Rabu, 07 Agustus 2013

Jokowi Tak Mau Peresmian Mewah di Kampung Deret Tanah Tinggi

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dijadwalkan akan meresmikan kampung deret di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (8/8/2013). Peresmian tidak dilakukan secara mewah.
Warga RT 14/RW 01, Kelurahan Tanah Tinggi, antusias menyambut peresmian kampung deret itu. Warga pun berbondong-bondong membersihkan lingkungan serta memesan tenda supaya Jokowi tak kepanasan saat meresmikan kampung deret tersebut. Namun, Jokowi meminta agar tenda itu ditiadakan.
"Tadi sudah dirikan tenda, tapi digeser. Pak Jokowi enggak mau yang mewah-mewah," kata Tuti (48) kepada Kompas.com, Jakarta, Rabu (7/8/2013).
Hal senada juga disampaikan oleh Sri (65). Ia mengatakan, Jokowi tak mau merepotkan warga, yang masih butuh banyak dana untuk perbaikan rumah.
"Ini tenda tadi saya suruh geser, tadinya di sini," ujar Ketua RT 14, Yahya, sembari menunjuk jalan di depan mushala Al Huda.
Menurut Yahya, besok Jokowi akan datang ke permukiman tersebut sekitar pukul 13.00. Acara akan berlangsung dengan suasana nonformal. "Semacam halalbihalal," katanya.
Persiapan lain yang dilakukan warga adalah membantu membenahi ruangan untuk makan prasmanan. Untuk penyediaan konsumsi itu, kata Yahya, dibantu oleh Wali Kota Jakarta Pusat Saefullah.
Kampung deret yang baru pertama kali dibuat di Jakarta itu semestinya diresmikan sebelum Lebaran. Meski molor, toh warga tetap bersemangat sambut kampung baru. "Ikut senang lah, kampungnya jadi bersih, bagus, tertata, dilihatnya lapang gitu," kata Mariani, warga RT 13/RW 01.

Sumber :
kompas.com

Jokowi Kunjungi Mega

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi kediaman Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.
Jokowi meninggalkan rumah dinasnya di Taman Suropati, Jakpus, sekitar pukul 18.58 WIB, Rabu (7/8/2013), dengan menggunakan mobil Toyota Innova.
Sampai berita ini diturunkan, belum diketahui tokoh-tokoh lain yang ikut hadir di kediaman Megawati Soekarnoputri. Menurut  pesan yang disampaikan ajudan Jokowi, Jokowi minta dengan sangat agar kunjungannya kali ini ke kediaman Megawati tidak diliput media.
Adakah sesuatu yang amat penting? Hanya waktulah yang bisa menjawabnya.

Ada yang Risih dengan Jokowi?

Kalau ada figur yang beberapa kali berhasil melakukan loncatan signifikan dan menyejajarkan dirinya dengan tokoh nasional dalam waktu yang relatif singkat, mungkin Joko Widodo contohnya.
Tak bisa dipungkiri, pria yang akrab disapa Jokowi ini adalah kader potensial milik PDI Perjuangan yang sempat memimpin Surakarta, kemudian loncat memimpin Ibu Kota. Beberapa saat memimpin DKI Jakarta, Jokowi menjadi jawara dalam berbagai survei pemilihan presiden (pilpres) yang dilakukan sejumlah lembaga.
Nama Jokowi yang sering dikaitkan dalam kompetisi pilpres tentu tak bisa dianggap angin lalu oleh partai politik peserta Pemilu 2014. Meski belum ada keputusan resmi dari PDI Perjuangan untuk mengusung Jokowi pada 2014, terakhir, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo sempat menyatakan pihaknya mulai mempertimbangkan Jokowi untuk maju sebagai calon presiden (capres).
Apakah Jokowi membuat risih tokoh lain yang akan maju dalam pilpres mendatang? Jawabannya mungkin saja karena Jokowi dihitung sebagai lawan terkuat bila akhirnya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri merestui anak didiknya itu bertarung memperebutkan kursi RI 1.
Kerisihan partai politik menyikapi kehadiran Jokowi dalam pertarungan Pilpres 2014 ditanggapi berbeda-beda. Ada partai yang memilih bertarung head to head, ada juga yang memilih cara lembut, yakni dengan konsolidasi mengupayakan peluang koalisi.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Melani Leimina Suharli, mengatakan, pemenang konvensi calon presiden yang digelar partainya harus bisa mengalahkan semua capres dari partai lain, termasuk Jokowi. Menurut Melani, konvensi capres Partai Demokrat menjadi sia-sia bila akhirnya tak mampu memenangkan pilpres.
Melani mengatakan, pihaknya akan habis-habisan mendorong pemenang konvensi capres untuk memenangkan pilpres. Meski demikian, pernyataan Melani berseberangan dengan visi dari Hayono Isman yang berniat mengikuti konvensi. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini mengaku, bila memenangkan konvensi, dia akan mengarungi pertarungan pilpres dengan fair dan penuh rasa persahabatan.
Sikap berbeda dipertontonkan oleh Gerindra yang mengaku bangga dengan terus melambungnya popularitas Jokowi. Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, menyatakan pihaknya terus melakukan komunikasi intens dengan PDI Perjuangan untuk menyiapkan kemungkinan koalisi dalam pilpres mendatang.
Menurut Martin, Gerindra dan PDI Perjuangan memiliki kedekatan spesial dan seperti saudara serumpun. Bahkan, ia menilai, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto cocok berduet dengan Jokowi sebagai pasangan capres dan cawapres seperti pada 2009 lalu di mana Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menjadi calon presiden dan didampingi oleh Prabowo.
"Bagi Gerindra, akan jadi kebanggaan Pak Jokowi disukai jadi gubernur dan cawapres. Kami akan selalu seperti orang dalam, satu rumpun dan saling memercayai. Sejak 2009, hubungan itu selalu terjaga," kata Martin.
Langkah Gerindra menyikapi kehadiran Jokowi dalam belantika politik nasional hampir sama dengan yang ditunjukkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN). Ketua Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais mengaku tak ingin terlalu ambisius mengusung Ketua Umum PAN Hatta Rajasa sebagai capres. Ia memilih realistis dan siap menerima kenyataan jika pada akhirnya PAN hanya bisa mengusung Hatta sebagai cawapres.
Amien menegaskan, Hatta akan diduetkan dengan tokoh nasional yang berasal dari tanah Jawa. Namun, tokoh tersebut harus memiliki visi dan misi perjuangan yang sama dengan yang diusung PAN. Menurut Amien dan berdasarkan masukan dari rekan-rekannya yang menjadi dosen Universitas Gadjah Mada, Hatta sangat cocok menjadi cawapres mendampingi Jokowi.
"Jokowi dengan Pak Hatta. Karena pertimbangannya apa? Jokowi-Hatta Rajasa, itu kan mirip-mirip dengan Bung Karno dengan Hatta," kata Amien.
Langkah apa pun yang dipilih setiap partai untuk menyikapi kehadiran Jokowi harusnya tidak mencederai pesta demokrasi lima tahunan ini. Suka tidak suka, saat ini Jokowi telanjur diprimadonakan.
Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, menilai pencalonan Jokowi sebagai presiden sudah tak dapat ditunda-tunda lagi. Ini peluang terbaik bagi PDI Perjuangan saat memiliki kader setia yang diprediksinya bakal menang mudah di Pilpres 2014.
"Jokowi itu bisa dengan siapa saja, bersanding dengan daun pun pasti menang," kata Kristiadi.

Sumber :
kompas.com

Jokowi Siap Jadikan Pasar Tanah Abang Terbesar di Asia

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menata kawasan pasar Tanah Abang supaya menjadi pusat perdagangan yang nyaman bagi pedagang dan pembeli.
Salah satu upaya itu adalah menata para pedagang kaki lima (PKL) supaya bisa dipindahkan ke pasar Blok G.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), Rabu 7 Agustus 2013, mengatakan, saat ini Pemprov sudah memiliki konsep pembangunan pasar Tanah Abang supaya menjadi pusat perdagangan grosir terbesar di Asia.
"Ini akan menjadi pusat perdagangan grosir terbesar di Asia. Besar sekali nanti, panduan desainnya sudah ada," kata Jokowi. Saat ini, pasar Tanah Abang dikenal sebagai pusat grosir terbesar di Asia Tenggara.
Walaupun sudah ada desainnya, Jokowi melanjutkan, untuk menjadikan pasar Tanah Abang sebagai pusat grosir terbesar Asia dan pasar yang nyaman, akan memakan waktu sangat lama. Karena, membutuhkan kesiapan, baik dari keadaan sosial masyarakat maupun dari segi infrastrukturnya.
"Itu perlu waktu panjang 10 sampai 15 tahun untuk menuju ke sana," kata Jokowi.
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta akan menyelesaikan secara perlahan apa saja yang harus diperbaiki. Menurut dia, salah satunya dengan penataan PKL yang semrawut. "Nanti ditata secara rapi, kontrol manajemennya harus baik," katanya.
 Seperti diketahui, dari 1.067 kios di Pasar Tanah Abang Blok G, sebanyak 99 kios masih direnovasi. Adapun jumlah PKL yang sudah terdaftar untuk direlokasi adalah 961 pedagang.
Mereka terdiri atas 470 pedagang dari DKI Jakarta, 313 luar DKI, dan 178 sisanya merupakan pedagang yang mendaftar langsung di Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan.

Sumber :
viva.co.id

Jokowi Instruksikan Jajaran Antisipasi Kebakaran

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan jajaran di kecamatan hingga kelurahan untuk mengantisipasi kebakaran di sekitar wilayahnya. 
Dia menegaskan untuk terus memantau anak buah walaupun dalam masa cuti Lebaran. 
"Saya selalu muter terus dan saya cek kerja atau tidak. Pasti saya telpon [kepala dinas] jika tidak siaga," kata Jokowi di Jakarta, Rabu (7/8/2013) 
Menurutnya  walau pun sekarang masih dalam suasana cuti Lebaran tetapi seluruh jajarannya harus selalu siap. Apalagi Dinas Pemadam Kebakaran, Karena kata dia, tugasnya menyangkut hajat hidup orang banyak 
Selain itu, Jokowi juga menghimbau kepada jajaran terkecil seperti RT dan RW supaya mengawasil pemukiman di sekitar lingkungannya. 
Peran RT dan RW, sambungnya, sangat penting supaya mengimbau warganya agar tidak meninggalkan rumah dalam keadaan lampu menyala dan gas masih terhubung.


Sumber :
bisnis.com

Rakyat Mau Jokowi Bukan Gita

Para tokoh yang memperebutkan kursi nomor satu di Indonesia diingatkan agar tetap menginjak pada realita. Sebab presiden merupakan pilihan rakyat, bukan partai politik.
Budayawan, sejarawan, dan juga tokoh Betawi, Ridwan Saidi, mengatakan, saat ini orang sedang menyorot Joko Widodo (Jokowi), bukan Gita Wirjawan ataupun tokoh lainnya.
"Saya bukan pemuja Jokowi. Saya orang politik. Orang politik itu harus berpijak pada realita," ujar Ridwan saat dijumpai di rumahnya, di Bintaro, Jakarta, Selasa (7/8/2013).
Ridwan menceritakan seperti apa realita yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. Pada suatu ketika, kata dia, Effendi Gazali menyampaikan bahwa dia sudah didekati oleh empat menteri yang mendukung Gita Wirjawan. Lalu, Ridwan pun menanggapi ucapan Effendi itu.
"Saya bilang, wahai Efendi, saya tinggal di Bintaro Jaya. Orang bilang yang tinggal di situ berkecukupan. Saya sering duduk di sini (di teras), tetangga pada mampir, enggak satu biji yang nanyain Gita Wirjawan," ungkap Ridwan.
"Kadang-kadang dia (tetangga) kenal juga enggak. Jangan salah, ini di Bintaro, lho. Apalagi di Jembatan Besi, apalagi di Kampung Lontar, Pontang, Banten," tutur dia.
"Kita realistislah. Bahwa dia (Gita Wirjawan) bersemangat terserah saja. Dia bilang Facebooker-nya ada 60 juta juga terserah dia, saya enggak ngitungin," imbuh Ridwan.
Realita politik, menurut Ridwan, mudah diamati, seperti mengamati talkshow yang dibawakan pelawak Tukul Arwana, ataupun acara komedi di stasiun televisi yang sama. Meski ia tak suka, nyatanya rating kedua acara televisi itu tinggi.
"Anda boleh bicara dari segi intelektual, tapi Anda berhadapan dengan tokoh yang orang Indonesia merindukan yang seperti ini," jelasnya.
Menurutnya, orang Indonesia sejak lama tidak hanya kehilangan sosok kejujuran, tetapi juga sistem kejujuran. Sistem kekuasaan selalu dianggap mengecewakan. Sejak zaman Belanda, Jepang, bahkan mengharap kejujuran zaman kemerdekaan pun, kata dia, sama saja.
"Orang sudah kehilangan harapan dengan sistem kekuasaan. Tiba-tiba muncullah Jokowi. Ternyata, konsepsi orang tentang penguasa itu kejujuran, ketulusan, bukan intelektualitas," ujarnya.
Menurut Ridwan, jika Jokowi terpilih jadi RI-1, itu sudah persoalan "jodoh politik". Orang-orang tidak bisa mengatur mekanisme yang bergerak sendiri. Dan, pada gilirannya, jodoh politik bukan masalah kasak-kusuk politik.
"Saya itu melihat, orang enggak ada yang ngomongin Gita Wirjawan. Rakyat maunya dia (Jokowi), mau apa?" cetusnya.

Sumber :
tribunnews.com

Ajudan Jokowi Kena DBD, Rumah Dinas Difogging

Rumah dinas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) di Taman Suropati, Jakarta Pusat difogging. Fogging dilakukan karena dua ajudan Jokowi terkena demam berdarah.
"Ada itu 2 (ajudan jokowi.red) kena DB," ujar asisten pribadi Jokowi, David, Rabu (7/8/2013).
"Kan biar enggak kena DB," imbuh David kepada wartawan.
Dari pantauan, tampak asap fogging menyelimuti bagian luar rumah bercat putih tersebut. Beberapa ajudan juga terlihat mengenakan masker dan berada di halaman rumah. Lalu, dimana Jokowi?
"Bapak diatas. Kan enggak kena, yang dibawah aja yang difogging," ujar David.


Sumber :
detik.com

Lulung Lunggana Lebih Suka Cara Jokowi Ketimbang Ahok

Terkait penertiban PKL Tanah Abang, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Lulung Lunggana, menyebut Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) lebih mengerti penanganan PKL di Tanah Abang ketimbang Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Lulung menyatakan hal itu ketika mendapat laporan Jokowi turun langsung ke lapangan untuk melihat langsung persoalan PKL Tanah Abang.
"Saya memberi apresiasi pada pak Jokowi yang begitu perhatian terhadap PKL Tanah Abang. Ini menjadi bukti kalau pak Jokowi lebih mengerti terrhadap persoalan PKL ketimbang Ahok, yang hanya bisa berbicara di media dengan pernyataan-pernyataannya yang arogan," tegas Lulung dalam pernyataan persnya, Rabu (7/8/2013).
Menurut Lulung, Jokowi merupakan sosok pemimpin panutan dan bisa memberikan contoh yang baik bagi warga Jakarta.
"Sekali lagi, kita harus berikan apresiasi terhadap pak Jokowi. Dia tidak banyak bicara tapi banyak kerja," cetusnya.
Bicara PKL Pasar Tanah Abang, dirinya sepakat dengan apa yang dikatakan Jokowi terkait harus ada penataan yang baik. "Ya, perlu adanya penataan yang baik di Pasar Tanah Abang. Sehingga nantinya tidak ada lagi kemacetan dan PKL yang berjualan disana," jelas Lulung.
Bicara penataan, kata Lulung, sudah barang tentu berbicara pengembangan infrastruktur disana.
Seperti di ketahui, untuk mengetahui persoalan PKL di Tanah Abang, Jokowi turun langsung ke Pasar Tanah Abang. Disana, Jokowi langsung melakukan komunikasi dengan pedagang. Hasilnya, pedagang setelah Lebaran usai, siap direlokasi ketempat yang sudah disiapkan oleh Pemprov DKI yakni Blok G.
"Pada dasarnya, demi ketertiban pedagang mau direlokasi hanya saja waktunya nanti setelah Lebaran. Jadi sekali lagi saya tekankan sudah tidak ada lagi persoalan PKL di Tanah Abang ini," tandasnya.

Sumber :
tribunnews.com

Komentar Seputar Tragedi Pelecehan SBY

Ibarat bintang, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sedang terang benderang. Begitu terangnya, sinarnya bahkan mengalahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terpuruk nyaris bagai debu di padang pasir.
Drama pelecehan terjadi ketika SBY meninjau sistem pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) di halaman kantor Baznas, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2013).
Awal cerita, Jokowi yang turut mendampingi SBY, keluar dari ruangan terlebih dahulu beberapa menit sebelum SBY.
Setelah itu dilanjutkan oleh sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, seperti Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Mereka pun berkumpul di sisi kiri podium tempat SBY berpidato.
Namun saat Presiden SBY bersama Wapres Boediono dan Menteri Agama Suryadharma Ali keluar dari ruang kantor Baznas, Jokowi seketika melangkahkan kakinya menuju barisan wartawan dan warga yang berdiri di dekat pagar kantor Baznas yang telah dibatasi oleh garis Paspampres. Aksi Jokowi itu mengundang perhatian beberapa wartawan dan warga.
"Eh, Pak Jokowi di dekat kita. Ya ampun, saya berdiri di dekat orang bijaksana," kata seorang Ibu sambil menatap Jokowi.
Melihat Jokowi ada di dekat mereka, lantas beberapa warga pun mencoba mendekati Jokowi dan mengarahkan kamera ponsel mereka kepada Jokowi. Aksi para warga itu pun mengusik personel Paspampres yang berjaga untuk menenangkan warga yang mulai berisik melihat Jokowi. Pasalnya, saat itu SBY sedang berpidato dan situasi memang harus kondusif.
Raut muka Jokowi pun tampak serius memperhatikan pidato dan instruksi Presiden. Senyum tak muncul di wajahnya, dan matanya terus memperhatikan Presiden. Namun, warga tetap bergantian berdiri di sampingnya untuk berfoto.
Hingga Presiden selesai memberikan arahannya, warga masih terus bergantian berdiri di sisi Jokowi untuk mengabadikan momen itu. Ketika Presiden meninggalkan podium, Jokowi langsung berbalik badan dan melangkahkan kakinya dengan cepat menuju sisi kiri mobil yang ditumpangi Presiden.
Bersama Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Angesta Romano Yoyol, Jokowi mengantarkan Presiden dan rombongan hingga masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Jokowi kembali dikerubuti warga setempat untuk berfoto.
Bahkan ia ditarik oleh Kepala Baznas Didin Hafidhuddin yang memintanya untuk berfoto bersama karyawan Baznas yang sudah rapi membentuk barisan di halaman kantor untuk mengabadikan momen bersama tokoh yang disebut-sebut akan mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia tersebut.

Berita itu mengundang komentar, baik lewat jaringan @tribunnews maupun Facebook Page Tribunnews.com. Antara lain:

Iwan Setiawan Karena Warga tau Pidato nya sama Up date Sttus GAaLAau mulu
Elvitameitisyahriani  Hahahaa...masyarakat sudah tau mana yg lbh berMUTU...
WARGA INDONESIA ‏@SyafiiKompol  Rakyat sdh pinter..
monika yunio p ‏@monikayunio hahaha sakne
donnaria manullang ‏@dona_mAnullang Hhahaha..kesian yah. Presiden udh gak ada wibawa ckckck
Barnas Kamora ‏@barnasKamora Warga sdh sangat cerdas, mana yg penting rupanya..
Agus Priyanto ‏@AgusL_emende Bikin ngantuk
unytha V Hutagalung ‏@JunythaVH gue akan melakukan hal yg sama kalo gue ada disitu!

Sumber :
tribunnews.com

Pemimpin Malaysia...Kunjungi Jakarta dan Contoh Jokowi

Nama Jokowi kembali go international. Untuk kesekian kalinya, kiprahnya dibahas di media luar. Setelah BBC menyebut 'Obamanya Jakarta', The Malay Mail 'Butuh Jokowinya Malaysia', The Hindu 'Mana Jokowinya India?', kini giliran The Star Malaysia yang mengulasnya lewat artikel berjudul 'Lessons from Tanah Abang' edisi 6 Agustus 2013.
Dalam ulasan tersebut, kolumnis Karim Raslan menuliskan bagaimana Jokowi berhasil menangani ruwetnya memindahkan para pedagang kaki lima (PKL) yang bercokol di Tanah Abang. Cara pamungkas Jokowi, lewat blusukan.
"Blusukan yang dilakukan Jokowi tanpa pengawalan ketat membuatnya bisa memecahkan masalah langsung ke lapangan. Dengan cara ini, seorang pemimpin bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi," tulis Karim, seperti dimuat The Star, Selasa (6/8/2013).
Artikel Karim dibuka dengan perbandingan masalah ibukota di negara Asia Tenggara. "Di Kuala Lumpur terjadi kriminal, Singapura masalah transportasi dan kaum pendatang. Sedangkan di Jakarta dan Manila, macet dan banjir."
Semua permasalahan itu mengakar dari urbanisasi dan membutuhkan sebuah solusi. Bagaimana caranya? "Coba kita tengok Indonesia, tepatnya Jakarta.

PKL Tanah Abang
Di kota itu (Jakarta), jelas Karim, ada tantangan berat yang harus dihadapi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Ketika banyak orang membicarakan potensinya untuk maju sebagai capres, namun ada hal menarik lain, yakni gaya kepemimpinannya yang tak terduga.
"Tanah Abang (yang menjadi tujuan utama orang Malaysia untuk belanja) merupakan pusat perdagangan tekstil besar dan pasar paling sibuk di Asia. Pasar ini telah berdiri sejak 250 tahun lalu."
Kini ada sekitar 28 ribu pedagang yang tersebar di 6 lantai. Juga ada yang di pinggir jalan. Sangat ramai. Apalagi menjelang Lebaran. Sampai bikin macet jalan sekitar.
"Karenanya dibutuhkan pendekatan yang tepat untuk memindahkan para pedagang," sebut penulis beberapa buku itu.
"Selain pengusaha pakaian, ada kelompok lokal (preman) yang berbagi bisnis dengan pemerintah," imbuh dia.
Jokowi pun datang menjadi Gubernur. Ia menghadapi masalah yang hampir sama sewaktu menjabat sebagai Walikota Solo: sulitnya merelokasi PKL.

PKL Solo
Pada 2005 silam, Jokowi harus berusaha keras untuk meyakinkan para pengusaha dan PKL agar pindah ke tempat baru di Klithikan Semanggi, Solo.
"Dan Jokowi pada akhirnya berhasil, seperti yang ditulis Rushad Majeed dalam penelitiannya di Princeton University berjudul 'Innovations for Successful Societies' dengan mengadakan lebih dari 50 kali pertemuan dengan para PKL."
Ini bukan hanya urusan satu belah pihak. Sebagai walikota yang mendengar tuntutan PKL, Jokowi mengumpulkan data dan melakukan tawar-menawar yang alot. "Ini adalah bentuk dari gaya kepemimpinan 'blusukan' nya yang sekarang populer di Jakarta."
Namun apa yang dilakukan Jokowi saat ini tidaklah dianggap mudah. Ia dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dikritik politisi lokal dan kelompok-kelompok yang menuduh mereka tidak memahami kebutuhan PKL.
"Namun kesabaran mereka terbayarkan dan Basuki mengumumkan pada hari Selasa 30 Juli 2013 bahwa PKL di Tanah Abang telah setuju untuk pindah ke dekat Blok G, dimana sekitar 1.000 kios telah didirikan."
Keberhasilan Jokowi dalam menyelesaikan masalah di Tanah Abang mungkin tampak sulit dipercaya. Namun sebenarnya ini merupakan langkah besar untuk negara.
"Ini membuktikan bahwa perubahan itu mungkin. Perubahan hanya dapat dilakukan ketika para pemimpin terlibat ke bawah dengan masyarakat.

Blusukan
Blusukan (Istilah Indonesia untuk bertemu orang secara langsung di lapangan) telah menjadi kunci dari segalanya.
Dengan turun langsung ke lapangan, memeriksa para pegawai sipil, Jokowi semakin mendapat dukungan dan dipercaya penuh rakyat. Ini menjadi modal besar baginya.
"Jauh dibanding seorang politisi yang skeptis, tak peduli. Sehingga masyarakat sulit untuk percaya."
Jokowi saat ini tengah merancang solusi besar untuk menuntaskan masalah banjir dan macet. Seperti membujuk penghuni liar di Pluit demi program penanganan banjir.
"Aksinya bagai superhero Hercules. Mampu mengajak 7.000 keluarga untuk pindah ke tempat yang lebih tepat. Kemampuan persuasif positifnya sangat besar."
Blusukan yang dilakukan Jokowi tanpa pengawalan ketat membuatnya bisa memecahkan masalah langsung ke lapangan. Dengan cara ini, seorang pemimpin bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi.
"Sebagai warga negara Malaysia yang baik, saya sarankan pemimpin kita perlu ke Jakarta dan mencontoh apa yang Jokowi lakukan di sana. Mungkin kita membutuhkan seorang pemimpin yang melakukan blusukan untuk mendengar dan belajar?"
Sumber :
liputan6.com

Jokowi Serius Bekerja, Parpol Serius Rebut Kekuasaan

Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lusius Karus mengemukakan, gaya parpol saat ini sungguh berbanding terbalik dengan gaya Joko Widodo (Jokowi).
Jika parpol-parpol sudah tersedot energinya secara penuh untuk mendapatkan tokoh yang layak dicalonkan menjadi Presiden, Jokowi justru menunjukkan bahwa pekerjaannya sekarang menjadi yang paling utama.
"Jokowi sesungguhnya sedang mengolok-olok parpol yang memang hanya peduli dengan jabatan dan kekuasaan ketimbang memanfaatkan waktu dan kekuasaan mereka untuk berbakti nyata kepada bangsa. Walaupun parpol-parpol diuntungkan oleh perintah UU sebagai pihak yang berhak mencalonkan presiden, tetapi sesungguhnya hampir semua partai saat ini tak ada yang pantas untuk menjadi kendaraan politik Jokowi menuju kursi RI I," kata Lusius di Jakarta, Selasa (6/8) malam.
Ia menjelaskan, legitimasi etis kekuasaan yang menjadi pijakan Jokowi dalam memimpin sungguh tak berjalan seiring dengan kecenderungan parpol yang hanya menjalankan demokrasi sebagai alat untuk meraih kekuasaan semata.
Praktek kepemimpinan Jokowi  merupakan koreksi total terhadap gaya parpol-parpol dalam memimpin bangsa.
Jokowi mendasarkan kepemimpinan dengan modal integritas dan kerja keras, sedangkan partai-partai menghindari integritas dan kerja keras itu dalam prakteknya.
"Jika banyak parpol merebut Jokowi maka kita harus mengatakan bahwa parpol-parpol itu hanya meributkan kegagalan mereka untuk melahirkan pemimpin berintegritas seperti Jokowi. Keasyikan mereka untuk merebut kekuasaan menelantarkan misi mendasar parpol pada kerja nyata bagi bangsa dalam arti sesungguhnya termasuk melahirkan calon pemimpin berintegritas," tuturnya.
Dia juga menegaskan jika integritas menjadi acuan, maka parpol-parpol yang ada saat ini tak satupun yang layak untuk dijadikan kendaraan politik Jokowi menuju RI I.
Sosok Jokowi ini melebihi kapasitas dan integritas parpol yang ada saat ini sehingga kalaupun Jokowi harus dicalonkan menjadi presiden 2014, maka itu hanya karena masyarakat yang menghendakinya, bukan parpol-parpol yang mengusungnya, apalagi yang meributkannya saat ini.
Sementara Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin mengemukakan parpol-parpol memperebutkan Jokowi karena hampir semua lembaga survei menempatkan jokowi sebagai kandidat terkuat dan pada saat yang sama hampir tidak ada suara-suara yang menolak hasil survei itu.
Maka dapat kita katakan bahwa sesungguhnya Jokowi adalah "Presiden RI" hari.  Karena itu pula wajar dalam politik jika ada kandidat terkuat, kandidat lain atau parpol lain ingin merebut hati jokowi.

Sumber :
suarapembaruan.com

Jokowi Bantah TNI-Polri Terlibat Penertiban PKL Tanah Abang

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menampik telah melibatkan unsur Polri dan TNI dalam penataan kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Menurutnya, kedua unsur itu tak diperlukan karena pemindahan PKL telah rampung.
"Enggak kok, wong sudah mau pindah, mau ngapain lagi (mengerahkan Polri-TNI)?" ujar Jokowi seusai "blusukan" ke Tanah Abang, Selasa (6/8/2013).
Tak hanya Polri dan TNI, Jokowi melanjutkan, hal serupa juga diberlakukan bagi aparat Satpol PP.
Menurutnya, tugas mereka hanya pada penegakan hukum saja, bukan mengawal pemindahan pedagang kaki lima dari tepi jalan ke Blok G.
Sebelumnya, pada Senin (22/7/2013), Pemprov DKI Jakarta melakukan penataan Pasar Tanah Abang, yakni memakai sistem push and pull.
Artinya, menarik PKL dari jalan ke tempat yang tersedia dan mendorong angkutan kota untuk tertib lalu lintas.
Kepala Satpol PP DKI Kukuh Hadi Santoso mengatakan, tak hanya unsur Satpol PP, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Dinas Perhubungan, serta Polri dan TNI juga dilibatkan dalam penertiban ratusan pedagang kaki lima Pasar Tanah Abang.
Menurut dia, koordinasi tim gabungan perlu dilakukan terutama untuk penertiban. Sebab, PKL diperkirakan akan kembali dari kampung halaman setelah Kamis (15/8/2013).
Penjagaan kawasan sekitar Pasar Tanah Abang perlu dilakukan karena mereka akan datang lagi dan berusaha membuka lapak dagangan mereka.
Sejak Sabtu (3/8/2013), PD Pasar Jaya telah menutup pendaftaran PKL yang hendak masuk ke Blok G.
Sebanyak 961 lapak yang ada sudah terisi dan kini tersisa sebanyak 99 lapak yang masih direnovasi. Itu pun sudah ada PKL yang memesan.
Proses pemindahan PKL menurut rencana akan dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri, 11 Agustus 2013.

Sumber :
kompas.com

Jokowi Angkat Telepon, Masalah Air Palyja Selesai

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membicarakan masalah air bersih di sejumlah wilayah di Jakarta dengan Direktur Utama PT PAM Jaya Sri Widayanto Kaderi melalui telepon. Menurut Jokowi, Sri menjanjikan masalah itu selesai hari ini, Rabu (7/8/2013).
"Sudah ditelepon. Kata (Sri) besok sudah diberesin, kan tepat lima hari berarti," ujar Jokowi, Selasa (6/8/2013).
Menurut Jokowi, ia biasa berkoordinasi melalui telepon. Jika masalah tak selesai, lanjut Jokowi, ia akan memberikan teguran atau turun langsung.
"Terus-terusan saya telepon. Saya sudah biasa manajemen via telepon semacam itu," lanjutnya.
Sejumlah wilayah di Jakarta mengalami masalah air bersih setelah panel pompa air baku (PAB) Cawang milik pihak ketiga, yaitu Perum Jasa Tirta (PJT) II, terbakar pada Sabtu (3/8/2013) sekitar pukul 09.20 WIB.
Kerusakan itu membuat kerusakan tersebut membuat pasokan air baku turun dari 5.600 liter per detik menjadi 1.200 liter per detik.
Palyja kemudian berusaha mendapatkan tambahan air baku dari Kanal Banjir Barat dan dari Tangerang melalui Distribution Central Reservoir 5 (DCR 5) di Lebak Bulus. PT Palyja juga mendapatkan bantuan air bersih sebanyak 500 liter per detik (lps) dari rekanan PAM Jaya lainnya, PT Aetra Air Jakarta.
"Sejak Sabtu 3 Agustus pukul 22.00 WIB, kami telah membuka katup pipa air di jaringan boundary pipa utama kami berdiameter 1.000 mm di Jalan MT Haryono yang biasanya ditutup," ujar Corporate Secretary Aetra Priyatno Bambang Hernowo, Selasa (6/8/2013).
Selain membuka katup pipa air di perbatasan area Aetra-Palyja di Jalan MT Haryono, pasokan air bersih itu diperoleh melalui maksimalisasi pemompaan air dari IPA Buaran. Ia mengharapkan, penambahan pasokan itu mampu memenuhi kebutuhan tempat strategis pelanggan Palyja, seperti di Istana Presiden, Masjid Istiqlal, maupun Balaikota DKI Jakarta.
Saat ini, lanjut Bambang, Aetra sedang melakukan evaluasi penambahan suplai melalui boundary pipe di Jalan Diponegoro. Upaya itu dilakukan agar pelanggan Aetra di Salemba, Cempaka Putih, Martadinata, dan Ancol tidak mengalami dampak terbakarnya panel listrik pompa air baku PJT II.
"Akan ada petugas siang dan malam untuk mengoperasikan katup pipa air. Kami juga memasang flow meter memonitor pengaliran," kata Priyatno.

Sumber :
kompas.com