Elektabilitas Jokowi dinilai masih cukup kuat dibandingkan kandidat
capres lainnya, meski dalam pileg kemarin Jokowi effect 'gagal'
mendongkrak suara PDIP. Kuatnya elektabilitas Jokowi sebagai capres
menjadi magnet besar bagi parpol lain untuk tetap berkoaliasi dengan
PDIP.
Jika magnet koalisi PDIP masih kuat, mungkinkah Pilpres nanti hanya diikuti satu pasangan capres-cawapres?
Pengamat
politik dari Universitas Indonesia Adrinov Chaniago menilai mungkin
saja pemilihan presiden nanti hanya satu pasangan capres-cawapres, yakni
Jokowi dengan cawapresnya.
Adrinov mengatakan, Jokowi effect
telah gagal di Pileg karena ketidakmampuan PDIP mengelola modal politik
tersebut. Sehingga suara partai berlambang kepala banteng moncong putih
itu berhenti di angka 19 persen. Namun kondisi pileg berbeda dengan
dinamika yang akan terjadi jelang pilpres.
"Elektabilitas Jokowi
sebagai capres masih sangat kuat dan jauh melampaui kandidat lainnya.
Sementara di pileg, pemilih memilih partai. Kampanye negatif 'PDIP No,
Jokowi Yes' sepertinya berhasil di tengah ketidakmampuan PDIP. Jadi
untuk pilpres sepertinya akan berbeda," ujar Adrinov saat berbincang
dengan detikcom, Kamis (10/4/2014).
Artinya, lanjut Adrinov,
magnet Jokowi untuk menarik parpol lain berkoalisi dengan PDIP masih
sangat kuat. Parpol-parpol lain mungkin saja memilih aman dengan
berbondong-bondong merapat ke PDIP. Namun menurutnya hal itu berat.
Kekuatan magnet itu tetap tidak akan mengerucutkan jumlah pasangan
capres hanya pada satu pasang capres.
Ada dua alasan. Pertama,
tidak mungkin tiga parpol dengan suara besar yakni PDIP, Golkar dan
Gerindra bersatu dalam satu koalisi. PDIP dapat berkoalisi dengan
Golkar, dan Gerindra menjadi kompetitor. Atau PDIP berkoalisi dengan
Gerindra, dan Golkar menjadi kompetitor.
Analisa lain, parpol-parpol lain akan terpolarisasi kepada ketiga parpol
tersebut jika tidak seluruhnya merapat ke PDIP. Partai Demokrat dan PKB
juga berhak untuk berkoalisi dengan PDIP.
"Tapi peluang PDIP
dengan Golkar lebih terbuka daripada dengan Gerindra. Kita tahu ada
persoalan personal emosional di tingkat elit kedua parpol itu (PDIP dan
Gerindra), yang belakangan terjadi," jelasnya.
Kedua, secara
undang-undang, asumsi hanya satu pasangan capres-cawapres sangat tidak
mungkin. Sedikitnya menurut UU pemilu, peserta pilpres harus diikuti
sedikitnya dua pasangan capres-cawapres.
"Itu akan masalah di
undang-undang. Bisa jadi ditunda, dibikin saja calon boneka, calon
bikinan. Pura-pura maju. Masalahnya untuk pipres itu dua pasang,"
pungkas Adrinov.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar