PKS sudah memberi sinyal akan merapat ke Gerindra. Sebenarnya bila kongsi ini terjadi menghadapi Pilpres mendatang, akan dilihat sebagai gabungan nasionalis dan religius. Bisa jadi kekuatan ini cukup bisa menandingi PDIP dengan Jokowi-nya. Lalu apa yang membuat PKS dan Gerindra bisa bertemu sehingga berkoalisi, padahal secara ideologi kedua partai ini berbeda jauh?
"Pastinya ini kepentingan pragmatis," jelas pengamat politik UGM Arie Sudjito, Senin (28/4/2014).
Arie menjelaskan, mungkin saja sudah ada deal-deal soal kursi kabinet yang akan dibentuk. Sudah menjadi rahasia umum urusan koalisi urusan kursi kabinet. Selain itu, keadaan tentu memaksa PKS mesti bergabung dengan Gerindra, dan juga sebaliknya.
"PKS tak mungkin dengan PDIP, dan dengan Demokrat bila melihat pengalaman yang lalu sulit," imbuhnya.
PKS sebenarnya ada dua pilihan antara Golkar dan Gerindra yang bisa diambil terkait pinangan koalisi. Tapi menilik kekuatan tentu sosok Prabowo dianggap lebih bisa untuk menandingi Jokowi. Karenanya tak salah bila pilihan dijatuhkan ke Prabowo.
"Gerindra punya tokoh Prabowo, tapi suara kurang karena itu merangkul PKS, sedang PPP masih gamang," tuturnya.
Keadaan yang membuat kedua partai akhirnya bersekutu. Namun, Arie membayangkan bila koalisi ini sukses memenangkan pemilu. Pemerintahan yang dibangun tentu akan berat, dengan melihat Prabowo yang dominan sedang PKS yang seperti di koalisi dengan Demokrat selalu melancarkan kritik.
"Dalam koalisi ini banyak bargaininG pastinya, mulai dari kursi kabinet, kursi cawapres, juga mungkin konsekuensi pembayaran kampanye," tutup Arie. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar