Kamis, 10 April 2014

Mungkinkah Pilpres Hanya Diikuti 1 Pasangan Capres?

Elektabilitas Jokowi dinilai masih cukup kuat dibandingkan kandidat capres lainnya, meski dalam pileg kemarin Jokowi effect 'gagal' mendongkrak suara PDIP. Kuatnya elektabilitas Jokowi sebagai capres menjadi magnet besar bagi parpol lain untuk tetap berkoaliasi dengan PDIP.
Jika magnet koalisi PDIP masih kuat, mungkinkah Pilpres nanti hanya diikuti satu pasangan capres-cawapres?
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Adrinov Chaniago menilai mungkin saja pemilihan presiden nanti hanya satu pasangan capres-cawapres, yakni Jokowi dengan cawapresnya.
Adrinov mengatakan, Jokowi effect telah gagal di Pileg karena ketidakmampuan PDIP mengelola modal politik tersebut. Sehingga suara partai berlambang kepala banteng moncong putih itu berhenti di angka 19 persen. Namun kondisi pileg berbeda dengan dinamika yang akan terjadi jelang pilpres.
"Elektabilitas Jokowi sebagai capres masih sangat kuat dan jauh melampaui kandidat lainnya. Sementara di pileg, pemilih memilih partai. Kampanye negatif 'PDIP No, Jokowi Yes' sepertinya berhasil di tengah ketidakmampuan PDIP. Jadi untuk pilpres sepertinya akan berbeda," ujar Adrinov saat berbincang dengan detikcom, Kamis (10/4/2014).
Artinya, lanjut Adrinov, magnet Jokowi untuk menarik parpol lain berkoalisi dengan PDIP masih sangat kuat. Parpol-parpol lain mungkin saja memilih aman dengan berbondong-bondong merapat ke PDIP. Namun menurutnya hal itu berat. Kekuatan magnet itu tetap tidak akan mengerucutkan jumlah pasangan capres hanya pada satu pasang capres.
Ada dua alasan. Pertama, tidak mungkin tiga parpol dengan suara besar yakni PDIP, Golkar dan Gerindra bersatu dalam satu koalisi. PDIP dapat berkoalisi dengan Golkar, dan Gerindra menjadi kompetitor. Atau PDIP berkoalisi dengan Gerindra, dan Golkar menjadi kompetitor.
Analisa lain, parpol-parpol lain akan terpolarisasi kepada ketiga parpol tersebut jika tidak seluruhnya merapat ke PDIP. Partai Demokrat dan PKB juga berhak untuk berkoalisi dengan PDIP.
"Tapi peluang PDIP dengan Golkar lebih terbuka daripada dengan Gerindra. Kita tahu ada persoalan personal emosional di tingkat elit kedua parpol itu (PDIP dan Gerindra), yang belakangan terjadi," jelasnya.
Kedua, secara undang-undang, asumsi hanya satu pasangan capres-cawapres sangat tidak mungkin. Sedikitnya menurut UU pemilu, peserta pilpres harus diikuti sedikitnya dua pasangan capres-cawapres.
"Itu akan masalah di undang-undang. Bisa jadi ditunda, dibikin saja calon boneka, calon bikinan. Pura-pura maju. Masalahnya untuk pipres itu dua pasang," pungkas Adrinov.

Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar