Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang juga bakal calon presiden dari PDI Perjuangan tidak ingin menanggapi terlalu serius sindiran Ketua Umum PAN Hatta Rajasa soal pengunduran diri dari jabatannya sebelum Pilpres. Jokowi mengakui memiliki hitung-hitungan politik.
"Hitung-hitungan politiknya gitu masa nggak ngerti. Ya kita ngertilah. Kalau saya lebih enak kalau mundur," jelas Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (14/5/2014).
Berdasarkan perhitungan Jokowi, dengan kursi PDI Perjuangan di DPRD DKI Jakarta yang hanya 11 kursi, tidak memungkinkan dirinya untuk mundur.
Sebab, pengajuan pengunduran diri tidak dilakukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melainkan ke DPRD DKI Jakarta.
"Kalau mengundurkan diri lewat mana? Lewat Dewan? Kalau Dewan kira-kira akan memberikan izin atau nggak? Kita hanya 11 persen di Dewan. Kita realistis," terang Jokowi.
"Kalau saya maunya dari dulu juga mundur. Lebih bisa konsentrasi. Lebih enak gitu," tutupnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PAN Hatta Rajasa yang memantapkan maju ke Pilpres bersama Prabowo Subianto telah mundur dari kursi Menko Perekonomian. Hatta lantas sedikit menyentil capres yang tak mundur dari jabatannya.
Hatta memang tak menyerang Jokowi, hanya menyinggung soal kepatutan. "Saya tidak mempermasalahkan bila ada pejabat negara aktif yang memilih tidak mundur untuk maju Pilpres. Masing-masing punya ukuran kepatutan," kata Hatta melalui twitter, Rabu (14/5/2014).
Untuk diketahui, Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menyebutkan, "Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya."
Pada bagian penjelasan, yang dimaksud dengan 'pejabat negara' sebagaimana pasal 6 ayat 1 adalah menteri, ketua MA, ketua MK, unsur pimpinan BPK, panglima TNI, kapolri dan unsur pimpinan KPK.
Jika 'pejabat negara' diwajibkan mundur kalau mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, beda halnya dengan kepala daerah. UU Pilpres tidak mewajibkan kepala daerah yang ingin menjajal kontestasi pilpres untuk mundur.
Pasal 7 ayat 1 UU Pilpres hanya mengatur bahwa, "Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota yang akan dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus meminta izin kepada Presiden." [ren/merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar