Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor mengatakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, calon presiden yang diusung PDI Perjuangan, kemungkinan kalah di Jakarta. Kemungkinan kekalahan itu karena masih banyak yang menginginkan Jokowi mengurusi masalah Jakarta.
"Secara logika itu mungkin saja terjadi. Jokowi diharapkan bisa membenahi Ibu Kota tetapi sekarang malah meninggalkan Jakarta untuk maju sebagai calon presiden," kata Firman Noor dihubungi di Jakarta, Selasa (18/3/2014).
Peneliti LIPI itu melanjutkan, dalam pemilihan Gubernur DKI pada 2012, sebenarnya Jokowi tidak menang mutlak. Jokowi yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) baru memenangkan pertarungan pada putaran kedua, memperoleh suara 53,82 persen.
Itu artinya, kata Firman, masih ada hampir setengah pemilih di Jakarta saat itu yang tidak memilih Jokowi. Padahal, dalam perkembangannya, ada beberapa pihak yang semula mendukung Jokowi akhirnya berbalik sikap menjadi kritis sekarang ini.
"Dalam perkembangannya, kepemimpinan Jokowi memang dinilai ada yang positif, tetapi juga ada yang menganggap biasa saja," tuturnya.
Firman mengatakan, kritik-kritik yang muncul terhadap Jokowi akan menjadi amunisi bagi lawan-lawan politiknya. Bukan tidak mungkin terjadi kampanye negatif terhadap Jokowi.
"Situasi tersebut sangat mudah diangkat untuk memaparkan kekurangan-kekurangan Jokowi. Apalagi juga ada yang mengungkapkan bahwa Jokowi ternyata tidak memiliki kemampuan manajerial yang cukup," katanya.
Keputusan Jokowi untuk maju sebagai calon presiden pada akhirnya menimbulkan pro dan kontra termasuk di media sosial. Di media sosial bahkan muncul 19 janji politik Jokowi yang pernah disampaikan pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012.
Salah satu janji yang paling banyak diungkapkan pihak yang kontra dengan pencalonan Jokowi sebagai presiden adalah akan memimpin Jakarta selama lima tahun dan tidak menjadi kutu loncat dengan mengikuti Pemilu 2014. Janji tersebut diucapkan Jokowi saat jumpa pers di rumah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada 20 September 2012.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Ari Dwipayana mengatakan, serangan terhadap Jokowi merupakan strategi kompetitornya untuk menekan elektabilitas calon presiden ini. "Serangan itu menunjukkan kepanikan kompetitornya," kata Ari ketika dihubungi, Senin, 17 Maret 2014.
Serangan tersebut, kata Ari, khususnya ditujukan terhadap integritas Jokowi. Misalnya, ketidakmampuan menangani permasalahan di Jakarta atau mengingatkan janji Jokowi untuk tetap menjadi gubernur selama lima tahun. Strategi lainnya yaitu membawa pencalonan Jokowi ke jalur hukum. Seperti Tim Advokasi Jakarta Baru yang menggugat Jokowi karena dianggap melanggar sumpah.
Sumber :
tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar