Revolusi mental yang
diajukan calon presiden PDI Perjuangan (PDIP), Joko Widodo (Jokowi)
sangat kontekstual dengan kondisi industri di Indonesia yang butuh
meningkatkan daya saing.
Direktur Eksekutif Megawati Institute Arief Budimanta mengatakan, di
dunia industri Indonesia, ada adagium dalam proses perijinan, "kalau
bisa dipersulit, kenapa dipermudah".
Akibatnya, perijinan di Indonesia makan waktu 48 hari. Sementara Singapura dua hari selesai.
"Maka dalam konteks birokrasi, revolusi mental 'dilayani' harus
diproses menjadi 'melayani'. Itu tujuannya demi meningkatkan daya saing
industri," tegas Arief saat bicara dalam seminar 'Roadmap Industri
Manufkatur Nasional Menuju Indonesia Berdikari', di Jakarta, Rabu
(30/4/2014).
Acara itu diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Sipil untuk
Indonesia yang Berdikari dan Sejahtera (Almisbat). Acara dibuka oleh
Ketua MPR Sidarto Dhanusubroto, yang juga Bapak Para Relawan Jokowi.
Arief melanjutkan, Jokowi sudah mebuktikan dirinya adalah yang paling
konsisten melakukan proses perubahan itu. Sebagai Gubernur DKI Jakarta,
Jokowi menyiapkan konsep baru perijinan industri, dan secara periodik
blusukan ke wilayah untuk mengecek pelaksanaannya.
"Jadi bila Jokowi berbicara revolusi mental, maka sejalan dengan kita
bicara meningkatkan daya saing negara dan bangsa, termasuk bidang
industri," jelasnya.
Dia menyatakan, Jokowi datang dengan visi meningkatkan produktivitas melalui inovasi. Ke depan harus ada blueprint baru soal jalan industri nasional Indonesia yang mendorong peningkatan teknologi dan kapasitas pendidikan.
Selain itu harus ada perbaikan supply chain di industri,
menyambungkan industri besar dan rumahan yang pernah berhasil dilakukan
di negeri seperti Taiwan dan Korea Selatan.
"Kalau bicara industri, kita butuh perbaikan energi dan manpower,
yang berarti inovasi dan riset. Tak ada industri bekerja tanpa sumber
energi dan tenaga kerja. Selain itu birokrasi dan biaya logistik harus
dibenahi," jelas Arief.
Anggota Dewan Nasional Almisbat, Rony Tanusaputra menyatakan, daya
saing industri nasional Indonesia sangat lemah karena masih sangat
bergantung pada impor. Pada 2013, tercatat impor bahan baku dan penolong
mencapai US$ 128 miliar.
Meski begitu, Indonesia masih memiliki peluang besar untuk
memanfaatkan momentum untuk bangkit sebagai negara industri yang
tangguh. Kuncinya adalah kepemimpinan yang bervisi mendorong Indonesia
menjadi negara industri manufaktur terkuat.
"Di bawah kepemimpinan Jokowi, yang telah mencanangkan jalan
kemandirian di bidang ekonomi, Indonesia akan memiliki harapan besar
bisa mencapai itu," tegas Rony.
Sekjen Almisbat, Hendrik Sirait mengakui bahwa seminar yang dilakukan
lembaganya bertujuan mempersiapkan jalan pembangunan industri
manufaktur nasional. Almisbat akan melaksanakan serial seminar dan
hasilnya akan disumbangkan kepada Jokowi sebagai sumbangan pemikiran.
"Serial seminar bukan hanya terkait masalah industri manufaktur, namun juga road map sektor keuangan, infrastruktur, ketahanan pangan, dan ketahanan energi," kata Hendrik Sirait. [beritasatu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar