Koalisi antar partai jelang pemilihan presiden Juli mendatang masih terus digoreng. Berbagai manuver terus dilakukan, termasuk menimbang siapa yang cocok mendampingi para calon presiden.
Joko Widodo misalnya. Capres dari PDI Perjuangan ini harus memilih Cawapres yang pas dan membuat partai-partai pendukungnya sreg. Jika tidak, bisa jadi partai-partai lain hengkang dari berkoalisi dengan PDIP.
"Permasalahannya PDIP menentukan cawapres. Konstelasi partai-partai di dalamnya bisa saja lari ke poros lain. Karena mungkin saja cawapres tidak sesuai, partai yang lain mulai menarik diri," kata Pengamat Politik Universitas Gajah Mada, Ari Dwipayana, kepada VIVAnews, Minggu (4/5/2014).
Kemungkinan manuver lainnya, kata Ari, PDIP memperluas koalisi. Jika sudah begini, ruang poros lain akan berkurang atau berubah. "Jadi faktor PDIP dan Jokowi sangat menentukan pergerakan koalisi," ujarnya.
Faktor penentu arah koalisi lainnya adalah rencana Partai Demokrat untuk membuat poros baru. Hal tersebut akan memperlemah komunikasi politik yang selama ini telah dibangun oleh partai-partai besar.
"Yang paling memungkinkan dalam poros itu yaitu yang tersisa seperti PPP, PAN dan Hanura, karena PKS sudah kecendungan ke Gerindra," tambahnya.
Jika Golkar dan Gerindra bergabung, hal ini juga sudah pasti akan mengubah peta koalisi. Namun hal tersebut baru dapat terwujud jika salah satu calon presiden (capres) yang diusung masing-masing partai menjadi calon wakil presiden (cawapres). "Tapi itu belum jelas juga ini kan momen waktu," ujarnya. [vivanews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar