Upaya untuk menjatuhkan nama baik bakal calon presiden PDI Perjuangan Joko Widodo
beberapa waktu belakangan ini gencar dilakukan menjelang pilpres 9 Juli
mendatang. Hal itu dilakukan baik di media sosial, pesan berantai atau
lewat BBM.
Upaya kampanye hitam tersebut menurut Pengamat Politik, Deni Lesmana karena lawan atau kompetitor Joko Widodo makin panik.
“Dalam kampanye, sebar fitnah jadi jalan pintas untuk hambat elektabilitas pesaing," katanya, di Jakarta, Senin (5/5/2014).
Menurut
Deni, kampanye hitam biasanya berupa fakta yang dipelintir makna dan
konteksnya. Lebih sering lagi hanyalah fitnah. Jokowi, kata dia,
mengalami ketiganya sekaligus.
“Isu agama dan etnik, sepenuhnya fitnah,” ujarnya.
Sementara
itu aktivis LIRA Banten, Drajat Soemarsono menyarankan agar para capres
lebih mengedepankan kampanye yang mendidik. Kalaupun harus menyerang,
mungkin kampanye negatif masih bisa ditolerir.
“Kampanye jenis ini bermanfaat karena menghindari pemilih dari
situasi memilih kucing dalam karung. Diskursus tentang penculikan
aktivis atau soal lumpur Lapindo itu contohnya. Faktanya ada,
akuntabilitasnya yang tidak ada,” ujarnya.
Drajat mengatakan
segala jenis kampanye yang memelintir adalah pekerjaan sia-sia. Drajat
menyebut isu kepentingan asing yang dituduhkan kepada Jokowi adalah
bentuk pelintiran peristiwa.
“Apa bedanya dengan Prabowo pidato di depan investor atau ketemu Raja Yordania?” ujarnya.
“Pesaing Jokowi harus hati-hati. Serangan mereka justru bisa menghantam diri mereka sendiri, ” ujarnya. [tribunnews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar