Senin, 12 Mei 2014

SK Gubernur Pembatalan CPNS Diteken Sebelum Jokowi Nonaktif

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan pembatalan ratusan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dilakukan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur. Mengingat keterbatasan waktu yang ada, lanjut dia, SK Gubernur itu dapat diteken oleh Joko Widodo sebelum menjadi gubernur nonaktif.
Sekadar informasi, Jokowi nonaktif gubernur menyusul pencapresannya di Pilpres 2014, mulai pendaftarannya di KPU hingga penetapan presiden-wapres terpilih.
"Kita enggak tahu pelaksana tugas (Plt) Gubernur bisa meneken surat itu atau tidak. Tapi, memang harus diteken sekarang sebelum beliau (Jokowi) nonaktif," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Senin (12/5/2014).
Menurut Basuki, pencoretan ratusan CPNS honorer atau K2 itu wajar terjadi di Indonesia. Apabila persyaratan administrasi tidak mencukupi, maka pemerintah berhak mencoret honorer itu.
Basuki mengatakan, meskipun mereka telah bekerja bertahun-tahun di Pemprov DKI, tetap akan dicoret. Sebab, tak sedikit honorer yang "bermain" agar lolos menjadi PNS DKI.
"Kalau dulu, CPNS curang dibiarkan lolos dulu. Sekarang, ada permainan harus kita coret, yang tidak memenuhi syarat harus mundur. Makanya, permasalahan ini tidak pernah selesai sampai sekarang," kata Basuki.
Kelulusan ratusan CPNS DKI dari honorer kategori II ini dibatalkan karena tidak sahnya Surat Keterangan Honorer (SKH).
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta I Made Karmayoga mengatakan penyebab pembatalan honorer itu karena buruknya pengaturan pekerja honorer di setiap instansi pemerintah di Ibu Kota. SKH yang sah hanya dikeluarkan gubernur, sekretaris daerah, maupun kepala dinas.
Di Jakarta, surat keputusan justru dikeluarkan camat, lurah, bahkan kepala sekolah. Pemerintah melihat SKH yang sah ketika akan mengangkat pegawai honorer tersebut. Nyatanya, banyak SKH yang tidak sah bermunculan.
Sesuai peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS dan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi nomor 05 tahun 2010, yaitu tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai bukan dari APBN atau bukan dari APBD.
Sedangkan masa kerja minimal satu tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus menerus. Lebih lanjut, ia mengindikasi, ada 280 dokumen palsu pegawai honorer.
"Jadi, kalau misalnya masa kerja satu tahun pada 4 Januari 2006 saja ya tidak bisa, ini sangat ketat," kata Made.  [kompas]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar