Bank Dunia sepakat dengan asumsi bahwa kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan penguatan Rupiah akhir pekan lalu didorong berita kesediaan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menjadi calon presiden.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop melihat, kabar itu mengakhiri spekulasi yang sejak lama jadi kasak-kusuk.
"Reaksi pasar dapat diinterpretasikan sebagai akhir dari ketidakpastian selama ini. Kita tahu, investor sudah lama penasaran, apakah Jokowi akan dinominasikan sebagai calon presiden. Ketika kabar itu muncul, respon mereka positif," saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (18/3/2014).
Walaupun respons pasar sementara positif, Bank Dunia mengingatkan dampaknya bisa berubah setelah muncul penjelasan mengenai ideologi dan visi Jokowi terhadap beberapa isu. Terutama perekonomian.
Visi calon presiden, menurut lembaga keuangan internasional itu amat menentukan pilihan sikap investor, terutama dari luar negeri.
"Karenanya kita tinggal menunggu saja apa rencana kebijakan calon yang sudah diumumkan ke publik," kata Ndiame.
Masih soal Jokowi, Ekonom Utama dan Manajer Sektor Bank Dunia Indonesia Jim Brumby mengingatkan, sang gubernur populer itu memang memberikan kepastian soal sosok calon presiden di masa mendatang. Pasar sekarang, menurutnya sudah mampu meraba arah perkembangan ekonomi ke depan.
"(Majunya Jokowi) tentu bukan cerminan dari hasil pemilu. tapi paling tidak ada satu patokan yang kini bisa dipakai pasar untuk merespon keadaan di masa mendatang," kata Jim.
Di sisi lain, bila IHSG masih ada potensi menguat jelang pemilihan umum April mendatang, Ndiame mengingatkan tidak demikian halnya dengan nilai tukar.
Alasannya, pergerakan Rupiah akan sangat ditentukan oleh arus modal luar negeri, baik lewat investasi langsung maupun portofolio.
"Masih ada beberapa pergerakan yang volatilitasnya tinggi. Terutama portofolio, yang bila volumenya turun jelang pemilu, maka Rupiah akan terdampak," paparnya.
Bank Dunia meramalkan pada pelaksanaan pemilu mendatang, konsumsi rumah tangga akan meningkat pada April dan Juli. Level rerata indeks konsumsi pada 2014 diramalkan tumbuh sebesar 6,2 persen. Skenario itu bisa berubah, jika perbankan mengetatkan rasio bunga pinjaman.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar