Kamis, 29 Mei 2014

Jokowi nilai negara tak hadir dalam tragedi lumpur Lapindo

Bakal calon presiden dari PDI Perjuangan Joko Widodo (Jokowi) mengaku sudah mendengar dan mengetahui apa yang diinginkan warga korban Lumpur Lapindo. Sebab, siang tadi dia sudah mengunjungi lokasi kejadian di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
"Saya sudah melihat sendiri lumpur lapindo. Saya sudah mendengar apa yang dimau rakyat, dan saya sudah dibisiki kiai di sini. Saya sudah ngerti," katanya di atas panggung di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (29/5/2014).
Jokowi menilai, dalam kasus ini negara tidak hadir untuk membantu rakyat. Sebab, kehadiran negara di sini sebagai bentuk kedaulatan rakyat, karena negara tidak hadir maka negara dianggap melupakan rakyat.
"Yang ingin saya sampaikan di sini, ini yang penting, bahwa dalam posisi seperti ini dalam kasus seperti ini negara harusnya hadir. Sebagai representasi sebagai kedaulatan rakyat. Kalau negara absen artinya, negara melupakan rakyat," tegasnya.
Oleh karena itu, Jokowi menandatangai lima poin kontrak politik dengan korban Lumpur Lapindo. Adapun kelima poin tersebut adalah, program Indonesia sehat, program Indonesia pintar, pemukiman miskin digeser bukan digusur dan penataan, dana talangan untuk korban Lumpur Lapindo dan keamanan pekerjaan.
Harus diketahui, merasa lelah menagih ganti rugi ke PT Lapindo Brantas, para korban lumpur Lapindo yang berada di wilayah Peta Area Terdampak (PAT) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mursyid, kuasa hukum korban atau pemohon mengatakan, sudah tujuh tahun lebih perusahaan milik keluarga Bakrie itu belum menuntaskan sisa pembayaran kepada korban.
Karena tidak ada kepastian dari Lapindo Brantas, kata dia, korban mengajukan gugatan undang-undang APBN agar pemerintah menanggung sisa pembayarannya. Ini tidak lain karena area di luar PAT ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah untuk semua kerugian warga, bahkan sistem pembayaran sudah lunas.
"Gugatan ini bukan masalah PT Lapindo bebas atau tidak menyelesaikan tugasnya untuk menyelesaikan ganti rugi. Namun ini sudah terlalu lama untuk pelunasannya. Kami kira negara bisa mengambil alih untuk pembayarannya. Toh negara tidak akan rugi juga," kata Mursyid di Gedung MK, Kamis (28/11/2013).  [dan/merdeka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar