Selain karena kurangnya kesungguhan elite PDI Perjuangan (PDIP) mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres, masalah lain yang menyebabkan perolehan suara partai berlambang moncong putih itu tak mencapai target 27 persen, sebab kurangnya publikasi media.
Hal itu dikatakan Pengamat Politik LIPI Ikrar Nusa Bakti. Padahal, Ikrar melanjutkan, saat ini media massa merupakan alat vital untuk melakukan kampanye politik. Apalagi, saat ini Jokowi sudah tidak menjadi media darling.
"Jokowi bukannya menjadi 'media darling', tapi justru menjadi 'media enemy' di stasiun televisi yang dimiliki oleh mereka yang juga ingin maju menjadi presiden. Jadi PDIP harus punya televisi juga," kata Ikrar di Media Centre LIPI di Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Ikrar menyarankan PDIP menambal kekurangan itu dengan berkoalisi kepada partai yang memiliki media massa kuat. Misalnya Partai NasDem yang bisa menjadi alternatif bagi PDIP. Sebab jaringan media milik partai besutan Surya Paloh itu cukup kuat untuk melancarkan serangan udara bagi PDIP.
"NasDem punya televisi berita pertama di Indonesia yang juga dulu pada 2004 dipakai oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai medianya, dengan menjanjikan Surya Paloh untuk masuk ke dalam kabinet," ujarnya.
NasDem juga memiliki ideologi yang tidak jauh berbeda dengan PDIP, dimana sama-sama menjunjung ajaran presiden pertama Indonesia, Soekarno. "Selain itu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Surya juga sudah pernah bertemu dan melakukan penjajakan," katanya.
Masalah yang muncul jika PDIP berkoalisi dengan NasDem, menurut dia perihall penentuan pasangan capres dan cawapres.
"Jokowi ini kan capres muda, pasangan wakil presidennya harusnya yang muda juga. Tapi kalau Surya tetap 'ngotot' mau maju dari NasDem agak sulit," ujarnya.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar