Rabu, 28 Mei 2014

Emrus Minta Jokowi Hilangkan Sopan-satun, Tak Perlu Cium Tangan Mega

Capres PDIP Joko Widodo (Jokowi) selalu mencium tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri jika keduanya saling bertemu di setiap kesempatan. Hal ini yang dinilai dapat menimbulkan persepsi negatif di publik. Misalnya, muncul anggapan bahwa Jokowi capres boneka.
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing yang selalu mengeritik Jokowi, kali ini tak lupa cuap-cuap kembali mengeritik figur dan calon orang nomor satu terkuat di Indonesia. Untuk menghindari persepsi yang macam-maca di publik, dia menyarankan agar Jokowi menghilangkan sopan-santu, budaya cium tangan Megawati itu harus dihilangkan.
"Karena akan memunculkan persepsi di mata publik. Bisa dipersepsikan macam-macam oleh masyarakat. Karena itu, dia kan mencalonkan jadi presiden RI, posisinya lebih tinggi, alangkah idealnya itu tidak dilakukan lagi," saran Emrus saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (28/5/2014).
Menurut dia, paling tidak budaya cium tangan dengan Mega itu tidak dilakukan di area publik untuk menghindari stigma negatif. Hal tersebut tidak mengurangi rasa hormat kepada Megawati.
"Dalam teori komunikasi, cium tangan itu kan lambang non verbal, lambang menurut komunikasi tidak bermakna, manusia yang memberikan makna. Di kepala manusia muncul macam-macam, artinya tidak salah orang memaknai (cium tangan Jokowi) sebagai sesuatu yang manut, tunduk. Tapi juga bisa diartikan menghormati orangtua," tutur dia.
Dalam kontestasi politik yang semakin panas seperti sekarang ini, karena itu Emrus menyarankan kepada Jokowi agar menghentikan cium tangan itu. "Jangan sampai perilaku perbuatan ucapan bisa menimbulkan persepsi dari publik karena semua harus dikelola dengan baik," jelas dia.
Walaupun dia mengaku bisa memaklumi Jokowi mencium tangan Megawati yang dianggapnya sebagai orangtua. Sebab Jokowi orang yang kental dengan budaya Jawa yang dikenal sopan dan santun.
"Dia adalah orang yang memegang budaya Jawa, sehingga hormat dengan orang yang lebih tua. Itu saya pikir perilaku spontanitas sebagai orang berbudaya lembut dan menghormati orang yang lebih tua," ujar Emrus.  [did/merdeka]

2 komentar:

  1. Bagi kami itu wajar..kalian aja yg slalu merasa lbih baik dr jokowi

    BalasHapus
  2. Nah sdh terbukti kan omongan Pak Jokowi bahwa pendidikan budi pekerti itu penting ada dr mulai SD (80%), SMP (50%) dan SMA (20%) bahkan sebaiknya khusus buat seorang dosen sprti Pak Emrus perlu diberikan pendidikan budi pekerti tingkat lanjutan sebanyak 80%.

    BalasHapus