Selasa, 13 Mei 2014

Upaya Kampanye Hitam Jokowi

Pemilu Legislatif  9 April 2014 dan Pilpres yang akan dilaksanakan nanti tanggal 9 Juli 2014, adalah merupakan agenda negara, program nasional sebagai upaya konstitusional bagi tegaknya prinsip-prinsip politik dan hukum yang sesuai dengan sistem demokrasi yang dianut bangsa dan negara Indonesia. Oleh sebab itu melakukan kegiatan yang bersifat mengacau pelaksanaan kedua Pemllihan Umum tersebut dilarang dan merupakan pelanggaran pidana yang apabila terjadi pelakunya harus ditindak.
Munculnya sebuah informasi terkait “RIP Jokowi” yang dapat diperoleh informasi dari berbagai media internet sejak 9 Mei 2014, yang diduga tidak benar, sebuah rekayasa yang bertujuan mengganggu situasi dan diduga ada hubungannya dengan agenda negara/program nasional tersebut, yang oleh karenanya dinilai perlu ada penanganan secara hukum dan keamanan terhadap informasi tersebut.
Beredarnya kampanye hitam "RIP Jokowi" di media sosial dinilai sebagai pendangkalan dalam kompetisi menjelang Pemilu Presiden 2014. Cara seperti itu tidak akan efektif untuk menjatuhkan bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, JokoWidodo."Cara seperti itu tidak akan efektif untuk mengecilkan Jokowi," ujar pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Ari Sudjito, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (8/5/2014).
Ari beranggapan bahwa kampanye hitam dengan menyatakan Jokowi meninggal dunia merupakan bentuk dari kekalutan politik yang terjadi terhadap si pelaku pembuat kampanye tersebut. Hal itu membuktikan bahwa pelaku sudah kehabisan ide untuk menyerang Jokowi sehingga membuat info yang mengada-ada. Ia menduga kampanye hitam tersebut dibuat oleh lawan politik Jokowi.
Ari yakin kampanye hitam ini tidak akan berpengaruh terhadap elektabilitas Jokowi. Menurutnya, masyarakat Indonesia sudah cerdas dan tidak akan terjebak dengan cara murahan semacam itu. Menurutnya, cara kotor seperti itu justru dapat membuat masyarakat menjadi lebih respek terhadap Jokowi.
Gambar ucapan duka cita atas Jokowi itu menyebar di Facebook danTwitter.
Pada gambar itu, Jokowi ditulis dengan nama Ir. Herbertus Joko Widodo. Bentuk gambar tersebut berupa iklan pengumuman duka cita seperti sering dimuat di surat kabar. Sebagai awalan dalam gambar tersebut, tercantum tulisan yang mengumumkan "kematian" Jokowi pada 4 Mei 2014.
"Telah meninggal dengan tenang pada hari Minggu 4 Mei 2014 pukul 15.30 WIB, suami, ayah, dan capres kami tercinta satu-satunya," bunyi tulisan di iklan itu. Pengumuman dilanjutkan dengan informasi mengenai lokasi "jenazah" Jokowi akan dikebumikan.
Sebagai penutup pada pengumuman tersebut, tercantum nama istri Jokowi, Iriana Widodo, sebagai pihak yang dikondisikan sebagai pemasang iklan. Selanjutnya, tertulis nama Megawati Soekarno Putri sebagai pihak yang ikut “berdukacita”. "Turutberdukacita : Megawati Soekarno Putri beserta segenap staff, kader, dan Tim SuksesCapres 2014."

Aparat Negara Harus Mendeteksi
Situasi yang terjadi cukup jelas, ada berita kematian Jokowi yang juga capres PDI-P. Diduga kuat berita tentang kematian Jokowi, CAPRES PDI-P adalah sebuah rekayasa sesuatu pihak,  selajutnya dikemas dalam sebuah advertensi dan advertensi berita ini disebarluaskan melalui media massa, yang terditek diantaranya melalui internet.
Membaca berita kematian Jokowi ini tentu akan segera disimpulkan oleh banyak pembaca yang cukup mengikuti situasi, sebagai sebuah perang urat syaraf (psywar),sehubungan dengan situasi politik saat ini.
Sebuah berita yang tidak benar tetapi patut diduga akan cukup menimbulkan berbagai reaksi yang beragam, mulai yang bernada serius, marah, tidak percaya, ragu-ragu dan gelisah serta terganggu perasaannya.
Dalam hubungan ini, aparatur negara, khususnya aparatur keamanan agar bertindak serius, dalam arti mentuntaskan klarifikasi dan tindakan hukum yang diperlukan sehubungan dengan beredarnya advertensi ini.Tentu tindakan aparatur keamanan pertama, dimulai dengan kekhawatiran jangan-jangan berita ini benar-benar terjadi, dengan segala latar belakang persoalan dan penanganan selanjutnya. Fungsi aparatur keamanan jelas mengklarifikasi advertensi ini.
Tindakan yang lain adalah apabila ternyata berita tersebut tidak benar, sebuah rekayasa dan dampaknya tentu tidak menguntungkan, maka aparatur keamanan dirasa harus menjernihkan suasana dan mengembalikan ketenangan masyarakat serta mengusut pembuatan advertensi ini.
Diedarkannya berita tentang kematian Jokowi (yang diduga kuat hanya sebuah rekayasa) adalah sebuah negative campaign agitasi serta propaganda yang bertujuan mengacau persiapan dan kesiapan massa pendukung Jokowi, yang akan mengumumkan siapa cawapresnya pada momentum akan diumumkannya hasil resmi perhitungan Pemilu Legislatif pada 9 Mei 2014 oleh Komisi Pememilihan Umum (KPU).Tujuan rekayasa berita tentang kematian Jokowi yang patut diduga dilakukan oleh fihak-fihak yang tidak menghendakis uksesnya PDI-P/Jokowi dalam Pilpres 2014, patut disangka sebagai perbuatan pidana yang perlu diusut dengan tuntas.
Pemuatan berita kematian Jokowi di media internet dan media sosial seperti facebook dan twitter juga mengindikasikan terutama media sosial telah salah kaprah digunakan untuk memfitnah, memojokkan dan membuat sensasi berlebihan, namun tidak menutup kemungkinan berita kematian Jokowi tersebut juga disebarkan oleh “tim dalam” yang pro terhadap Jokowi. Jika praktek semacam ini terus berlanjut, ada baiknya media sosial dilarang beredar di Indonesia, seperti yang terjadi di Cuba, Turki, China dan beberapa negara Eropa Timur lainnya, karena untuk apa “kebebasan pers di dunia maya” jika membuat segregrasi sosial ditengah masyarakat?
Semakin maraknya negative and black campaign menjelang Pilpres 2014 juga mengindikasikan secara kuat bahwa “harmonisasi politik” diantara elit politik yang akan bertarung dalam Pilpres 2014 semakin fragile dan memburuk, dimana jika kondisi ini dibiarkan terus berlanjut, berpotensi untuk menimbulkan gangguan terhadap stabilitas Polkam, sehingga black and negative campaign bertema “RIP Jokowi” juga memerlukan perhatian dan pencermatan tersendiri, agar tidak menjadi membesar pasca Pilpres yang rawan menimbulkan political uncertainty.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar