Nasib kelanjutan pembangunan transportasi berbasis light rel transit
(LRT), monorel masih berada di tangan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo
(Jokowi). Jokowi masih mengkaji dua aspek yang selama ini dinilai belum
dimiliki oleh PT Jakarta Monorel (JM) selaku investor dan pengembang
mega proyek tersebut.
Asisten Sekretaris Daerah bidang Perekonomian Hasan Basri Saleh
mengatakan soal kelanjutan monorel, Gubernur DKI masih melihat dua hal
yang belum terjawab dari pihak PT JM. Dua aspek itu adalah realistis dan
suistanable.
“Soal monorel, Gubernur masih melihat dua hal, yaitu realistis dan suistanability
dari PT JM. Jangan sampai nanti pembangunan monorel berhenti begitu
saja di tengah-tengah. Atau sesudah berjalan, tiba-tiba berhenti
beroperasi dalam waktu lima tahun saja,” kata Hasan di Balai Kota DKI,
Jakarta, Selasa (18/3/2014).
Dia mencontohkan, seperti pengoperasian transportasi massal berbasis rel, mass rapid transit (MRT), di London. Sejak beroperasi pada 1800, hingga saat inimasih terus beroperasi dengan baik melayani warganya.
Begitu juga dengan pengoperasian MRT di Bangkok, yang direncanakan
sejak 1976 dan baru terealisasi pada 2007, masih terus beroperasi dengan
baik hingga tahun ini.
“Jadi gubernur inginnya monorel seperti itu. Harus suistanable,
berkelanjutan, terus menerus. Jangan sampai lima tahun beroperasi terus
berhenti. Tidak boleh seperti itu. Makanya Gubernur lagi mengkaji dua
aspek itu, melihat dua aspek itu yang belum terjawab oleh PT JM,”
ujarnya.
Dari aspek realistis, Hasan menegaskan PT JM harus realistis terhadap
perubahan disain jalan yang akan dilalui monorel. Salah satu perubahan
disain tata ruang yang terjadi adalah adanya Jalan Layan Non Tol (JLNT)
Kampung Melayu-Tanah Abang.
“Monorel, kan di disain sewaktu belum ada JLNT. Nah, kalau sekarang
kan, sudah ada JLNT, jadi otomotis ada perubahan disain dong. Jadi harus
realistislah secara teknis,” tuturnya.
Mengenai penggunaan tiang-tiang pancang yang dulu diwacanakan untuk jalur khusus busway
layang, Hasan mengatakan apa pun bentuknya, tiang-tiang pancang
tersebut harus digunakan untuk pembangunan moda transportasi massal.
“Apa pun bentuknya, kita butuh transportasi massal. Makanya masih
terus dikaji dua aspek itu. Karena kalau pembangunan monorel berhenti
atau pengoperasiannya berhenti di tengah jalan, maka akan jadi masalah.
Makanya saya tidak bisa bilang dihentikan atau tidak pembangunan
monorel, karena itu kebijakan gubernur,” jelasnya.
Sumber :
beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar