Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membantah dugaan adanya korupsi di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, seperti yang disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
Pria yang akrab disapa Jokowi itu mengatakan, dana sebesar Rp700 miliar yang diduga oleh ICW akan dikorupsi, hingga saat ini belum digunakan. Dana itu nantinya akan digunakan oleh Pemprov DKI Jakarta, sebagai dana cadangan untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan.
"Bisa saja buat infrastruktur, buat yang penting-penting. Untuk perbaikan-perbaikan masih banyak lagi," katanya di Balaikota DKI, Selasa (15/4/2014).
Jokowi melanjutkan, masih banyak infrastruktur pendidikan yang belum mendapatkan penanganan, dan perlu segera ditangani. Dengan adanya dana pengembalian dari Dinas Pendidikan, Jokowi berkeinginan mengalokasikan dana tersebut ke perbaikan infrastruktur.
Ia kembali membantah tudingan ICW, menurut Jokowi, dana itu tidak dikorupsi, karena belum digunakan. "Kan kita lock (kunci). Jadi itu belum digunakan, makanya tidak perlu dibawa ke ranah hukum," ujarnya.
Ia menjelaskan, pengembalian dana itu dilakukan karena ada beberapa kegiatan tumpang tindih. Anggaran tersebut akan diajukan untuk kegiatan lainnya di APBD Perubahan.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Lasro Marbun mengatakan, dalam evaluasi anggaran yang dilakukannya anggaran sebesar Rp 700 miliar dari total anggaran Rp 13 triliun akan dikembalikan ke kas negara. "Anggaran yang pasti tidak digunakan yakni sebesar Rp 700 miliar," katanya beberapa waktu lalu.
Lasro mencontohkan, pihaknya menemukan kegiatan yang dianggarkan di beberapa unit, seperti di tingkat suku dinas maupun bidang. Selain itu, ada kegiatan yang tidak diperlukan pada tahun ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesia Coruption Watch (ICW) mengatakan seharusnya temuan duplikasi anggaran sebesar Rp700 miliar dan mark up anggaran sebesar Rp500 miliar di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, dibawa ke ranah hukum.
"Langkah Jokowi tidak tepat, seharusnya diserahkan kepada hukum, sehingga penegak hukum dapat menilai sejauh mana indikasi korupsi terjadi," ujar Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Febri Hendri, Jakarta, Senin, (14/4/2014).
Ia melanjutkan, alasan ICW agar temuan tersebut dibawa ke ranah hukum karena terindikasi ada kerjasama antara pihak Pegawai Negeri Sipil (PNS) DKI Jakarta dan pihak DPRD DKI Jakarta. Penggelembungan anggaran dan duplikasi itu berada dalam APBD DKI Jakarta 2014 yang sudah disahkan oleh DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah DKI Jakarta.
"Apabila dimasukan ke ranah hukum, pasti penegak hukum akan melakukan kajian kemungkinan adanya suap penyuap antara DPRD DKI dengan oknum PNS untuk meloloskan mata anggaran yang terindikasi mark up dan duplikasi itu. Jadi ada unsur kesengajaan untuk membuat itu, di balik unsur kesengajaan adakah pratik suap menyuap, itu menjadi tugas penegak hukum," jelasnya.
Disampaikan Febri, meski dalam kasus itu belum terjadi kerugian negara, karena anggaran itu belum digunakan, tetapi hal itu harus dijadikan pelajaran supaya ke depannya tidak terjadi hal yang serupa. "Sehingga dalam hal ini, ICW menyayangkan langkah Jokowi, karena itu menurut ICW tidak tepat, harusnya dilaporkan," tandasnya.
Sumber :
inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar