Senin, 14 April 2014

PDIP Bantah Ada Operasi Khusus Jegal Prabowo

Juru Bicara Tim Pemenangan Pilpres PDI Perjuangan (PDIP) Eva Kusuma Sundari menyangkal kabar yang menyebut partainya melakukan "operasi intelijen" untuk menghalangi majunya Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto dalam pemilu presiden (pilpres) 2014.
Eva menegaskan, calon presiden (capres) PDIP, Joko Widodo alias Jokowi tidak akan menggunakan cara-cara kotor dalam persaingan pilpres.
"PDIP tidak punya reputasi mencurangi, bahkan dalam kampanye pun tidak melakukan black campaign atau negative campaign. Jokowi amat menghargai kejujuran, fair play, dan jaga martabat. PDIP selalu memilih untuk berkompetisi secara sehat dan bermartabat," kata Eva kepada JPNN di Jakarta, Senin (14/4/2014).
Menurut Eva, selama ini justru Jokowi yang selalu menjadi sasaran tembak kampanye hitam maupun kampanye negatif. Namun, Jokowi maupun PDIP tidak melakukan cara yang sama untuk melakukan serangan balik.
Masih lanjut Eva, Jokowi memilih menjalin komunikasi yang intensif dengan para pimpinan partai politik (parpol) untuk membangun konsolidasi. Ia kembali menegaskan bahwa kabar tentang operasi khusus untuk menggagalkan pesaing Jokowi termasuk Prabowo adalah hal bohong.
"Omong kosong. Kekuatan Jokowi sepenuhnya pada komunikasi ke parpol-parpol. Jokowi memang ingin membangun barisan sebanyak dan sekuat mungkin, tetapi semata atas pola relasi win-win yang rasional," tandas anggota Komisi III DPR RI ini.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Paramadina Herdi Syahrasad mengaku menerima informasi dari berbagai pihak soal operasi intelijen yang dilakukan para pendukung Jokowi khususnya dari para konglomerat yang tidak menghendaki Prabowo menjadi presiden.
Menurutnya, hampir semua konglomerat dari ras tertentu berupaya semaksimal mungkin agar Prabowo tak berhasil mendapatkan tiket untuk melaju dalam pilpres 9 Juli 2014 mendatang.
"Caranya, para pimpinan parpol diiming-imingi sejumlah imbalan agar menolak kalau diajak berkoaliasi oleh Partai Gerindra. Sehingga Gerindra yang hanya memperoleh suara 12 persen dalam Pileg 9 April lalu tak mampu mengajukan capresnya karena tak berhasil memenuhi syarat presidential threshold 25 persen suara nasional atau 20 persen kursi di DPR," kata Herdi dalam sebuah diskusi politik yang digelar Freedom Foundation di Hotel Atlet Century Senayan, Jakarta, Minggu (13/4) kemarin.

Sumber :
jpnn.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar