah Galian berpendapat Pemprov DKI harus membuat penghubung secepatnya agar banjir tak terjadi terus menerus.


Sumber :
kompas.com

Amien Rais: Duet Jokowi-Hatta Mirip Soekarno-Hatta

Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, mendapat masukan dari rekan-rekan dosen Universitas Gajah Mada, terkait pencapresan Hatta Rajasa.
Inti masukan tersebut menyatakan, sang Ketua Umum PAN lebih baik menjadi calon wakil presiden, berpasangan dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), pada Pilpres 2014.
"Jokowi dengan Pak Hatta. Karena pertimbangannya apa? Jokowi-Hatta Rajasa, itu kan mirip-mirip dengan Bung Karno dengan Hatta," demikian masukan yang diterima Amien, yang ia utarakan kembali kepada wartawan, di sela buka puasa bersama di Kediaman Hatta, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Menurut mereka, duet Jokowi-Hatta mirip duet pasangan Soekarno-Hatta.
"Bung Karno pemersatu bangsa, solidarity maker. Sementara, Bung Hatta menekuni administrasi, problem solver. Jadi, kalau melihat Pak Hatta, memang orang yang kuat memahami masalah-masalah ekonomi setelah sekian lama berkecimpung di pemerintahan," tutur Amien.
Selain dengan Jokowi, kata tokoh senior PAN, masukan lain menduetkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo sebagai capres, dan Hatta sebagai cawapres. Atau bisa saja sebaliknya, Hatta-Prabowo.
"Bisa saja Hatta-Mahfud, bisa saja Hatta-Dahlan Iskan. Saya tidak akan pernah bisa ini (menjawabnya) karena saya tidak mau berandai-andai dalam arti perubahan-perubahan bisa saja berbelok. Saya cuma kata orang banyak itu," papar Amien.


Sumber :
tribunnews.com

Wali Kota Solo Minta Jokowi Tak Terpengaruh Hasil Survei

Joko Widodo (Jokowi) namanya kian melambung meramaikan bursa capres 2014. Bahkan, berdasarkan sejumlah survei, Jokowi mengalahkan nama-nama yang sebelumnya muncul dan mendeklarasikan diri sebagai capres 2014.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy) enggan berkomentar terkait elektabilitas Jokowi sebagai capres yang terus meningkat. Menurutnya, dirinya dan Jokowi sudah ditugaskan partai untuk bertugas sebagai wali kota dan gubernur.
"Saya dan Jokowi ditugaskan partai sebagai gubernur dan wali kota. Hal pencapresan ini nunggu pileg dulu baru bicara presiden," ujar Rudy di sela-sela acara 40 hari wafatnya Taufiq Kiemas di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2013) malam.
Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi pernah memimpin Solo sebagai wali kota bersama Rudy. Setelah Jokowi melenggang ke DKI, wali kota digantikan oleh Rudy.
Menurut Rudy, PDIP kini lebih fokus untuk berjuang memenangkan pemilu legislatif untuk meraup 20 persen suara. Baru kemudian, secara organisasi dibicarakan soal pencapresan.
"Ini bukan individu, tapi upaya kita berjuang 20 atau 21 persen suara," katanya.
Ketika didesak apakah secara pribadi dirinya menjagokan Jokowi untuk maju sebagai capres, Rudy enggan berkomentar. "Kalau bicara organisasi gak bisa. Saya kelasnya prajurit, itu ketua umum nantinya," terang Rudy.
"Saya sudah kasih tahu Jokowi untuk evaluasi terhadap survei, jangan terpengaruh survei, ada positif dan negatif," tandasnya.


Sumber :
merdeka.com

Mau Capres atau Cawapres, Jokowi Tetap Juaranya

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) masih menjadi calon presiden dengan elektabilitas tertinggi. Bahkan, jika ditempatkan sebagai calon wakil presiden pun, ia masih menjadi juaranya. Hal itu tercermin dari survei yang dilakukan Pusat Data Bersatu (PDB) pada 11-18 Juni 2013 di 30 provinsi, minus Papua Barat, Maluku Utara, dan Sulawesi Barat (Kalimantan Utara tak dimasukkan).
"Jokowi elektabilitasnya kuat baik di capres mapun di cawapres," kata peneliti PDB Didik J Rachbini, di Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Jokowi menempati urutan pertama dengan 29,57 persen, diikuti Prabowo Subianto dengan 19,83 persen, Megawati 13,08 persen, Abu Rizal Bakrie dengan 11,62 dan Jusuf Kalla dengan 5,47 persen. Sementara untuk elektabilitas cawapres, lagi-lagi Gubernur DKI Jakarta itu menempati urutan teratas dengan 30,68 persen. Disusul Jusuf Kalla 18,29 persen, Hatta Rajasa 8,46 persen, Dahlan Iskan 6,32 persen dan Mahfud MD 3,93 persen.
"Pasangan Prabowo-Jokowi jadi pasangan yang paling diinginkan. Tapi Prabowo kalau tidak ada Jokowi juga lain ceritanya. Selanjutnya ada Jokowi-Jusuf Kalla," ujar Didik.
Dalam daftar survei, urutan pasangan di urutan ketiga ada Ical-Jokowi dengan 12,53 persen, Megawati-Jokowi dengan 12,34 persen, dan Megawati-JK dengan 6,45 persen.
Sementara itu, jika Prabowo dipasangkan dengan capres bukan Jokowi, maka mantan Danjen Kopassus itu hanya menempati peringkat kedelapan dengan 3,5 persen. Di urutan ini, Prabowo dipasangkan dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
"(Elektabilitas) bisa saja berubah tergantung peristiwa. Misal saja jokowi tidak beres mengurus Jakarta, bisa saja ini berubah. Tapi untung yang sekarang, Jokowi tetap yang teratas," kata Didik.
Survei ini melibatkan 1200 responden yang diwawancara langsung dengan usia minimum 17 tahun dan seluruhnya telah menikah. Metode survei menggunakan kuesioner terstruktur dengan margin of error 2,8 persen. 


Sumber :
kompas.com

Sekarang Fase Pembuktian Jokowi

Peneliti LIPI Ikrar Nusa Bakti menyebut PDIP melakukan kebodohan politik jika tak mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden 2014. Namun PDIP menegaskan, partainya sudah berpikir keras untuk pencapresan.
"Kita menghargai pandangan itu. Tapi percayalah, kami memikirkan persoalan ini secara serius!" kata Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait saat berbincang dengan detikcom, Kamis (18/7/2013).
Pria yang akrab dipanggil Ara ini menyatakan PDIP menyadari berbagai survei yang ada saat ini sifatnya masih belum pasti menggambarkan kondisi politik 2014. Namun PDIP selalu mencermati segala perkembangan di masyarakat, termasuk perkembangan soal dorongan pencapresan kepada Joko Widodo alias Jokowi.
"Tentu kita tidak bisa pungkiri harapan di publik itu ada (Jokowi maju pilpres), dan kita mencermati. Pada waktunya, kita akan menentukan capres kita secara tepat. Saat ini, agenda partai kita yang prioritas adalah Pileg 2014 dan Pilkada dibeberapa daerah," ungkapnya.
Ara mengatakan yang terpenting bagi Jokowi saat ini adalah membuktikan kedigdayaannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berbagai permasalahan ibu kota masih menanti solusi Jokowi. Masa-masa seperti sekarang disebut Ara sebagai 'fase pembuktian Jokowi'.
"Fase pembuktian ini sangat menentukan. Karena warga Jakarta itu kritis dan akan memberikan respon objektif," tuturnya.
Nama Gubernur DKI Jakarta Jokowi selalu diurutan pertama di berbagai survei capres 2014. PDIP, partai tempat Jokowi bernaung, dianggap melakukan kebodohan politik jika tidak mencapreskan pria 52 tahun itu di Pemilu 2014.
"Akan menjadi kebodohan politik dan tidak akan dilupakan," ujar pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bakti di Imparsial, Jalan Slamet Riyadi, Jakarta Timur, Rabu (17/7/2013).


Sumber :
detik.com

George Washington, Jokowi dan Jim Carrey

Gambar wajah Soekarno bertebaran di banyak pecahan mata uang yang pernah terbit dan beredar di Indonesia. Sekarang, wajahnya ada di lembar pecahan uang Rp 100.000, nominal terbesar dari denominasi rupiah yang beredar.
Sama-sama pendiri negara seperti Soekarno, George Washington "diabadikan" gambar wajahnya di pecahan 1 dollar AS, uang kertas dengan nominal terkecil negara Paman Sam. Adakah filosofinya?
Kepada teman, seorang Amerika Serikat pernah mengatakan, “Amerika Serikat dibangun dari setiap satu dollar. Penghargaan tertinggi bagi pendiri negara adalah terus menjadikannya fondasi negeri ini. Setinggi apa bangunan yang bisa Anda bangun, bergantung pada seberapa kuat fondasinya.”
Jika betul begitu filosofi satu dollar, AS menempatkan Washington di tempat yang seharusnya, yang ideal. Di atas fondasi itu, AS membangun etika dan etos, seperti pada puisi The New Colossus karangan Emma Lazarus, di bagian kaki Liberty. AS bisa dan pernah jatuh, tetapi tak kehilangan jati diri, karena tahu dari mana mereka berasal.

Bagaimana dengan Indonesia?
Sebagai negara, Indonesia juga punya fondasi. Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah fondasi itu, tetapi perlahan dan tanpa sadar "dikhianati" anak bangsa sendiri. Jadilah bangsa Indonesia sebagai "bangsa tanpa identitas".
Apa buktinya? Indonesia sejak dulu kala dikenal sebagai negara agraris, tetapi hari ini Indonesia adalah negeri agraris yang terus saja mengimpor beras. Indonesia adalah negeri subur dan kaya hasil bumi, ibarat lirik lagu lawas "tongkat dan batu pun jadi tanaman", tetapi hari ini justru ribuan anak negeri "diekspor" menjadi tenaga kerja di luar negeri.
Setiap bangsa besar pasti bangga pada bahasanya. Tapi apa yang terpampang hari ini di Indonesia? Meski mengaku berbahasa satu yaitu Bahasa Indonesia, kalangan terpelajar Indonesia terlalu kerap menulis kata "menunjukkan" dengan "menunjukan" tanpa tahu apa yang salah.
Dalam keseharian, nilai sebagai bangsa beradab juga perlu dipertanyakan ulang. Hak pejalan kaki dianggap biasa saja ketika dirampas para pedagang yang menggelar dangan. Sebagai bangsa timur, kekerasan dan hinaan pun terlalu sering terlontar dalam percakapan.
Anak-anak Indonesia sekarang fasih berbahasa Inggris, tetapi tak tahu lagi arti pepatah "rawe-rawe rantas malang-malang putung". Begitu juga dari beragam tontonan anak-anak seolah bersahabat akrab dengan Superman, tetapi sama sekali tak kenal siapa Werkudara apalagi Buya Hamka.
Lucunya, bangsa ini berteriak dan mengaku marah, ketika negara tetangga mengklaim batik sebagai bagian budaya mereka. Sementara anak-anak Indonesia lebih kenal Charles Dickens, pada saat mereka hanya melongo ketika disodorkan nama Ranggalawe.

Tantangan Jokowi
Merapat ke Jakarta, ibu kota Indonesia, ada banyak pekerjaan rumah yang menghampar di muka Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Kota ini adalah gambaran nyata banyaknya hal mendasar yang tak diletakkan pada tempatnya. Tantangan bagi Jokowi, nama panggilan Joko Widodo, adalah mengembalikan banyak hal dasar yang selama ini biasa dilanggar dan telah menjadi hal biasa pula.
Misalnya, mengembalikan fungsi waduk sebagai tempat penampungan air, bukan malah menjadi kubangan air bersampah dengan permukiman mengitarinya. Begitu juga mengembalikan fungsi jalan yang lalu lintasnya mengalir, bukan macet total atau terhambat padatnya pedagang di kiri kanannya.
Tak terkecuali fungsi kehadiran sebuah Monumen Nasional, yang sepertinya sudah dilupakan banyak pengampu kebijakan. Melacak sejarahnya, Monumen Nasional seharusnya adalah pusat kegiatan dan hiburan untuk rakyat, memberikan ruang untuk budaya lokal mendapatkan panggung yang selayaknya. Maka, pergelaran drama musikal Ariah adalah ibarat titik embun di tengah "kegersangan" Monumen Nasional di masa sebelumnya.
Jokowi tahu tak ada kondisi ideal untuk semua orang pada waktu yang sama. Namun, Jokowi juga tahu, ia harus tetap berpikir di tataran ideal dan melakukan yang seharusnya ia lakukan. Setidaknya, itu tampak dari pendekatan Jokowi yang selalu berusaha mengakomodasi semua pihak.
Ketika ingin melakukan normalisasi waduk, Jokowi juga menyiapkan rumah susun untuk merelokasi warga bantaran waduk. Ketika merencanakan penertiban pedagang kaki lima (PKL), Jokowi juga menyediakan lokasi binaan. Kasus waduk Pluit adalah contoh yang bisa dikaji.

Tak semua pasti senang
Tidak berarti setiap kebijakan Jokowi disambut senyum dan hujan pujian dari para pihak yang berkepentingan. Penertiban pedagang kaki lima dan parkir liar dapat menjadi contoh. Termasuk kekecewaan orang tua murid dan para siswa SMPN 14.
Namun apakah berarti ketika Joko Widodo dan jajarannya menggulirkan kebijakan terkait PKL, tukang parkir, dan sekolah itu, maka dia mengkhianati pemilihnya? Mungkin manfaat lebih besar dari kebijakan tersebut harus dipilih sebagai kaca mata untuk memandang persoalannya.
Jokowi tetaplah hanya manusia biasa. Sebagai manusia biasa, tak mungkin dapat menyenangkan semua orang. Bahkan Tuhan Yang Maha Kuasa sekalipun, dengan segala ke-Maha Kuasa-an-Nya kerap kali membuat orang-orang menggerutu karena "kebijakan"-Nya.
Orang Amerika pernah mencoba menggambarkan betapa tak semua orang bisa disenangkan sebaik apa pun layanan yang didapat, lewat film "Bruce Almighty". Film fiksi ini mengangkat cerita bahwa pada suatu ketika Tuhan meminjamkan kekuatannya pada tokoh Bruce yang diperankan Jim Carey.
Dengan kekuatan itu, Bruce berusaha menyenangkan semua orang pada waktu yang sama. Apa yang terjadi? Kekacauan! Pada akhirnya Bruce pun meminta Tuhan mengambil kembali kekuatan yang dititipkan padanya, dan Bruce memilih kembali menjalani kehidupan normal sesuai takdir sebagai manusia.

Takdir
Berkaca dari semua cerita dan data di atas, barangkali sekaranglah saatnya untuk mengembalikan banyak hal sesuai "takdir" keberadaannya. Jalanan mestinya memang bukan tempat berjualan, maka sudah waktunya pedagang kaki lima mendapatkan tempat berdagang yang seharusnya.
Sudah seharusnya pula waduk dan bantaran sungai terbebas dari hunian di tepiannya. Solusi yang dibutuhkan untuk warga yang selama ini bermukim di pinggiran waduk dan sungai pun telah disiapkan, bernama rumah susun. Harapannya, anggaran Jakarta tak hanya habis menangani banjir yang selalu terjadi tiap tahun atau untuk bantuan pada korban banjir.
Bila daerah resapan dan aliran air dibenahi kembali, dana yang selama ini diserap untuk banjir akan lebih bermanfaat ketika dapat dipakai untuk meningkatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Tanpa ada daerah resapan yang memadai dan aliran air yang lancar, apapun proyek banjir yang dikerjakan tak akan pernah menjadi solusi optimal.
Tentu, tidak pernah ada yang benar-benar mewujud ideal. Namun kesadaran itu tak boleh menjadi legitimasi untuk merusak tatanan. Tidak ada yang sempurna dan itulah alasan kenapa selalu ada bagian orang lain dalam rezeki setiap orang, yang paling halal sekalipun.
Sekarang saatnya bercermin bersama, jangan-jangan rezeki yang selama ini dianggap halal ternyata berasal dari "kesusahan" orang lain. Jangan-jangan untuk setiap pecahan uang bergambar Soekarno dalam genggaman, adalah hasil dari terbuangnya lebih banyak lembaran yang sama karena hal-hal mendasar yang diletakkan tak pada tempatnya dan tak sesuai takdirnya.


Sumber :
kompas.com