Pada awalnya, Partai Indonesia Demokrasi Perjuangan (PDIP) dan capresnya Joko Widodo sangat percaya diri dengan koalisi 'kerempeng' yang dibangun untuk memperkuat sistem presidensial ke depan. Namun belakangan, Jokowi intens melakukan gerilya politik merangkul partai lain untuk gabung dalam koalisi.
Jokowi menggemukkan koalisi 'kerempeng'nya. Apakah manuver itu sinyal kekhawatiran Jokowi?
"Kekhawatiran itu mungkin saja. Ada juga faktor itu," ujar pakar sosiologi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito kepada detikcom, Selasa (29/4/2014).
Menurut Arie, internal PDIP mulai menyadari pentingnya mengamankan dinamika politik di parlemen kelak. Sebab sistem presidensial tidak akan dapat berjalan baik jika terus mendapat goyangan dari parlemen.
Arie mengatakan, fakta politik multipartai di Indonesia tidak bisa dinafikkan. Hal itu memberi keyakinan baru kepada Jokowi bahwa bagaimanapun menguasai parlemen menjadi penting.
"Namun sepanjang gerilya politik itu bukan karena alasan pragmatis bagi-bagi kue, tapi untuk urusan kebangsaan, itu positif saja. Tidak ada masalah. Kalau ada chemestry dengan partai lain dalam hal ini, tentu akan ditempuh PDIP," imbuhnya.
Jokowi memang ingin memperkuat sistem presidensial jika kelak dia terpilih sebagai presiden. Gubernur DKI ini mencari teman koalisi yang mau diajak kerja sama tanpa meminta jatah kursi menteri.
"Semua parpol saya ajak kerja sama. Tapi kerja sama ini bukan bagi-bagi
kursi. Saya ajak untuk bersama-sama. Kalau semua parpol mau, ya ayo,
tapi kalau hanya satu parpol yang mau, ya tidak apa-apa," kata Jokowi,
15 April lalu.
Hingga hari ini baru Partai Nasional Demokrat
(NasDem) yang telah berada di barisan koalisi pendukung Jokowi.
Belakangan, Jokowi melakukan manuver mendekati parpol lain untuk
bergabung dalam koalisi.
Pada Sabtu (26/4) lalu, Jokowi
menyebutkan dalam 1-2 hari akan ada partai baru yang merapat ke
barisannya. Di antara yang sering disebutnya adalah PKB dan PPP.
Deal
kerja sama dengan PKB disebut hampir terealisasi. Dengan PPP,
hubungannya makin mesra. Komunikasi dengan PKB yang memang sudah
terjalin lebih dulu. Sementara, setelah islah, tak ragu menampilkan
kedekatan dengan PDIP, seperti yang dilakukan Dewan Pembina PPP Hamzah
Haz dan Waketum Suharso Monoarfa yang bertandang ke rumah Megawati.
"Dua-duanya
mungkin (PPP dan PKB). Ya apapun, lebih baik kalau semuanya kerja sama
tapi kalau tidak bisa, koalisi ramping pun ya tidak masalah," kata
Jokowi, 28 April kemarin.
Selain kedua partai itu, Jokowi juga
tengah mendekati Hanura. Sabtu (26/4) malam lalu, Jokowi menyambangi
kediaman Ketum Hanura Wiranto.
Kesepakatan dengan partai-partai
itu memang belum terjalin. Namun memperlihatkan kemungkinan koalisi yang
semakin lebar. Jika berhasil merangkul partai-partai itu, maka Jokowi,
yang disebut Megawati si capres kerempeng, bisa maju ke Pilpres 2014
dengan koalisi gemuk. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar