Permintaan izin dari calon presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi)
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait dengan
pencapresan dirinya itu sebetulnya bukanlah bagian dari syarat
administratif. Permintaan izin tersebut lebih dimaksudkan dalam rangka
menegakkan etika penyelenggaraan pemerintahan semata.
Hal itu disampaikan Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi
Indonesia (Sigma) Said Salahudin di Jakarta, Selasa (6/5). Ia menanggapi
perdebatan soal perlu dan tidaknya Jokowi mengajukan ijin kepada SBY
dan implikasi yang muncul dari adanya ijin tersebut.
Said mengemukakan mengacu ke UU Pemilihan Presiden (Pilpres) paragraf
kelima dalam bagian penjelasan umum dan penjelasan Pasal 7 ayat (1).
Dari Pasal itu sangat jelas menyebutkan sebagai bawahan, Jokowi hanya
diminta untuk ‘kulonuwun’ dulu kepada Presiden atau istilah anak muda
sekarang tidak asal main ‘selonong boy’ begitu saja. Sebagai bawahan,
Jokowi harus tetap melapor ke SBY sebagai atasan.
“Tidak ada persoalan apakah nantinya SBY mau mengijinkan atau tidak
mengijinkan Jokowi maju sebagai capres. Bahkan jika Presiden tidak
merespons permintaan ijin Jokowi pun tidak ada masalah, sepanjang Jokowi
tetap mengajukan permintaan ijin itu dalam rangka memenuhi ketentuan
undang-undang. Urusan izin itu akan disetujui atau tidak disetujui oleh
Presiden, tidak dengan sendirinya dapat menyebabkan Jokowi menjadi
terhalang untuk didaftarkan sebagai Capres ke KPU,” jelasnya.
Dia menambahkan syarat administratif yang diminta oleh UU untuk
diserahkan kepada KPU bukanlah surat ijin atau surat persetujuan dari
Presiden. Akan tetapi yang diminta adalah surat permintaan ijin yang
dibuat sendiri oleh Jokowi yang ditujukan kepada Presiden. Ketentuan itu
secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU Pilpres. [beritasatu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar