Selasa, 18 Maret 2014

Pengamat: Pencapresan Jokowi Memperjelas Kutub Politik

Pencalonan Joko Widodo atau Jokowi sebagai calon presiden lewat mandat yang diberikan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, membuat ketegangan baru, dan memiliki efek positif, sekaligus negatif.
Direktur Eksekutif Reform Institute, Yudi Latif, menilai, ketegangan politik mungkin tak bakal seramai ini ketika Jokowi dicapreskan pascapemilu legislatif 9 April 2014. Tapi, karena disahkan lebih awal sebelum pileg, durasi ketegangan lebih terasa.
"Setelah Jokowi dicalonkan, memang memunculkan kutub-kutub, dan pembentukan poros-poros koalisi mulai menemukan tracknya. Dan itu memberi efek positif dan negatif," ungkap Yudi kepada wartawan di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (18/3/2014).
Dari sisi positif, para penjaja capres sebelumnya yang sudah turun gelanggang mau tak mau berpikir ulang untuk melanjutkan niatnya dengan majunya Jokowi. Setidaknya, kehadiran Jokowi dalam pertarungan capres hasilnya sudah bisa diprediksi.
Dengan begitu, kata Yudi, mungkin pada mulanya memunculkan banyak penjaja diri yang mau menjadi calon presiden sekarang hitung-hitung, bahkan, tak terkecuali kandidat yang bertarung lewat capres konvensi Partai Demokrat.
Yudi mengingatkan, sekali pun peta politik sudah mengarah pada koalisi, siapa pun capresnya jangan terjebak pada satu identitas saja. Partai koalisi harus diisi oleh beragam identitas yang di dalamnya mewakili semua golongan baik nasionalis, religius dan sebagainya.
Jika koalisi jatuh pada satu identitas kepartaian, sambung Yudi, akan menimbulkan konflik. Koalisi tetap harus diisi elemen yang multikultur. Gagasan PDI Perjuangan mengajukan cawapres dari internal juga harus dipikir ulang," tegasnya.
"Karena, kemenangan pemilu bukan hanya kemenangan angka tapi kemenangan bangsa ini. Maka, harus kemenangan dalam pemilu harus memperkuat bangsa dan tidak sampai menjadi target tembak," katanya lagi.

Sumber :
tribunnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar