Tak ada satu pun partai politik yang bisa mengajukan capres sendiri karena semua tidak memenuhi syarat 25 persen suara nasional. Fakta ini mengharuskan setiap parpol harus membentuk koalisi. Namun hingga kini peta koalisi pun belum ada satu pun yang mengkristal, semua rencana koalisi masih bersifat cair.
Lantas kemana arah koalisi partai-partai berbasis massa Islam? Apakah mereka akan bergabung dengan poros PDIP yang mengusung Jokowi sebagai capres?
Atau mereka memilih berkoalisi dengan Partai Golkar, atau malah bersinergi dengan Partai Gerindra yang mengusung capres Prabowo Subianto? Atau gagasan koalisi poros tengah Jilid II menjadi alternatif ?
“Semua masih dalam proses kan?” kata Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) Dr. Umar S. Bakry saat berbincang dengan INDOPOS (Grup JPNN) di Jakarta, Senin (21/4).
Menurutnya, hingga kini belum ada sinyal yang kuat yang mengindikasikan kemana parpol-parpol berbasis massa Islam akan berlabuh. Karena peta koalisi masih sangat cair. Bahkan PDIP sebagai pemenang quick count yang diprediksi akan kebanjiran rekan koalisi ternyata baru memastikan menggandeng Partai Nasdem.
”Dari empat partai berbasis massa Islam yang hampir pasti lolos PT (parliamentary threshold) 3,5 persen, namun belum ada satu partai pun yang secara transparan akan berkoalisi dengan siapa. Pertemuan partai-partai dan ormas Islam di Cikini juga tidak mengisyaratkan apakah akan mendukung Jokowi, ARB, Prabowo atau akan membentuk koalisi alternatif,” urai Umar.
PKB, kata Umar, yang semula diperkirakan akan mengarah ke PDIP malah belakangan terkesan mulai mengambil jarak lantaran pernyataan Jokowi yang tidak menginginkan koalisi bagi-bagi kursi atau koalisi transaksional. PPP yang tadinya sudah tegas mendukung Prabowo, belakangan dibatalkan oleh sejumlah pengurus teras partai tersebut, bahkan disusul dengan penonaktifan Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali dalam Rapimnas PPP yang digelar pada Sabtu malam (19/4).
”Tapi saya menilai partai-partai berbasis massa Islam pada akhirnya akan lebih memilih berkoalisi dengan Partai Gerindra daripada dengan PDIP atau Golkar. Sedikitnya ada tiga faktor yang membuat peluang Partai Gerindra lebih didukung partai-partai Islam daripada dua poros koalisi lainnya,” beber Umar.
Pertama, secara ideologis platform Partai Gerindra lebih bisa diterima bahkan didukung oleh partai-partai Islam. Partai Gerindra yang menonjolkan nasionalisme dan anti dominasi asing lebih nyetel dengan aspirasi sebagian besar konstituen partai-partai berbasis massa Islam.
Kedua, secara historis tidak pernah ada friksi antara partai-partai berbasis massa Islam dengan Prabowo Subianto maupun dengan Partai Gerindra. Bahkan saat masih aktif di dinas kemiliteran Prabowo dikenal sebagai sosok perwira yang selalu membela kepentingan ormas-ormas Islam yang dimarjinalkan rezim Orde Baru.
”Faktor ketiga, sikap PDIP yang katanya tidak menghendaki koalisi transaksional secara tidak langsung menguntungkan posisi Partai Gerindra. Prabowo akan menjadi alternatif bagi partai-partai yang kecewa terhadap sikap Jokowi dan PDIP. Dan dari empat partai Islam yang kemungkinan lolos PT, tampaknya hanya PKB yang tidak akan berkoalisi dengan Partai Gerindra,” ungkap Umar.
Alasan Umar, ada dua penyebab utama mengapa peluang PKB bergabung dengan Partai Gerindra sangat kecil. Pertama, secara psikologis keberadaan Yenny Wahid di belakang Prabowo Subianto akan menjadi penghambat bergabungnya PKB pimpinan Muhaimin Iskandar dengan Partai Gerindra.
”Alasan kedua, karena merasa menjadi partai pendulang suara terbesar di kalangan partai-partai berbasis massa Islam, PKB pasti mensyaratkan posisi cawapres jika ditawari koalisi dengan Partai Gerindra. Nah, tuntutan ini belum tentu dikabulkan Prabowo,” tutur Umar.
Karena dua alasan itu membuat PKB enggan berkoalisi dengan Prabowo dan pada akhirnya akan memilih berkoalisi dengan PDIP. Sehingga Gerindra kemungkinannya akan mendapat dukungan dari PKS dan PAN untuk mengusung Prabowo sebagai capres.
”Jika PKS tidak terjebak sikap pragmatisme politik, namun konsisten dengan isu-isu nasional yang mereka perjuangkan selama ini, bisa dipastikan PKS akan berkoalisi mendukung Prabowo. Secara platform dan ideologis, banyak persamaan antara PKS dengan Partai Gerindra,” terang Umar lagi.
Sedangkan PAN, menurut Umar juga sangat besar kemungkinannya berkoalisi dengan Partai Gerindra jika benar Prabowo memilih Hatta Rajasa sebagai cawapresnya.
Selain partai-partai Islam, Partai Demokrat juga berpeluang besar untuk bergabung dengan Partai Gerindra jika Dahlan Iskan atau Gita Wiryawan dipilih oleh SBY menjadi cawapres. ”Jika SBY memilih Pramono Edhie Wibowo sebagai cawapres maka pilihan koalisi Partai Demokrat adalah Partai Golkar, bukan ke Gerindra dan Prabowo,” pungkas Umar yang juga Direktur Lembaga Survei Nasional (LSN) ini . [ind/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar