Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa sepakat dengan tawaran Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memangkas porsi subsidi Bahan Bakar Minyak di pemerintahan selanjutnya.
Salah satu pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi sudah memfatwakan bahwa subsidi harus diberikan pada rakyat, terutama untuk komoditas energi dan pangan.
Pernyataan ini berbeda dengan pandangan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang siap menghapus subsidi jika sudah empat tahun menjabat sebagai presiden.
"Kalau subsidi itu enggak boleh hilang, yang rakyat memerlukan subsidi. Kalau (subsidi) BBM-nya bisa secara bertahap, mungkin tidak hilang, MK itu kan sudah mengatakan tidak boleh hilang, harus ada sedikit. Karena tidak boleh harga pasar, istilah MK seperti itu lah," ujarnya di sela-sela pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Rabu (30/4).
Dia lantas mengatakan bahwa pemerintahan saat ini pun sudah mengakui porsi subsidi energi di APBN memberatkan. Masalahnya, kebijakan itu tidak sepenuhnya mulus, karena ada hambatan politik di legislatif.
"Yang penting mendapat dukungan DPR. Cuma kan tidak mudah. Sedangkan listrik saja tidak mudah, (tarif) yang sekarang dinaikkan kan ribut. Jadi harus ada komunikasi baik dengan DPR," kata Hatta.
Mantan menteri perhubungan ini menegaskan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menelurkan peta jalan (roadmap) pemangkasan subsidi energi. Dananya akan dialihkan ke infrastruktur. Hatta berpesan pemerintahan baru merealisasikan kebijakan tidak populis itu. "Pemerintahan baru saya kira bisa menjalankan itu," tandasnya.
Tahun ini, subsidi BBM saja menyedot porsi Rp 299 triliun di APBN. Kondisi itu dianggap tidak ideal, karena membebani kemampuan belanja pemerintah.
Bappenas, bersama Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan serta Dewan Energi Nasional, sedang merancang skema paling tepat. Ketiga lembaga ini bakal mengarahkan presiden baru mengucurkan lebih banyak anggaran kepada pembangunan infrastruktur.
"Saving dari pengalihan anggaran energi itu pasti diarahkan ke infrastruktur. BKF yang lagi ngitung itu, melihat-lihat indikasi terhadap inflasi dan macam-macam. Tapi tentu semua akan tergantung presiden baru," kata Direktur Divisi Energi, Sumber Daya Mineral dan Pertambangan Bappenas Monty Girianna.
Sedangkan ccalon Presiden jagoan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo punya pandangan berbeda. Dia mengklaim tidak ragu menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Jokowi, demikian dia biasa disapa, menilai BBM subsidi tidak bisa mendadak dikurangi besarannya. Atas dasar itu, penaikan harga berkala akan lebih strategis.
"Saya kira empat tahun lah, subsidi BBM tadi empat tahun tapi berjenjang. Kurang kurang lalu hilang," ujarnya di sela-sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (30/4).
Mantan Wali Kota Surakarta ini menyatakan subsidi energi harus diarahkan ke masyarakat yang lebih berhak. Terutama, pelaku di sektor pertanian.
Jokowi mengaku tidak ragu menerapkan kebijakan non-populis itu saat terpilih sebagai presiden. Penolakan atas kenaikan harga BBM menurutnya sudah biasa.
"(Akan ada) guncangan ekonomi sosial, tetapi harus. Tapi dengan catatan subsidi itu bisa diberikan kepada yang menerima. Misalnya subsidi untuk petani, subsidi untuk nelayan yang dibutuhkan oleh mereka," kata pria yang datang di acara Bappenas sebagai Gubernur DKI Jakarta ini. [noe/merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar