Dua calon presiden, yakni Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi)
'berebut' restu dari para kiai dan tokoh agama. Menjelang pemilihan
presiden 9 Juli mendatang mereka rajin mengunjungi sejumlah kiai
ternama.
Minggu (4/5/2014) lalu misalnya Jokowi yang diusung
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengunjungi KH Maimun Zubair di
Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah. Sehari sebelumnya dia
juga menemui mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif.
Wakil
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, safari
politik Jokowi ke sejumlah kiai dan tokoh agama penting untuk menggaet
calon pemilih di luar kader partai berlambang banteng moncong putih.
Menurut
dia kekuatan politik PDI Perjuangan sebenarnya mencapai 24,5 persen
dari jumlah calon pemilih di Indonesia. Dengan kekuatan politik sebesar
24,5 persen suara menurut Hasto, PDI Perjuangan masih memerlukan 40 juta
suara untuk memenangkan Jokowi dalam satu putaran yakni memperoleh 50
persen plus satu.
Prabowo subianto yang diusung Partai Gerakan
Indonesia Raya juga melakukan safari politik ke sejumlah kiai dan tokoh
agama. Efektifkah langkah para politisi itu mendulang suara dengan
menggaet kiai?
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari
mengatakan safari politik capres ke para kiai tidak efektif mendulang
perolehan suara. Di era pemilihan langsung seperti sekarang ini
masyarakat bebas menentukan pilihan tanpa melihat suara dari kiai.
"Terlalu
muluk-muluk jika berharap dengan mengunjungi para kiai bisa mendulang
perolehan suara," kata Qodari saat berbincang dengan detikcom, Senin
(5/5/2014).
Qodari mengilustrasikan pada pemilihan 2004 lalu ada
tiga tokoh Nahdlatul Ulama yang bersaing di pemilihan presiden dan wakil
presiden. Ketua NU Hasyim Muzadi saat itu berpasangan dengan Megawati
Soekarnoputri. Sementara Shalahuddin Wahid yang merupakan putra pendiri
NU menjadi calon wakil presiden dari Wiranto.
Ada juga Jusuf
Kalla yang berdarah NU berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono.
Apabila melihat secara struktural maka mestinya suara NU mengalir ke PDI
Perjuangan yang mengusung Megawati-Hasyim. Namun faktanya waktu itu
banyak suara kader NU justru diberikan ke pasangan SBY-JK. Itu pun
menurut Qodari bukan karena faktor JK yang kader NU.
"Itu lebih karena faktor popularitas SBY," kata Qodari. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar