Rabu, 20 Februari 2013

Jokowi tegur Dirut MRT

GUBERNUR DKI Jakarta Joko Widodo menegur Direktur Utama PT Mass Rapid Transit (MRT), Tribudi Rahardjo. Kejadian ini terlihat saat Tribudi asyik memaparkan panjang lebar mengenai skema pembiayaan mengenai MRT, dalam kegiatan public hearing soal MRT di Balaikota DKI, Rabu (20/2).

Mantan Wali Kota Solo itu menyampaikan teguran lantaran Tribudi menggunakan istilah-istilah ekonomi yang tak mudah dipahami masyarakat. "Tolong diulang lagi mengenai tiket dengan istilah-istilah yang masyarakat semua tahu. Jangan pake TOD dan lain-lain. Saya saja enggak ngerti apalagi orang lain. Tiket, subsidi, jumlah penumpang, jangan pakai istilah sulit,"  ujar Jokowi saat public hearing berlangsung di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, kemarin (20/2).

Tribudi hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian mengulang lagi rincian skema pembiayaan. Dia menjelaskan, harga tiket subsidi diperkirakan antara Rp 8.500, Rp 9.500, Rp 10.350 atau Rp 15 ribu. Harga itu dihitung dengan proyeksi penumpang 17.400 hingga 261.800 per harinya. "Proyeksi penumpang tahun pertama, per hari 17.400 hingga 261.800," jelasnya.

Sementara itu, beban biaya operator rata-rata biaya tiket yakni Rp 10.786, Rp 14.667, Rp 22.648 dan Rp 34.940. Namun, dalam minggu ini tim dari Jepang akan hadir untuk membahas kelanjutan komitmen proyek MRT.

Dalam acara public hearing tentang MRT yang digagas oleh Jokowi tersebut, belum sepenuhnya sepakat mengenai kelanjutan megaproyek itu. Sebab, masih ada kekurangan dan suara protes dari masyarakat tentang kelanjutan proyek MRT.

Adanya perubahan skema pendanaan proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) dinilai menguntungkan Pemprov DKI Jakarta. Pasalnya, meski berkurang hingga 7 persen, namun hal itu akan mengurangi beban pengeluaran Pemprov DKI Jakarta hingga sebesar Rp 1 triliun. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mengaku masih akan melakukan pendekatan kembali terkait skema pendanaan MRT tersebut.

Tribudi menuturkan, skema pendanaan MRT semula 58 persen ditanggung Pemprov DKI dan 42 persen oleh pemerintah pusat. Namun, kini skema pendanaan angkutan massal berbasis rel itu berubah menjadi 51:49. "Dengan kesepakatan saat ini yang menurunkan beban pendanaan oleh Pemprov DKI hingga 51 persen juga meringankan beban kami. Karena penurunan itu setara dengan Rp 1 triliun," ujar Tribudi.

Dengan perubahan komposisi pendanaan itu, dikatakan Tribudi, pihakya tengah meninjau kembali perhitungan tarif yang akan dibebankan kepada penumpang. Hasil kajian sementara, dengan skema pendanaan seperti yang disepakati saat ini, tarif MRT diperkirakan mencapai Rp 8.500-Rp 15 ribu per penumpang.

Meski begitu, kata Tribudi, jumlah itu belum final. Sebab, pihaknya juga masih akan melakukan evaluasi mengenai sejauh mana kemampuan yang dimiliki masyarakat. Terlebih, kemungkinan masih ada beberapa kemungkinan yang dikurangi atau ditambah

Protes datang dari warga Fatmawati, Rully Daniel. Menurutnya, jika MRT dipaksakan maka tidak akan mengurangi kemacetan dan hanya merugikan masyarakat. "Satu perekonomian hancur. Ekonomi tutup. Orang enggak mau datang, kotor, debu dan sebagainya. Bayangkan ekonomi kami hancur," ujar Rully.

Sementara itu, protes juga datang dari Faisal Rusdi. Dia meminta agar para penyandang disabilitas diperhatikan. Dengan demikian, MRT nanti tidak terkesan sia-sia dan dapat dipergunakan oleh seluruh warga.

"Penyandang disabilitas tidak mendapat info ini, kami menyayangkan, saya mengharapkan bisa dilibatkan. Saya memohon bisa kami dari penyandang disabilitas beraudiensi dengan bapak," keluhnya.

Sumber : http://www.jpnn.com