Minggu, 04 Mei 2014

KontraS: Masyarakat Jangan Terjebak pada Dua Capres Saja

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai masyarakat hampir sudah tidak punya nama alternatif sebagai calon presiden (capres) selain Joko Widodo alias Jokowi dan Prabowo Subiyanto.
Padahal, kedua nama bakal capres dari PDIP dan Partai Gerindra tersebut masih dipertanyakan soal kualitas dan latar belakangnya.
Koordinator KontraS Haris Azhar mengatakan bahwa Prabowo masih harus menjawab banyak pertanyaan mengenai pelanggaran HAM terhadap aktivis 1998.
"Prabowo memang masih menggantung jawabannya mengenai penyelesaian pada orang-orang yang masih hilang. Tapi itu juga berlaku pada orang-orang yang ada di sekeliling Jokowi," kata Haris di markas KontraS, kemarin (3/5).
Dia menjelaskan bahwa seringnya nama Jokowi dan Prabowo muncul karena masyarakat terlalu mempercayai hasil survei dan tingkat kepopuleran semata. Padahal, lanjutnya, masih banyak figur lainnya yang berkualitas namun tidak punya elektabilitas yang tinggi.
"Penilaian pemimpin yang baik hanya didasarkan pada hasil survei dan apa yang disajikan oleh media," ujar Haris.
Selain itu, dia mengatakan bahwa partai yang mengusung keduanya selama ini juga dinilai belum konsisten mengedepankan visi misi partainya sendiri, terutama ketika dihadapkan pada persoalan meminang partai lain untuk dijadikan koalisi.
"Karena misal partai A punya misi mengedepankan kemajemukan bangsa, tapi merangkul partai yang diskriminatif, itu kan sama saja bohong. Makin panjang salahnya," tandas dia.
Senada, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robert menuturkan bahwa masyarakat juga sudah dimanjakan dengan pemaparan hasil survei para kandidat dari sejumlah lembaga survei tanpa melakukan pengamatan lebih jauh. "Jarang yang menguji kembali," ujarnya prihatin.
Dia juga menambahkan bahwa pilihan masyarakat hanya dijadikan alat bagi capres untuk menduduki kursi presiden. Sementara, syarat ideal untuk menjadi seorang presiden sudah tidak diutamakan lagi.
"Syarat menjadi presiden sudah sulit dicapai karena jabatan presiden itu sendiri sudah didegradasi oleh sistem politik saat ini," imbuhnya.  [dod/jpnn]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar