Rabu, 14 Mei 2014

Manuver Oportunis Denny JA di Setiap Pilpres

Konsultan politik sekaligus pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) kemarin tiba-tiba mengeluarkan pernyataan mendukung Joko Widodo (Jokowi). Denny mengatakan, masyarakat sipil (civil society) perlu mendukung calon presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
"Bagi kami, pemilu presiden terlalu penting jika hanya diatur oleh partai politik. Sebagaimana perang terlalu penting jika hanya melibatkan strategi para jenderal. Publik luas dan civil society harus pula ikut menentukan sosok dan program presiden Indonesia kelak. Bulat dan lonjong Indonesia sangat dipengaruhi oleh personality dan program presidennya," kata Denny lewat keterangan tertulis di salah satu situs miliknya, belum lama ini.
Pernyataan Denny ini bertolak belakang dari komentarnya sebelumnya yang agak nyinyir soal efek Jokowi, yang menurutnya tidak sehebat efek SBY di Pemilu Legislatif 2009. Menurut dia, perkembangan suara PDIP setelah Jokowi mendeklarasikan diri sebagai capres hanya berkisar 3 persen saja.
"Ini era Jokowi mengalami penggembosan. Dan terbukti untuk pertama kalinya suara Jokowi turun," kata Denny di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (9/4/2014).
Tapi itu dulu, kini Denny JA ikut senang PDIP yang mengusung Jokowi akhirnya berkoalisi dengan Partai Golkar. LSI yang dipimpin Denny JA memang dikenal sebagai konsultan politik partai beringin itu di Pemilu 2014.
"Kita ikut senang jika dua partai terbesar PDIP dan Golkar bersatu dalam Pilpres 2014, mengusung Jokowi," kata Denny JA yang belakangan juga banyak dikritik publik sastra karena masuk dalam '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh'.
Cawe-cawe Denny JA dalam koalisi PDIP-Golkar ini lantas menimbulkan reaksi dari partai banteng. Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta Denny JA diminta tidak berbicara koalisi karena bukan kewenangan dia.
"Denny JA sebaiknya fokus pada upaya untuk menampilkan hasil survei yang kredibel, penuh integritas dan apa adanya daripada berbicara koalisi yang sepenuhnya merupakan kewenangan dari Bapak Ical sebagai Ketua Umum Golkar untuk menentukan arah kerjasama politik," kata Hasto kemarin.
Hasto menegaskan, kerjasama politik yang diusung PDIP merupakan upaya mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkepribadian. Fokusnya mempercepat kesejahteraan rakyat dengan sepenuhnya mengandalkan pada kemandirian bangsa.
"Jadi kerjasama politik yang dilakukan Jokowi sama sekali tidak ditentukan oleh konsultan politik sebagaimana disampaikan oleh Denny JA ," cetus Hasto.
Reaksi PDIP atas komentar Denny JA tidak berlebihan jika mengingat peristiwa pada 2009. Saat Pemilu Legislatif 2009, PDIP adalah klien LSI Denny JA . Namun, setelah hasil tak memuaskan didapat PDIP, Denny JA lantas meninggalkan kubu banteng dan beralih ke kubu SBY-Boediono di Pilpres 2009.
Tidak hanya itu, yang cukup membuat kubu PDIP kesal, doktor jebolan Ohio State University itu mengampanyaken 'Pilpres Satu Putaran' untuk kemenangan SBY-Boediono. Menurut Hasto saat itu, iklan Denny itu telah mempengaruhi opini masyarakat luas sebelum pencoblosan dimulai.
Jusuf Kalla (JK) dalam debat capres putaran terakhir 2 Juli 2009 juga sempat menanyakan langsung kepada SBY mengenai iklan-iklan kampanye pilpres satu putaran yang dianggapnya tidak demokratis. JK pun mempertanyakan legalitas dari iklan-iklan yang dibuat Denny tersebut.
Kini setelah arah koalisi Pilpres 2014 semakin jelas, Denny muncul di menit-menit terakhir dengan mendukung Jokowi. Apakah kubu Jokowi rela menerima Denny JA?  [ren/merdeka]

1 komentar:

  1. Waah udh ga percya Denny lg krn punya ms lalu pahit antara pdip bersama Denny yah? Tp ingat, dendam itu ga baik loh, apalagi skrg denny punya niat baik utk mendukung jkw, jgn krn dendam partai, jkw keseret seret, atau mungkin krn partai mau melindungi jkw yah, takut jkw diapa apain gt?, coba dibicarain lg dgn pa jkw, krn mata bathin beliau tajem, feelingnya kuat, jgn smp nyesel nolak civil society

    BalasHapus