DPP PDIP memastikan bakal calon presiden (capres) Joko Widodo
(Jokowi) tidak akan menghapus subsidi pupuk dan beras miskin (raskin).
Program tersebut, kata Ketua DPP PDI-P Mindo Sianipar, masih dibutuhkan masyarakat kelas bawah sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah mengejewantahkan perintah konstitusi kalau fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara.
"Dikatakan jika Jokowi berkuasa, subsidi raskin dan pupuk akan dihapus, itu tidak benar. Itu kan amanat konstitusi," ujar Mindo di Jakarta, Selasa (27/5/2014).
Meski demikian, ia menilai program subsidi yang sudah berjalan selama ini bukan tanpa kekurangan.Program tersebut, kata Ketua DPP PDI-P Mindo Sianipar, masih dibutuhkan masyarakat kelas bawah sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah mengejewantahkan perintah konstitusi kalau fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara.
"Dikatakan jika Jokowi berkuasa, subsidi raskin dan pupuk akan dihapus, itu tidak benar. Itu kan amanat konstitusi," ujar Mindo di Jakarta, Selasa (27/5/2014).
Wakil Ketua Komisi Bidang Pertanian dan Kehutanan DPR RI ini berpendapat, penyaluran subsidi belum tepat sasaran. Pasalnya, belum semua masyarakat yang masuk kualifikasi penerima subsidi mendapatkan hak mereka. "Perlu ada sensus baru lagi, siapa saja masyarakat yang berhak."
Selain itu, selama ini subsidi raskin masih bergantung pada beras impor. Menurutnya, hal tersebut harus dihentikan karena kualitas beras impor kerap tidak sebanding dengan harganya.
"Kalau diimpor itu pasti bukan beras baru karena lama disimpan di gudang. Makanya sering banyak kutu. Padahal, harganya Rp 8 ribu/Kg, seharusnya berasnya bagus, tapi nyatanya tidak seperti itu," tegasnya.
Ke depannya, Mindo melanjutkan, raskin akan memakai produksi nasional saja. Selain menguntungkan petani, juga mendorong kedaulatan pangan.
Di pasaran, beras impor lebih diminati lantaran harganya yang lebih murah. Padahal, dari segi kualitas, produksi nasional lebih unggul.
Mindo mengakui fakta di lapangan tersebut. "Harus dicari mengapa harga (beras) kita lebih tinggi. Padahal, produksi cukup dan tenaga kerja lebih murah. Berarti ada yang tidak benar toh. Belum lagi produktivitas gabah yang masih bisa ditingkatkan. Karena petani yang pakai benih unggul belum ada 60%," cetusnya.
Untuk meningkatkan produksi nasional, subsidi pupuk merupakan keniscayaan. Saat ini, kata dia, petani yang memiliki lahan di bawah 2 hektare akan mendapatkan subsidi pupuk.
Menurut dia, di manapun, negara pasti menyuntikkan subsidi kepada petani. Misalnya, Jepang dan India, pemerintah membeli produksi dengan harga tertentu.
"Itu artinya negara harus ada kemampuan untuk membeli. Ini namanya subsidi di akhir, kalau Indonesia masih belum mampu keuangannya," ujarnya.
Ia menjelaskan, subsidi model Indonesia adalah menyubsidi harga pupuk hingga memfasilitasi alat-alat pertanian. "Ini namanya subsidi di awal."
Cara paling ideal untuk menyejahterakan petani, jelas Mindo,, dengan reformasi agraria. Namun, hal ini harus disokong dengan data yang jelas, seperti jumlah petani dan lahan. "Tapi itu harus bertahap."
Untuk melindungi lahan petani yang terus menyusut, sudah ada UU Perlindungan Lahan Pertanian sebagai payung hukum. Dalam UU tersebut, jelas Mindo, petani tidak boleh mengalihfungsikan lahan. Bisa dikecualikan jika menggantinya dengan lahan yang luasnya dua kali lebih besar.
"Namun belum bisa dieksekusi karena Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah belum jadi," cetusnya. [Hnr/metrotvnews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar