Sabtu, 20 Juli 2013

PAN Pantau Jokowi dan Prabowo Sejak Tahun Lalu

Partai Amanat Nasional (PAN) ternyata telah memantau pergerakan elektabilitas Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), selama setahun terakhir.
Oleh sebab itu sangat wajar saat Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa, menyatakan telah berkomunikasi intensif dengan kedua figur tersebut, agar bersedia untuk menjadi pendamping dirinya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang.
"Wacana ini (menduetkan Hatta dengan Jokowi atau Prabowo) sudah berkembang di internal PAN, termasuk di akar rumput PAN sejak setahun terakhir," kata Ketua DPP PAN, Bima Arya di Jakarta, Sabtu (20/7/2013).
Salah satu faktor yang menyebabkan partai berlambang matahari terbit itu mengincar kedua figur tersebut adalah karena baik Prabowo maupun Jokowi memiliki visi yang jelas bagi Indonesia dan keduanya mampu diterima masyarakat.
"Kedua nama tersebut berdasarkan survei memiliki popularitas tinggi, punya pengalaman dalam kepemimpinan dan pemerintahan serta memiliki penerimaaan yang luas dari berbagai kalangan. Mereka memenuhi kriteria popularitas, kapasitas dan akseptabilitas," tandasnya.


Sumber :
okezone.com

Dahlan Iskan: Jokowi atau Saya Bisa Menang Pilpres

Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mulai berbicara soal peluangnya menjadi calon presiden (capres) pada Pemilu 2014. Menurutnya, ia atau Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bisa memenangi pemilihan presiden jika keduanya sama-sama maju sebagai capres.
Hal itu disampaikan Dahlan di hadapan ratusan ulama Madura ketika ia berkunjung ke Pondok Pesantren Al Hamidy, Banyuanyar, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, Jawa Timur, Sabtu (20/7/2013). Dahlan mengatakan, di sebagian daerah Indonesia, popularitas Jokowi--sapaan Joko Widodo--masih berada di atas calon-calon presiden lain.
"Bisa jadi Jokowi memenangkan Pilpres tahun 2014 mendatang atau bisa saya pemenangnya. Semua tergantung kodrat Allah," kata Dahlan.
Selain sosok Jokowi yang akan menjadi ganjalan, kendala lain baginya adalah tidak ada partai politik yang akan menjadi kendaraannya untuk maju sebagai capres. Namun, ia mengatakan bahwa hal itu bisa saja berubah tergantung pada perkembangan menjelang Pemilu 2014.
Selain untuk mencari dukungan kepada para ulama dan kiai pesantren, Dahlan datang ke Pamekasan untuk meminta doa agar bisa menjalankan tugasnya sebagai Menteri BUMN. Ia menilai tugasnya cukup berat karena harus mengamankan dan mengembangkan aset BUMN sebesar Rp 3.700 triliun yang tersebar di 400 lebih perusahaan di Indonesia.


Sumber :
kompas.com

Antrian Berikutnya, Muhaimin Dipasangkan dengan Jokowi

Bursa Calon Presiden dan Wakil Presiden di 2014 diprediksi akan memunculkan tokoh baru. Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Ahmad Bakir Ihsan, menyatakan, politik aliran masih diperhitungkan dan menjadi salah satu faktor penentu di bursa capres dan cawapres kedepan.
"Saya kira dari sejumlah figur di kalangan Islam jika mengacu pada politik aliran, NU (Nadhlatul Ulama) memiliki kans besar untuk memunculkan tokohnya," tuturnya.
Bakir pun dengan tegas menyebutkan Muhaimin Iskandar, tokoh muda NU merupakan sosok yang layak dimunculkan dalam bursa capres.
Bakir menilai kans Muhaimin besar. Selain karena Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsan, secara ketokohan Muhaimin juga cukup dikenal.
"Muhaimin juga punya pengalaman organisasi yang cukup panjang. Yang lebih menguntungkan,  Muhaimin adalah tokoh muda yang lahir dari era reformasi," katanya.
Dia mengatakan, saat ini yang menjadi persoalan adalah bagaimana marketing politic PKB untuk memerkenalkan sosok Muhaimin sebagai capres yang mewakili kalangan islam. Ia menambahkan, hal inilah yang harus menjadi perhatian. "Juga sejauh mana keseriusan PKB untuk mengusung Muhaimin sebagai capres," kata Bakir.
Ia menambahkan, potensi suara NU untuk Muhaimin sendiri cukup bisa diandalkan. "Saya kira, PKB sampai saat ini masih menjaga dan merawat basis suaranya dikalangan NU," katanya. Bahkan, ia menambahkan,  dibandingkan dengan partai lain, PKB lebih dekat secara struktural dengan NU. "Ini juga yang menjadi keuntungan bagi PKB," ungkapnya.
Dia pun menegaskan, peluang Muhaimin lebih besar lagi jika bisa disandingkan dengan sosok yang mewakili golongan yang lain dalam politik aliran di Indonesia. Ia pun menunjuk sosok Joko Widodo sebagai pasangan yang pas bagi Ketum PKB tersebut.
"Akan lebih besar peluangnya, soalnya Jokowi yang boleh kita katakan mewakili sebagai kalangan "sekuler", tentunya juga butuh pendamping dari kalangan Islam. Tinggal bagaimana marketing politik-nya (Muhiamin) berjalan," tutup Bakir.
Pengamat politik LIPI, Siti Zuhro mengatakan bahwa duet Jokowi-Muhaimin sendiri bisa menjadi kuda hitam dalam bursa pilpres 2014. Jokowi faktor, akan menjadi penentu mengingat sosoknya yang sangat disukai masyarakat.
"Jadi sebenarnya Jokowi itu dipasangkan dengan siapa saja tetap tidak akan berpengaruh dan nilainya tetap akan tinggi. Pasangannya ini yang akan mendapatkan keuntungan, sebab masyarakat tidak akan melihat sosok pendamping nya, tetapi akan lebih melihat Jokowi sebagai figur yang menurut masyarakat sederhana, dan low profile. itu sebabnya Jokowi disukai masyarakat," ujar Zuhro. 


Sumber :
jpnn.com

Jokowi-Jusuf Kalla Kombinasi Andalan 2014

Dari hari ke hari, tampaknya semakin jelas siapa yang diinginkan rakyat Indonesia untuk menjadi presiden di tahun 2014. Di kalangan partai politik, nama Jokowi coba "dikesampingkan" ketika mereka bicara soal presiden, namun nama ini secara tidak sadar berada di benak mereka.

Bagi rakyat banyak - yang tampak dari media maupun jajak pendapat- terus mengusung Gubernur DKI Jakarta ini untuk mau dicalonkan atau mencalonkan diri. Memang masih ada berbagai "ujian" bagi Jokowi untuk melihat apakah namanya akan terus berkibar sampai menjelang pemilihan tahun depan.

Ujian terbesar tampaknya akan terjadi pada pemilu, apakah partainya, PDIP, mendapatkan suara cukup besar, diatas threshold sehingga bisa mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden tanpa tergantung dari partai lain.

Karena "pilihan" rakyat sudah semakin jelas, maka yang lebih penting sekarang adalah mencari calon wakil presiden yang ideal untuk mendampingi Jokowi. Menurut saya, calon ideal tersebut adalah mantan wakil presiden semasa pemerintahan SBY yang pertama, Jusuf Kalla.

Ada tiga alasan menurut saya, mengapa Jusuf Kalla paling pantas. Masalahnya adalah apakah Jusuf Kalla bersedia bagi jabatan tersebut karena setelah menjadi wakil presiden, tokoh asal Sulawesi Selatan ini mencalonkan diri sebagai presiden walau kemudian kalah dari Presiden SBY.

Pertama, pengaruh Jusuf Kalla (JK) di Golkar masih besar. Guna mendampingi Jokowi, banyak orang juga mengusulkan kemungkinan Jokowi berpasangan dengan Dahlan Iskan (Menteri BUMN) atau Mahfud MD (mantan ketua Mahkamah Konstitusi).  Menurut saya, guna mendampingi Jokowi diperlukan seorang tokoh yang berasal dari partai besar. Walau Jusuf Kalla sudah tidak lagi menduduki jabatan apapun di Golkar, namun karena pernah menjadi ketua partai berlambang beringin tersebut ia pasti menyisahkan pengaruh.

Dahlan Iskan dan Mahfud MD tidak memiliki dukungan partai politik cukup kuat.  Golkar sudah dipastikan akan mencalonkan ketuanya yang sekarang Aburizal Bakrie, namun kepopuleran Ical sejauh ini membuatnya sulit untuk terpilih karena berbagai bisnis masa lalunya seperti Kasus Lapindo. Beban yang dibawa oleh Jusuf Kalla lebih kecil dibandingkan apa yang disandang oleh Aburizal Bakrie. Bila JK mendampingi Jokowi, maka nantinya di DPR, JK akan bisa menggunakan pengaruhnya di masa lalu untuk membantu pemerintahan.

Kedua, pengalaman JK sebagai Wakil Presiden. Selain keinginan beberapa kalangan agar Jokowi berkonsentrasi dulu mengurus DKI, lawan politik sudah mengungkapkan apakah Jokowi memiliki pengalaman cukup untuk melakukan negosiasi dengan berbagai partai atau juga mewakili Indonesia di tingkat internasional.

Di sini kembali Jusuf Kalla bisa berperan menjadi mentor Jokowi dalam berbagai urusan ini, karena JK sebelumnya pernah lima tahun menjadi wakil presiden.  Dalam masa pemerintahan SBY-Kalla, peran Ketua PMI ini hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh Wakil Gubernur DKI Basuki (Ahok). Jusuf Kalla dan Ahok tidak sekedar menjadi ban serep namun terlihat sangat aktif bekerja untuk menyelesaikan masalah yang ada. Tidak diragukan bahwa kerja dua orang akan memberi hasil lebih baik dari satu orang saja.

Ketiga, duet Jokowi-JK adalah duet sipil. Di jaman Soeharto, Golkar dan PDI(P) adalah partai yang berseberangan ideologi. Namun di jaman reformasi ataupun di pemilihan presiden 2014, Jokowi bisa menggandeng Jusuf Kalla (yang mewakili unsur Golkar) karena "lawan" yang mereka hadapi adalah partai berlatar belakang "militer" Hanura (Wiranto), Gerindra (Probowo), dan Demokrat (bila mereka mencalonkan Pramono Edhie). Sebagai partai sekuler, PDIP dan Golkar juga menghadapi partai-partai dengan latar belakang Islam seperti PKS, PPP, PBB atau PKB.

Faktor ketiga ini tidaklah penting-penting sekali. Namun, setelah Presiden SBY (dengan latar belakang militer) menjabat dua kali, sekarang ini untuk pertama kalinya Indonesia memiliki calon presiden dengan latar belakang sipil yang kuat.

Saya mengusulkan kombinasi Jokowi-Jusuf Kalla. Apakah kombinasi ini bisa dibalik dengan kombinasi Jusuf Kalla-Jokowi? Ini bisa saja terjadi, tetapi faktor Jokowi akan ditentukan oleh keberhasilan PDIP dalam meraih suara di pemilu, bukan faktor Jusuf Kalla di Golkar.

Bila PDIP mengusung Jokowi sebagai juru kampanye, dan partai kepala banteng ini mendapatkan suara melebihi threshold, maka desakan rakyat terhadap PDIP untuk memilih mantan walikota Solo tersebut akan sangat kuat. Kalau kemudian Jokowi bersedia jadi calon presiden, maka dia memiliki kuasa besar untuk melakukan pilihan sendiri.


Sumber :
kompas.com

Megawati Capres Lagi, Jokowi Jadi Pasangannya

Nama Joko Widodo (Jokowi) akhir-akhir ini disebut-sebut akan berduet dengan Hatta Rajasa. Keduanya bahkan dikabarkan sudah bertemu dan kemudian sowan ke Megawati Soekarnoputri untuk meminta restu.
Namun sumber lain Tribun mengungkapkan, bisa saja Megawati akan kembali ikut dalam pertarungan Pilpres 2014. Bahkan, ujar sumber tersebut mengatakan, bisa saja Megawati akan berduet dengan Jokowi.
"Kalau duet (Megawati-Jokowi )ini terwujud, bisa saja Hatta Rajasa berduet dengan Prabowo Subianto. Namun, masih tergantung dari hasil Pemilu legislatif dan UU Pilpres nantinya," katanya.
Bagaimana dengan Ical? Ketua Umum DPP Partai Golkar ini juga tak berdiam diri. Bahkan, beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Bambang Soesatyo sudah mengungkap meminang Jokowi menjadi pendamping Ical.
Atau, bisa saja Ical akan berduat dengan adik Ani Yudhoyono, Pramono Edhie Prabowo. Menarik ditunggu, manuver politik ke depan para elit, siapa akan berdampingan dengan siapa dalam Pilpres nanti.
Termasuk, kepastian mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, ikut dalam pertarungan Pilpres tahun depan.


Sumber :
tribunnews.com

Meski Diperintah Mega, Jokowi Ogah Nyapres!

Jawaban 'enggak mau mikir', untuk maju dalam pemilihan presiden 2014, memang kerap kali keluar dari mulut Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) saat menjawab pertanyaan wartawan. Mungkin Anda sudah bosan mendengar hal tersebut.
Namun, apa tanggapan mantan Wali Kota Solo itu bila Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri memerintahnya untuk maju sebagai capres, masihkah Jokowi akan menolak mandat Ketum partai banteng moncong putih itu?
"Saya masih kerja untuk Pluit, untuk rusun, untuk KJS. he...he...he...," ujar Jokowi dengan tawa khasnya di Balai Kota Jakarta, Jumat (19/7/2013).
Sebagaimana diketahui, hasil survei yang dilakukan beberapa lembaga survei nama Jokowi selalu berada diurutan puncak. Tak jarang, dirinya disandingkan dengan tokoh-tokoh senior sepeti Aburizal Bakrie (Ical) dan Prabowo Subianto.
Bahkan, belakangan Partai Amanat Nasional (PAN) nampaknya terpincut dengan kharisma orang nomor satu di Jakarta itu. Ketua DPP PAN Bima Arya, mengkalim jika capres yang diusungnya, Hatta Rajasa telah melakukan komunikasi yang baik dengan Jokowi untuk mendampinginya sebagai calon wakil presiden.
Hal yang juga dikalim oleh Gerindra, menurut Gerindra Jokowi sering Dinner dengan Prabowo.


Sumber :
okezone.com

Nasib Jakarta Tanpa Jokowi Bagai Nasib Mobil Esemka

Direktur Investigasi Dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi berharap Jokowi mampu menahan diri untuk tidak mengikut pilpres 2014, walaupun banyak pihak yang menginginkannya. Penyelesaian tugas sebagai gubernur DKI Jakarta harus lebih diutamakan daripada mengikuti perhelatan calon presiden.
"Jangan sampai nanti Jakarta seperti nasib mobil Esemka. Yang dulunya dielu-elukan, sekarang mobil itu tinggal tinggal cerita," katanya seusai mengikuti diskusi publik yang bertema memberantas korupsi di daerah, di Jalan Cikini Raya, Jumat 19 Juli 2013
Nasib mobil Esemka, kata Ucok, saat ini masih terkatung-katung menunggu kejelasan soal perijinan. "Sekarang kondisi mobil itu terbengkalai. Kalau Jokowi nyapres, Jakarta akan sama kondisinya dengan mobil itu. Tak terurus," katanya.
Sebagai seorang pemimpin, tutur Uchok, seharusnya dia memperjuangkan mobil itu sampai berhasil karena Jokowi telah memulai niat baik yang harus diselesaikan.
Dia berharap Jokowi mau menyelesaikan tugasnya sebagai gubernur hingga tuntas. "Kalau belum selesai dan meninggalkan Jakarta, berarti dia sangat tidak bertanggung jawab."
Hingga kini, Jokowi masih populer dalam sejumlah lembaga survei yang mengukur elektabilitas beberapa nama tokoh untuk menjadi calon presiden. Dari setiap survei, Gubernur Jakarta Joko Widodo selalu berada di urutan teratas. "Mendengar itu, Jokowi--panggilan akrab Gubernur Jakarta itu--tidak menjawabnya. "Saya enggak mau mikir. Enggak mikir. Enggak mikir," kata Jokowi di Balai Kota Jakarta.
Karena tidak pernah menjawab soal kemungkinannya menjadi calon presiden 2014 nanti, salah seorang wartawan pun nyeletuk ke Jokowi mengapa ia tak berani bilang untuk tidak mencalonkan dirinya pada Pemilu 2014. Jokowi pun hanya diam dan kemudian tersenyum mendengar pertanyaan tersebut.

Sumber :
tempo.co