Tidak sengaja menemukan satu buku karya mantan Dubes Kanada Peter E.D
di Indonesia yang bertajuk 'Gayatri Rajapadni'. Dalam buku itu
disebutkan bahwa Gayatri adalah seorang 'King Maker' di balik kejayaan
Majapahit. Dia putri Kertanegara yang merupakan salah seorang
konsolidator nusantara dan menjadi permaisuri dari Raden Wijaya.
Gayatri
hidup dalam keprihatinan batin senantiasa sepeninggal ayahandanya yang
diperlakukan semena-mena, teguh menegakkan ajaran dan mewujudkan
cita-cita ayahandanya.
Gayatri lalu menikah dengan Raden Wijaya
yang merupakan pendiri Kerajaan Majapahit. Pada saat pemerintahan Raden
Wijaya dibentuklah Dharmaputra. Dharmaputra adalah sebuah jabatan yang
bertugas untuk menjaga raja dan mengabdi kepada negara sebagai penjaga
negara.
Atau dalam kutipan Kitab Pararaton disebut Satya Bela Bakti
Prabu.
Barangkali dapat kita pahami langkah Raden Wijaya
membentuk Dharmaputra untuk menjaga negara dan menjaga raja. Kita tahu
Raden Wijaya mangkat dan meninggalkan anak-anaknya yang masih
kecil-kecil. Disinilah peran Gayatri Rajapatni muncul sebagai 'king
maker' politik negara usai meninggalnya Raden Wijaya. Meski sebenarnya
banyak kebijakan semasa suaminya hidup juga tidak lepas dari
pertimbangannya yang bertujuan meneruskan cita-cita Kertanegara.
Dharmaputra pun pada akhirnya memiliki peran sentral sebagai ksatria
negara semasa kekuasaan Jayanegara penerus Raden Wijaya yang usianya
masih kecil. Banyak petinggi kerajaan termasuk Dharmaputra itu sendiri
khawatir dengan kekuasaan Jayanegara yang usianya masih belia harus
mengurusi negara agung di Nusantara. Disinilah tugas utama Dharmaputra
untuk Satya Bela Bakti Prabu menemukan urgensinya. Ini petikan sejarah
yang penting juga untuk saat sekarang.
Sejarah harus dipandang secara dialektis. Don’t leave history,
atau jangan meninggalkan sejarah kata Bung Karno Sang pendiri negara.
Kini kita juga menghadapi tahun penting bagi Republik Indonesia. Tahun
penentuan kata Ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Proses
pemilu presiden sebentar lagi. Pengumuman cawapres sebentar lagi tinggal
ibarat menunggu jam diumumkan.
Para petinggi partai itu di media
menyebutkan akan mengumumkan antara tanggal 10 Mei 2014 sampai 14 Mei
2014. Mungkin saja, sebagaimana wacana para ahli petungan hari baik
kalender Jawa, tanggal 14 Mei 2014 Rabu Pon Wuku Sungsang yang merupakan
hari lahir capres PDI Perjuangan Joko Widodo sekaligus hari baiknya. Setiap bangsa memiliki kearifan berdasar naturenya atau hukum alamiahnya yang juga sesungguhnya ilmiah.
Dharmaputra
merupakan usaha rasional Raden Wijaya dan Gayatri Rajapatni untuk
menjaga anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Publik tahu ibarat anak
ideologi PDI Perjuangan capres Joko Widodo
baru muncul di kancah nasional, tentu membutuhkan Dharmaputra yang
senior dan tidak diragukan sebagai nasionalis. Di kalangan Dharmaputra
sendiri ada nama-nama seperti: Jenderal TNI Moledoko (masih aktif), Joko
Santoso, Joko Suyanto (Menkopolkam) dan nama yang sudah digadang-gadang
PDI Perjuangan sendiri dari kalangan Dharmaputra atau green corpse yaitu Ryamizard Ryacudu.
Mencermati
kedekatan figur dengan Megawati maka Ryamizard Ryacudu lebih bisa
dipegang. Selain itu menantu dari Wapres era Presiden Soeharto Jend TNI
(Purn) Try Sutrisno ini bisa banyak menimba pengalaman dari mertuanya.
Figur Try Sutrisno pun banyak dianggap layak menggantikan Pak Harto saat
itu. Tentu ini akan menjadi pertimbangan penting Ketum PDI Perjuangan
itu.
Belum lagi mempertimbangkan peta geopolitik nasional dimana
kekuatan Jawa sudah diwakili oleh Jokowi maka ada dua poros penting lagi
yaitu Sumbagsel yang meliputi: Lampung, Sumsel, Babel, Jambi dan
Bengkulu adalah wilayah kekuatan poros penting kedua di Republik ini.
Poros ketiga yang juga penting adalah Sulsel mengingat mampu menjadi
magnet bagi daerah di kepulauan Sulawesi yang lain minus Sulut karena
perbedaan tradisi.
Untuk mengungguli paket Prabowo-Hatta yang
representasi Jawa-Sumbagsel dan militer sipil maka perlu kolaborasi
sipil-militer dan Jawa-Sumbagsel juga. Jika diimbangi dengan paket
sipil-sipil dan poros Jawa-Sulsel akan cenderung kerepotan mengalahkan
duet Prabowo-Hatta Rajasa. Tentu semua tidak lepas dari wahyu nusantara
yang juga harus diperhatikan. Megawati pun harus berkonsultasi dengan
Raja Jawa.
Bercermin pada sejarah yang ada, cawapres dari Dharmaputra adalah kebutuhan sejarah. Posisi Megawati Soekarnoputri
seperti halnya dalam posisi Gayatri Rajapatni. Ia harus menjaga
anak-anaknya yang masih kecil untuk mengurusi negara dengan menyiapkan
Dharmaputra yang bisa dia percaya.
Dari sisi komposisi watak
kepemimpinan, Jokowi sebagai orang Solo dikenal dengan karakternya yang
penuh kesederhanaan dan santun maka ia perlu didukung pendamping yang
tegas dan berkarakter ksatrya. Ibarat ia seorang ratu pinandhita maka ia
harus didampingi ksatria dari Dharmaputra yang kokoh jiwa
nasionalismenya yang sudah matang dan siap mendedikasikan dirinya demi
nusa dan bangsa.
Dari sisi ini ada kolaborasi personality leadership
yang menjadi ideal bangsa nusantara atau aspek geopolitik. Geopolitik
adalah mutlak untuk memahami Indonesia begitu kata Soekarno yang
merupakan konsolidator nusantara seperti halnya Kertanegara. Tentu
hal-hal ini layak mewarnai kajian diskursus perhelatan politik akbar,
dan memperkaya khasanah ilmu politik di Indonesia agar tidak kering dan
terjebak demokrasi angka-angka yang hanya merupakan bagian kecil dari
dimensi kemanusiaan yang holistis.
Kajian ilmu politik
sesungguhnya bukan sekedar apa yang nampak (appearance) tetapi juga
bagaimana harus menangkap realita di balik yang nampak dari obyek kajian
politik. Dalam terminologi modern kajian ilmu politik dibuka ruang
bahwa mempelajari ilmu politik juga harus telaten meneliti setiap
perkembangan termasuk menyoal realitas yang ada di balik fenomena untuk
mengungkap latar belakang (behind) dan yang ada di masa depan (beyond).
Jika kedua hal ini dikaji maka ilmu politik akan menemukan konsep dan
bentuknya yang utuh.
Wajar bila dalam berita media nasional disebutkan bahwa Megawati Soekarnoputri
sebagai putri proklamator yang dikenal negarawan, dunia tidak mau
gegabah terbawa banyak ambisi duniawi di luar dirinya yang terus
mempengaruhi termasuk yang setiap saat membisikkan untuk ingin
menemuinya.
Dikabarkan beliau minta waktu untuk kontemplasi di Bali yang masih
tenang, sebab di masyarakat Jawa dikenal tradisi neng, ning, nung, nang
(neng adalah meneng atau berdiam diri tafakur untuk mencapai ning atau
wening yaitu kejernihan rasa dimana mata hati akan mengabarkan
pertimbangan hati nurani dan kejernihan budi guna mendapatkan nung atau
hanung yaitu kuat atau kekuatan dan pada akhirnya meraih nang atau
menang sebuah keberhasilan usahanya atau tercapainya cita-cita).
Tidak
kalah penting baginya adalah meminta nasihat Raja Jawa yang ada di
Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono X sebelum mengumumkan
cawapres. Kedekatan Sultan Hamengkubuwono IX dengan Bung Karno pada
waktu republik terjadi krisis akibat agresi Belanda adalah kedekatan
khusus yang juga wajib di lanjutkan kedua putra putrinya (Sultan
Hamengkubuwono X dan Megawati Soekarnoputri). Termasuk bagaimana memilih
Dharmaputra yang tepat dan dipastikan nasionalismenya tidak untuk
ambisi dan kepentingan pribadi yang akhirnya hanya sebatas slogan.
Sebagaimana
dikatakan oleh filsuf Jerman Habermas bahwa mitos yang irasional adalah
usaha manusia yang rasional. Dan sebaliknya sesungguhnya banyak usaha
rasional dibungkus mitos dan mistis semata untuk menyembunyikan
penghitungan politik rasional agar tidak mudah terbaca dan diketahui
lawan politik.
Semuanya memang harus dilandasi ketulusan dan
kebijaksanaan serta kecermatan sebab dalam alam bawah sadar masyarakat
nusantara kepemimpinan selain rasional juga spriritual dimana untuk
meraih kembali kejayaan nusantara, seorang pemimpin haruslah linuwih
dalam bahasa revolusi sosial Soekarno adalah mendukung dan didukung
hukum kodrat alam (natuur).
Tentu dengan epistemologi yang bisa dijelaskan adalah menangkap
kehendak tuntutan budi nurani kemanusiaan. Seperti contoh bangsa yang
dimiskinkan butuh dikakmurkan. Siapakah yang pantas mengemban amanah
penderitaan rakyat itu? Yang hidupnya diwarnai kemewahan atau yang
hidupnya zuhud dalam kesederhanaan? Lalu wakilnya yang hidupnya saudagar
yang cari untung sepanjang hidupnya atau Dharmaputra yang harus tegak
kepalanya membela negara? Semoga Indonesia jaya lagi. [tribun]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar