Keinginan Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk "rujuk" dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri sejatinya masih "bertepuk" sebelah tangan.
SBY dalam pengakuannya di youtube menyebut telah 10 tahun mencoba membuka sekat-sekat komunikasi dengan putri Bung Karno ini. Tapi, Megawati tetap merasa tidak perlu lagi berkomunikasi intens dengan SBY. Presiden RI kelima ini seakan "menutup pintu" islah dengan Presiden RI keenam tersebut.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi mengakui ada sebuah konsistensi politik yang selalu dipegang teguh Megawati yakni adanya keselarasan antara ucapan dan tindakan dari seseorang. Bisa jadi, Megawati terlalu kecewa dengan sikap SBY yang selalu "menelikung" di momen politik yang krusial dan itu dilembagakan oleh kader-kader PDIP.
Namun, Arie menilai keinginan SBY untuk membuka ruang komunikasi dengan Mega tidak lain dari upaya SBY untuk bisa merapat dengan kubu banteng. Pasalnya, SBY sadar, peluang Calon Presiden (Capres) PDIP, Joko Widodo (Jokowi) untuk memenangkan kursi presiden sangat terbuka lebar. Sehingga ada keinginan untuk merapatkan barisan ke koalisi yang dibangun PDIP.
"SBY sadar, peluang Jokowi untuk memenangkan kursi presiden sangat terbuka lebar sehingga ada keinginan untuk merapatkan barisan ke koalisi yang dibangun PDIP. Minimal ikut menyorongkan nama pemenang konvensi sebagai pendamping Jokowi," kata Ari Junaedi, saat diwawancara Tribunnews.com, Selasa (29/4/2014).
Dalam analisa pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, raihan suara Demokrat yang hanya sekitar 10 persen serta tidak adanya parpol yang meraih suara signifikan tentunya langkah koalisi menjadi sebuah keharusan.
Karenanya, menurut Ari, SBY sepertinya tengah memainkan bidak catur koalisi. Yakni mencoba membuka tabir komunikasi dengan PDIP, menggagas pembentukan poros alternatif atau mempersiapkan Demokrat menjadi oposisi.
Dijelaskan pula, SBY sadar, kalau alternatif bergandengan dengan PDIP akan membawa kemenangan besar. Namun jika komunikasi dengan Megawati kembali tersumbat, pembentukkan gagasan koalisi alternatif pun sulit direalisasikan. Hanya PAN dan Golkar yang masih tersisa serta PBB dan PKPI.
Apalagi, kata dia, Gerindra semakin semakin mesra dengan Hanura dan PKS. Itupun kumulatif suara nya pun juga belum aman.
"Mau tidak mau, SBY harus siap-siap menerima ARB sebagai capres dan mendorong besannya yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional/PAN menjadi cawapres. Sebagian dari sebelas peserta konvensi idol pasti diakomodir menjadi menteri. Inipun peluang kemenangan ARB-Hatta Rajasa sangat tipis. Istilahnya yang tepat, SBY tengah H2C alias Harap-Harap Cemas,"ungkap Ari Junaedi. [tribunnews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar