Calon Presiden jagoan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo belum lama ini mengeluarkan pernyataan akan menghilangkan atau menghapus subsidi BBM dalam 4 tahun. Penghapusan subsidi akan dilakukan secara bertahap.
Pengamat Perminyakan, Kurtubi menilai rencana kebijakan Jokowi (sapaan akrab Joko Widodo) ini penuh dengan resiko dan dampak negatif. Salah satu dampaknya adalah jumlah orang miskin akan naik secara drastis.
Kurtubi mengakui permasalahan subsidi BBM sudah berat di Indonesia. Dibutuhkan strategi yang paling aman dan mempunyai dampak negatif paling sedikit kepada masyarakat.
"Soal subsidi BBM ini memang harus dipecahkan secara sistematis berjadwal dan harus ada konsesus. Ambil gampangnya hapus subsidi hari ini bisa tapi harga naik sampai Rp 10.000 per liter. Dampaknya harga barang dan jasa akan naik, daya beli masyarakat akan turun. Buruh akan demo besar besaran minta kenaikan UMR. Jumlah orang miskin akan naik drastis. Subsidi hilang ini dampaknya bahaya," ucap Kurtubi ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Minggu (4/5/2014).
Dampak kenaikan ini akan semakin terasa karena pembangunan infrastruktur membutuhkan waktu yang lama. Dana penghematan subsidi BBM tidak akan langsung dirasakan masyarakat dan belum akan meningkatkan perekonomian Indonesia.
"Padahal menghilangkan subsidi agar ada dana bisa dipakai untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kalaupun itu infrastruktur butuh waktu lama. Sedangkan kalau BBM naik harga barang naik. Ga nunggu sebulan," tegasnya.
Kurtubi menyarankan agar Jokowi hati hati mengambil kebijakan jika nanti menjadi presiden selanjutnya. Langkah yang paling tepat untuk pemerintahan mendatang adalah dengan membangun infrastruktur gas sebagai energi alternatif.
Menurut Kurtubi, jika energi alternatif telah tumbuh di Indonesia maka ketergantungan masyarakat terhadap BBM bisa dikurangi. Setelah itu pemerintah baru bisa menghapus subsidi BBM secara bertahap.
"Kalau harga BBM naik dampaknya instan. Harus hati hati. Kalau Jokowi terpilih jadi presiden tinggal perintahkan PGN dan Pertamina untuk bangun SPBG. Sekarang pemerintah belum tegas," tutupnya.
Sebelumnya, Joko Widodo mengklaim tidak ragu menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Ini terkait dengan tawaran Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memangkas porsi subsidi energi dalam lima tahun ke depan.
Bappenas menilai, opsi paling memungkinkan buat mengalihkan subsidi, lewat skema subsidi tetap atau penaikan berkala.
Jokowi, demikian dia biasa disapa, menilai BBM subsidi tidak bisa mendadak dikurangi besarannya. Atas dasar itu, penaikan harga berkala akan lebih strategis.
"Saya kira empat tahun lah, subsidi BBM tadi empat tahun tapi berjenjang. Kurang kurang lalu hilang," ujarnya di sela-sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (30/4/2014). [idr/merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar