Kubu calon presiden Jokowi Widodo mewacanakan Jokowinomik sebagai
platform kebijakan ekonomi mereka. Jokowinomik menjadikan ekonomi
kerakyatan berbasis usaha mikro, kecil, koperasi dan menengah (UMKM)
sebagai lokomotif pembangunan.
"Jokowinomik adalah sistem ekonomi kerakyatan dengan pendekatan
sosioteknokratik demi mensejahterakan rakyat," kata Ketua Tim Ahli
Sahabat Nusantara, Simon L Himawan, dalam penjelasan persnya, Selasa
(26/5/2014).
Dengan fokus pada UMKM, kata Simon, kue pembangunan nasional terbagi
lebih adil dan pemerataan pendapatan bisa terwujud. Selama ini, jelas
dia, kue pembangunan hanya dinikmati 4.900 usaha besar yang mengusai 43
persen produk domestik bruto (PDB). Sementara, 56,5 juta UMKM hanya
menguasai 57 persen PDB dengan 107,6 juta tenaga kerja.
Dalam konsep Jokowinomik, jelas Simon, kue pembangunan harus
sebesar-besarnya dimanfaatkan oleh pelaku UMKM yang jumlahnya mencapai
56,5 juta usaha. UMKM merupakan pondasi dasar ekonomi nasional yang
harus diberi tempat lebih luas.
Masalah lain yang dihadapi kalangan UMKM, menurut Simon,
produktivitas rendah karena kurangnya pengetahuan, teknologi, dan minim
penguasaan pasar. "UMKM juga tidak mampu berkompetisi dengan baik karena
tidak efisien dan akses ke modal yang sulit," kata Simon.
UMKM menjadi pilihan utama Jokowinomik karena setiap input usaha
terkait dengan tenaga kerja, produk industri, energi, keuangan,
infrastruktur, dan sistem logistik. Outputnya merupakan produk konsumsi
domestik dan ekspor.
Dampak paling keras atas tidak meratanya pembagian kue pembangunan
ini, menurut Jokowinomik, terjadinya kesenjangan dan ketimpangan yang
makin tajam, terutama antara kaum miskin dan kaya. Kesenjangan
pendapatan dan kesenjangan antarwilayah masih tinggi yang terlihat dari
rasio gini Indonesia yang semakin besar dan laju pembangunan di luar
Jawa terhadap Jawa menurun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar