Di media sosial serangan terhadap Jokowi gencar disarangkan
banyak pihak. Namun, bila dipilah-pilah serangan tersebut dilancarkan karena
dorongan politis dan ideologi. Serangan yang didorong unsur politis
dilakukan oleh tokoh-tokoh politik beserta kader-kadernya. Sedang
serangan yang didasari unsur ideologis dilakukan oleh kelompok-kelompok
yang semala ini dikenal anti Pancasila dan NKRI.
Sebuah riset yang digelar Reading Indonesia Project (Ripro) soal
perilaku para kandidat capres dalam pemilu 2014 menunjukkan pengaruh
Jokowi terhadap para kandidat lainnya.
Riset ini dilakukan dengan
memantau kicauan para capres dilewat akun Twitter.
Dengan memantau tren kicauan capres terkait Jokowi terdata ada tiga
capres yang kerap mengkritisi kinerja Jokowi sebagai gubernur DKI.
Mereka adalah Marzuki Alie yang tercatat menyerang Jokowi sebanyak 46,90
persen. Sedangkan tokoh lainnya adalah Anis Matta 19,53 persen dan
Aburizal Bakrie 18,93 persen.
Jika diperhatikan ketiga capres tersebut memiliki masalah pada partainya
atau dengan dirinya. Partai Demokrat tempat Marzuki berkiprah tengah
dibelit masalah korupsi yang melibatkan pucuk pimpinan serta
petinggi-petinggi lainnya. Kasus korupsi ini secara pasti berdampak pada
melorotnya tingkat elektabilitas Demokrat, bahkan sudah menyentuh 6 %.
Masalah yang sama dialami PKS. Tingkat kepercayaan publik pada partai
yang mengidentikkan dirinya sebagai partai dakwah yang kerap menggunakan
simbol-simbol keislaman ini rontok pasca presiden partainya, Ustadz
Luthfi Hasan Ishaaq terungkap terlibat kasus korupsi dan menjadi cukong
perilaku seks bebas.
Tidak hanya kasus korupsi yang merosotkan kepercayaan publik pada PKS,
tetapi serententan kasus-kasus lainnya, mulai dari skandal pornografi
yang melibatkan Ustadz Arifinto. Ironisnya Ustadz Arifinto kepergok
sedang menikmati film biru di gedung rakyat, Senayan, saat sidang soal
rakyat di mana anggota-anggota DPR RI lainnya tengah memutar otak
memikirkan persoalan rakyat. Lebih dari itu kader-kader partai yang
menglaim sebagai milik Allah ini terkena kasus penganiayaan, penipuan
yang dikenal sebagai “Surat Keterangan Masih Perjaka”, dan bahkan
transaksi narkotika.
Beda Marzuki dan Anis, beda pula dengan ARB. ARB yang ngotot nyapres
mendapati kenyataan elektabilitasnya hanya merangkak setitik demi
setitik, masih terpaut jauh dengan Prabowo yang menempati posisi kedua.
Nama ARB pun lekat dengan kasus Lapindo yang sampai sekarang belum
terselesaikan.
Jadi, jika melihat siapa saja aktor penyerang Jokowi terbacabila
serangan tersebut sebagai bentuk pengalihan isu atau kekecewaan
kader-kader terhadap partainya. Prayitno Ramelan dalam sebuah tulisannya
di Kompasiana menganalisa serangan-serangan dari Demokrat memiliki pola
tersendiri. Demikian pula PKS, partai yang kadernya banyak diketahui
berpoligami tidak sesuai dengan syariat Islam ini mengalihkan kekecewaan
kadernya atas kerusakan masif akhlak ustadz-ustadznya dengan menyerang
Jokowi. Strateginya sederhana, alihkan kekecewaan dengan membenci pihak
lain. Strategi ini bagi PKS terbukti manjur, hal ini terlihat aktifnya
akun-akun pendkung PKS yang menyerang Jokowi dengan berbagai fitnah,
mulai dari Jokowi tidak bisa wudhu sampai Jokowi non muslim.
Saran saya, setelah nama-nama penyerang Jokowi itu terungkap oleh sebuah
riset, lebih baik para penyerang Jokowi mengikuti terapi yang
dicontohkan oleh Tifatul Sembiring: mem-follow situs porno.
Dikutip dari :
Tulisan Gatot Swandito untuk Kompasiana 20140318
Tidak ada komentar:
Posting Komentar