Rencana koalisi Partai Gerindra dan Partai Golkar semakin menguat. Itu ditandai dengan semakin intensnya dua pimpinan partai ini melakukan komunikasi politik.
Bahkan, Ketua Umum PG Aburizal Bakrie sudah mengisyaratkan tak masalah bila harus menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon presiden jika kedua partia berkoalisi.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi menilai, jika Partai Gerindra jadi berkoalisi dengan Partai Golkar, maka perkoalisian ini terjalin karena terpaksa.
Masing-masing parpol hanya butuh teman untuk menggenapi raihan suara minimal untuk bisa mencalonkan pasangan capres-cawapres sendiri.
“Dalam injury time parpol akhirnya bersikap pragmatis yang penting gabungan suara sudah aman untuk tiket pencalonan capres-cawapres,” kata Ari Junaedi di Jakarta.
Menurut Ari, duet Prabowo Subianto-Aburizal Bakrie alias Ical, tidak seksi bagi pemilih. “Kalau satu tambah satu dalam politik bisa berarti lima. Nah, dalam penjumlahan Prabowo dengan Ical bisa terjadi 1 tambah 1 menjadi satu atau malah minus. Ini karena dua kutub negatif disatukan,” kata Ari lagi.
Pengajar program pascasarjana UI dan Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, iini menjelaskan, pendegradasian Ical dari capres menjadi cawapres tanpa melalui forum setingkat rapimnas rawan mengundang "perpecahan" di tubuh partai berlambang Pohon Beringin ini.
Pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya menyatakan duet Prabowo-Ical bukan sebuah berkah, melainkan bencana bagi kedua partai. Pasangan Prabowo-Ical layaknya kartu mati, karena kedua tokoh itu sulit menghindar dari persepsi negatif publik yang berkembang selama ini.
"Memang pasangan Prabowo-ARB berpotensi menjadi anti-klimaks apabila tidak bisa menanggulangi beberapa persepsi negatif yang muncul," jelas Yunarto saat dihubungi wartawan, Selasa (6/5/2014).
Menurutnya, Prabowo-Ical sama-sama tokoh orde baru yang sulit diterima publik. Di samping itu keduanya bukanlah kombinasi sosok yang sama-sama diidolakan oleh rakyat. Justru bila keduanya jadi berduet maka menjadi keungtungan tersendiri bagi capres PDI Perjuangan Joko Widodo.
Di antaranya, ia menjelaskan, representasi masa lalu dan kombinasi pasangan tua yang secara tidak langsung akan menempatkan posisi Jokowi sebagai tokoh alternatif dan anti kemapanan.
Di sisi lain keduanya memiliki beban masa lalu di level persepsi berkaitan dengan isu penculikan dan lumpur lapindo. “Yang ketika kemudian terakumulasi, buat sebagian segmen pemilih akan jadi kelemahan yang sulit untuk ditolerir," paparnya. [boy/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar