Hukuman mati terhadap TKW asal Indonesia, Satinah, sudah di depan mata.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) berharap agar kasus vonis mati
tak harus selalu dibereskan dengan diyat.
"Menurut Pak Jokowi ke
depannya tidak boleh mekanisme diyat ini jadi solusi untuk kasus-kasus
vonis mati. Masa solusinya membayar diyat tanpa terungkap motif.
Walaupun ada kasus pembunuhan tentu tidak tiba-tiba melakukan kasus
pembunuhan itu," kata politisi PDIP Rieke Dyah Pitaloka usai bertemu
Jokowi di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu
(26/3/2014).
Rieke menilai sejak awal proses hukum Satinah,
pemerintah dipandang tidak memberikan perlindungan secara maksimal dan
kurang pendampingan.
"Mas Jokowi memberikan masukan kepada kami
agar perlindungan hukumnya dulu maksimal. Karena awal-awal persidangan
Satinah dari 2007 sendiri kurang pendampingan pemerintah. Ada sisa 249
TKI menunggu vonis mati dan kurang lebih sekarang masih ada di Saudi,"
imbuhnya.
Rieke mengungkapkan, dia mendatangi Jokowi karena
sebagian besar PJTKI berpusat di Ibu Kota. "(Masalah ini) Sudah dibahas
di DPR tapi karena PJTKI-nya ada di Jakarta sekitar 80 persen.
Penampungan-penampungan gelap itu ada di Jakarta," jelasnya.
Anggota
DPR Komisi IX ini menganggap lamanya proses penggalangan dana
solidaritas untuk Satinah oleh pemerintah karena kebijakan politik yang
masih kurang. "Kebijakan politiknya berarti yang kurang. Tetapi tentu
saja yang penting sekarang ini dululah," tegasnya.
Menko Polhukam
Djoko Suyanto sebelumnya mengatakan, upaya maksimal sudah dilakukan
untuk menolong Satinah. Mulai dari pendampingan hukum hingga lobi soal
dana diyat terus digelar. Para TKI di negara lain pun mendapat perlakuan
serupa.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar