Senin, 12 Mei 2014

Ketika Jokowi Mencari Sang Dharmaputra

Tidak sengaja menemukan satu buku karya mantan Dubes Kanada Peter E.D di Indonesia yang bertajuk 'Gayatri Rajapadni'. Dalam buku itu disebutkan bahwa Gayatri adalah seorang 'King Maker' di balik kejayaan Majapahit. Dia putri Kertanegara yang merupakan salah seorang konsolidator nusantara dan menjadi permaisuri dari Raden Wijaya.
Gayatri hidup dalam keprihatinan batin senantiasa sepeninggal ayahandanya yang diperlakukan semena-mena, teguh menegakkan ajaran dan mewujudkan cita-cita ayahandanya.
Gayatri lalu menikah dengan Raden Wijaya yang merupakan pendiri Kerajaan Majapahit. Pada saat pemerintahan Raden Wijaya dibentuklah Dharmaputra. Dharmaputra adalah sebuah jabatan yang bertugas untuk menjaga raja dan mengabdi kepada negara sebagai penjaga negara.
Atau dalam kutipan Kitab Pararaton disebut Satya Bela Bakti Prabu.
Barangkali dapat kita pahami langkah Raden Wijaya membentuk Dharmaputra untuk menjaga negara dan menjaga raja. Kita tahu Raden Wijaya mangkat dan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Disinilah peran Gayatri Rajapatni muncul sebagai 'king maker' politik negara usai meninggalnya Raden Wijaya. Meski sebenarnya banyak kebijakan semasa suaminya hidup juga tidak lepas dari pertimbangannya yang bertujuan meneruskan cita-cita Kertanegara.
Dharmaputra pun pada akhirnya memiliki peran sentral sebagai ksatria negara semasa kekuasaan Jayanegara penerus Raden Wijaya yang usianya masih kecil. Banyak petinggi kerajaan termasuk Dharmaputra itu sendiri khawatir dengan kekuasaan Jayanegara yang usianya masih belia harus mengurusi negara agung di Nusantara. Disinilah tugas utama Dharmaputra untuk Satya Bela Bakti Prabu menemukan urgensinya. Ini petikan sejarah yang penting juga untuk saat sekarang.
Sejarah harus dipandang secara dialektis. Don’t leave history, atau jangan meninggalkan sejarah kata Bung Karno Sang pendiri negara. Kini kita juga menghadapi tahun penting bagi Republik Indonesia. Tahun penentuan kata Ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Proses pemilu presiden sebentar lagi. Pengumuman cawapres sebentar lagi tinggal ibarat menunggu jam diumumkan.
Para petinggi partai itu di media menyebutkan akan mengumumkan antara tanggal 10 Mei 2014 sampai 14 Mei 2014. Mungkin saja, sebagaimana wacana para ahli petungan hari baik kalender Jawa, tanggal 14 Mei 2014 Rabu Pon Wuku Sungsang yang merupakan hari lahir capres PDI Perjuangan Joko Widodo sekaligus hari baiknya. Setiap bangsa memiliki kearifan berdasar naturenya atau hukum alamiahnya yang juga sesungguhnya ilmiah.
Dharmaputra merupakan usaha rasional Raden Wijaya dan Gayatri Rajapatni untuk menjaga anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Publik tahu ibarat anak ideologi PDI Perjuangan capres Joko Widodo baru muncul di kancah nasional, tentu membutuhkan Dharmaputra yang senior dan tidak diragukan sebagai nasionalis. Di kalangan Dharmaputra sendiri ada nama-nama seperti: Jenderal TNI Moledoko (masih aktif), Joko Santoso, Joko Suyanto (Menkopolkam) dan nama yang sudah digadang-gadang PDI Perjuangan sendiri dari kalangan Dharmaputra atau green corpse yaitu Ryamizard Ryacudu.
Mencermati kedekatan figur dengan Megawati maka Ryamizard Ryacudu lebih bisa dipegang. Selain itu menantu dari Wapres era Presiden Soeharto Jend TNI (Purn) Try Sutrisno ini bisa banyak menimba pengalaman dari mertuanya. Figur Try Sutrisno pun banyak dianggap layak menggantikan Pak Harto saat itu. Tentu ini akan menjadi pertimbangan penting Ketum PDI Perjuangan itu.
Belum lagi mempertimbangkan peta geopolitik nasional dimana kekuatan Jawa sudah diwakili oleh Jokowi maka ada dua poros penting lagi yaitu Sumbagsel yang meliputi: Lampung, Sumsel, Babel, Jambi dan Bengkulu adalah wilayah kekuatan poros penting kedua di Republik ini. Poros ketiga yang juga penting adalah Sulsel mengingat mampu menjadi magnet bagi daerah di kepulauan Sulawesi yang lain minus Sulut karena perbedaan tradisi.
Untuk mengungguli paket Prabowo-Hatta yang representasi Jawa-Sumbagsel dan militer sipil maka perlu kolaborasi sipil-militer dan Jawa-Sumbagsel juga. Jika diimbangi dengan paket sipil-sipil dan poros Jawa-Sulsel akan cenderung kerepotan mengalahkan duet Prabowo-Hatta Rajasa. Tentu semua tidak lepas dari wahyu nusantara yang juga harus diperhatikan. Megawati pun harus berkonsultasi dengan Raja Jawa.
Bercermin pada sejarah yang ada, cawapres dari Dharmaputra adalah kebutuhan sejarah. Posisi Megawati Soekarnoputri seperti halnya dalam posisi Gayatri Rajapatni. Ia harus menjaga anak-anaknya yang masih kecil untuk mengurusi negara dengan menyiapkan Dharmaputra yang bisa dia percaya.
Dari sisi komposisi watak kepemimpinan, Jokowi sebagai orang Solo dikenal dengan karakternya yang penuh kesederhanaan dan santun maka ia perlu didukung pendamping yang tegas dan berkarakter ksatrya. Ibarat ia seorang ratu pinandhita maka ia harus didampingi ksatria dari Dharmaputra yang kokoh jiwa nasionalismenya yang sudah matang dan siap mendedikasikan dirinya demi nusa dan bangsa.
Dari sisi ini ada kolaborasi personality leadership yang menjadi ideal bangsa nusantara atau aspek geopolitik. Geopolitik adalah mutlak untuk memahami Indonesia begitu kata Soekarno yang merupakan konsolidator nusantara seperti halnya Kertanegara. Tentu hal-hal ini layak mewarnai kajian diskursus perhelatan politik akbar, dan memperkaya khasanah ilmu politik di Indonesia agar tidak kering dan terjebak demokrasi angka-angka yang hanya merupakan bagian kecil dari dimensi kemanusiaan yang holistis.
Kajian ilmu politik sesungguhnya bukan sekedar apa yang nampak (appearance) tetapi juga bagaimana harus menangkap realita di balik yang nampak dari obyek kajian politik. Dalam terminologi modern kajian ilmu politik dibuka ruang bahwa mempelajari ilmu politik juga harus telaten meneliti setiap perkembangan termasuk menyoal realitas yang ada di balik fenomena untuk mengungkap latar belakang (behind) dan yang ada di masa depan (beyond). Jika kedua hal ini dikaji maka ilmu politik akan menemukan konsep dan bentuknya yang utuh.
Wajar bila dalam berita media nasional disebutkan bahwa Megawati Soekarnoputri sebagai putri proklamator yang dikenal negarawan, dunia tidak mau gegabah terbawa banyak ambisi duniawi di luar dirinya yang terus mempengaruhi termasuk yang setiap saat membisikkan untuk ingin menemuinya.
Dikabarkan beliau minta waktu untuk kontemplasi di Bali yang masih tenang, sebab di masyarakat Jawa dikenal tradisi neng, ning, nung, nang (neng adalah meneng atau berdiam diri tafakur untuk mencapai ning atau wening yaitu kejernihan rasa dimana mata hati akan mengabarkan pertimbangan hati nurani dan kejernihan budi guna mendapatkan nung atau hanung yaitu kuat atau kekuatan dan pada akhirnya meraih nang atau menang sebuah keberhasilan usahanya atau tercapainya cita-cita).
Tidak kalah penting baginya adalah meminta nasihat Raja Jawa yang ada di Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono X sebelum mengumumkan cawapres. Kedekatan Sultan Hamengkubuwono IX dengan Bung Karno pada waktu republik terjadi krisis akibat agresi Belanda adalah kedekatan khusus yang juga wajib di lanjutkan kedua putra putrinya (Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Soekarnoputri). Termasuk bagaimana memilih Dharmaputra yang tepat dan dipastikan nasionalismenya tidak untuk ambisi dan kepentingan pribadi yang akhirnya hanya sebatas slogan.
Sebagaimana dikatakan oleh filsuf Jerman Habermas bahwa mitos yang irasional adalah usaha manusia yang rasional. Dan sebaliknya sesungguhnya banyak usaha rasional dibungkus mitos dan mistis semata untuk menyembunyikan penghitungan politik rasional agar tidak mudah terbaca dan diketahui lawan politik.
Semuanya memang harus dilandasi ketulusan dan kebijaksanaan serta kecermatan sebab dalam alam bawah sadar masyarakat nusantara kepemimpinan selain rasional juga spriritual dimana untuk meraih kembali kejayaan nusantara, seorang pemimpin haruslah linuwih dalam bahasa revolusi sosial Soekarno adalah mendukung dan didukung hukum kodrat alam (natuur).
Tentu dengan epistemologi yang bisa dijelaskan adalah menangkap kehendak tuntutan budi nurani kemanusiaan. Seperti contoh bangsa yang dimiskinkan butuh dikakmurkan. Siapakah yang pantas mengemban amanah penderitaan rakyat itu? Yang hidupnya diwarnai kemewahan atau yang hidupnya zuhud dalam kesederhanaan? Lalu wakilnya yang hidupnya saudagar yang cari untung sepanjang hidupnya atau Dharmaputra yang harus tegak kepalanya membela negara? Semoga Indonesia jaya lagi.  [tribun]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar