Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar
Nusa Bhakti menilai, belum ada sosok perempuan yang layak menjadi
cawapres Jokowi pada Pilpres 2014, bahkan dari internal PDI Perjuangan
(PDI-P) sendiri. Sejauh ini dirinya yakin hanya Jusuf Kalla (JK) yang
layak mendampingi Jokowi sebagai wapres.
"Kecuali kalau ada satu perempuan dengan kapasitas yang tinggi layak diperhitungkan," kata Ikrar, di Jakarta, Jumat (4/4/2014).
Menurutnya, nama-nama seperti mantan Menkeu Sri Mulyani (SMI),
Khofifah Indar Parawansa, bahkan Puan Maharani belum layak diusung
sebagai wapres untuk Jokowi.
"Saya tidak mempersoalkan gender, tetapi apakah cawapres itu bisa
melengkapi kapasitas Jokowi? Khofifah tidak memiliki kapasitas itu,
hanya ingin mendongkrak suara NU. Dalam hal sosial Khofifah lebih hebat,
tetapi kalau SMI lebih hebat soal ekonomi makro," ungkapnya.
Ikrar juga mengakui, kalau sosok JK yang dianggapnya mumpuni sebagai
cawapres Jokowi, masih belum diterima secara solid oleh internal PDI-P.
Namun hal itu bukan menjadi ukuran kalau PDI-P tidak perlu berkoalisi,
sebab untuk memimpin pemerintahan, PDI-P perlu menggandeng satu partai
nasionalis dan satu partai Islam.
"Tetap membutuhkan partai lain untuk koalisi, biar bagaimana pun ini
bukan negara parlementer, tetapi presidensial maka perlu menggandeng
partai yang nasionalis dan agamis," ujarnya.
Sosiolog UI Thamrin Amal Tomagola yakin, intrik-intrik politik bakal
ramai mengingat belum adanya sosok wapres untuk Jokowi. Thamrin menilai,
sosok wapres untuk Jokowi harus memenuhi tiga syarat utama sebagaimana
instruksi Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri yakni, mampu menjaga NKRI,
konstitusi, dan pluralisme.
"Jadi wapresnya juga harus begitu. Tapi ada juga kemauan dari
Megawati, saya lihat sinyalnya cukup kuat kalau dia ingin perempuan
berperan dalam pemerintahan. Kalau perempuan berperan, memang bisa
melalui jabatan wapres bisa juga sebagai menteri, tetapi itu bergantung
pada perolehan pileg 9 April," jelasnya.
Direktur Eksekutif Indikator Burhanudin Muhtadi menambahkan, posisi
PDI-P sekarang ini belum aman karena separuh dari pendukung Jokowi bukan
pemilih PDI-P. Internal partai diharapkan solid agar mampu mengangkat,
mensosialisasikan Jokowi secara massif untuk mengkatrol suara PDI-P.
"Musuh PDI-P sekarang adalah dirinya sendiri, mampu atau tidak berdamai dengan keadaan," ujarnya.
Burhanuddin menilai, jika dukungan terhadap Jokowi tidak diikuti
dengan konsolidasi internal, maka suara atau posisi PDI-P masih belum
aman. PDI-P diharapkan mampu meraih lebih dari 20 persen pada pileg yang
digelar pada 9 April. Hal ini penting agar PDI-P tidak tersandera untuk
koalisi dengan partai-partai lain.
"Kalau tidak mau tersandera suara, PDI-P harus lebih dari 20 persen," katanya.
Sumber :
beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar