Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis sebuah survei yang
menyatakan tren elektabilitas capres PDIP Jokowi mengalami penurunan
fluktuatif dalam 5 bulan terakhir. Sebaliknya, elektabilitas Prabowo
Subianto meningkat sejak Pileg 9 April lalu.
Wasekjen PDIP Hasto Kristianto mengatakan hal itu karena PDIP melakukan strategi politik santun.
"Trennya
menurun karena strategi yang kami terapkan politik santun, kami tidak
kenal strategi menyerang. Rakyat memerlukan figur handal untuk menjadi
defender yang bagus," tutur Wasekjen PDIP Hasto Kristianto dalam rilis
survei SMRC dengan tema 'Koalisi Untuk Calon Presiden: Elite vs Massa
Pemilih Partai' di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat,
Minggu (4/5/2014).
Sindiran halus Hasto terhadap Sekjen Gerindra
Fadli Zon yang juga hadir dalam acara ini, forum menyambutnya dengan
tawa. Sementara, Fadli Zon sendiri yang selama ini dikenal sering
membuat puisi hanya menanggapinya dengan senyum.
"Kami mulai
merubah strategi menjadi lebih ofensif dengan kunjungan ke Jateng dan
Jatim kemarin. Responnya sangat baik setelah bekerjasama dengan NasDem,"
lanjut Hasto uang mengenakan kemeja batik berlengan pendek.
Bagi Hasto, PDIP lebih memilih bermain cantik. Langkah yang diambilnya pun dengan mengedepankan estetika gagasan.
"Aspek-aspek estetika kami kedepankan karena ini pertarungan gagasan," tutupnya.
Sebelumnya, dalam survei yang digelar Saiful Mujani Reseach and
Consulting (SMRC), disebutkan tren Jokowi dalam lima bulan terakhir
menurun, sementara Prabowo naik.
"Lima bulan terakhir kami mencatat Jokowi cenderung melemah, Prabowo menguat," ujar peneliti senior SMRC Sirajudin Abas.
Menurut
Sirajudin, elektabilitas Jokowi mengalami fluktuasi cukup signifikan.
Pada Desember 2013, elektabilitas Jokowi sebesar 51 persen. Namun dua
bulan berikutnya, Februari 2014, elektabilitas Jokowi menurun di angka
39 persen. Pada Maret 2014 kembali naik menjadi 52 persen, dan terakhir
pasca pileg 9 April elektabilitas Jokowi 47 persen.
Sementara
pesaing terketatnya, Prabowo Subianto mengalami kenaikan yang relatif
stabil, dari 22 persen di Desember 2013 menjadi 32 persen di April 2014
pasca pileg.
"Jokowi fluktuasinya besar sekali. Ini memberi
ruang gerak bagi penantang terdekatnya untuk menutup gap. Tapi
kemungkinan Jokowi menang masih besar meski untuk satu putaran masih
rumit. Karena penurunan Jokowi konsisten, sementara kenaikan Prabowo
juga konsisten. Bukan tidak mungkin nanti akan ada terjadi pertemuan
titik antara mereka berdua," tuturnya. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar