Sepanjang tahun 2013, popularitas dan elektabilitas kader PDI Perjuangan
yang kini menjabat Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, terus meroket.
Namanya merajai hasil survei yang dilakukan sejumlah lembaga sebagai
kandidat calon presiden paling populer.
"Fenomena Jokowi" ini
turut memberikan "madu" bagi PDI Perjuangan. Sambutan terhadap Jokowi
sudah muncul sejak PDI Perjuangan mengusungnya sebagai calon Gubernur
DKI Jakarta pada Pemilihan Kepala Daerah 2012. Saat pelantikan pada 15
Oktober 2012, Jokowi yang terpilih bersama pasangannya Basuki Tjahaja
Purnama mendapatkan sambutan luar biasa.
Ribuan warga Ibu Kota memenuhi
Gedung DPRD DKI Jakarta, bahkan hingga ke pelataran dan jalan raya di
depan gedung tersebut.
Kehadiran ribuan warga itu bisa dibilang
merupakan peristiwa langka. Mereka tiba sejak pagi dan rela menahan
sengatan matahari siang demi menyaksikan langsung pelantikan Jokowi.
Tepuk riuh tak terbendung saat Jokowi menyambut warganya untuk pertama
kali seusai resmi dilantik sebagai gubernur.
Layak "naik kelas"
Memasuki 2013, sambutan terhadap Jokowi kian bertambah. Gayanya memimpin
Jakarta diapresiasi. Meski tak sedikit yang mengkritisi. Wacana pun
muncul, Jokowi dinilai layak "naik kelas" maju ke kontestasi
kepemimpinan nasional.
Sekitar triwulan kedua tahun 2013,
beberapa lembaga survei mulai memaparkan hasil survei yang menempatkan
Jokowi sebagai tokoh paling potensial sebagai calon presiden periode
2014-2019. Hasilnya, nama Jokowi selalu berada di posisi teratas,
mengungguli tokoh lainnya seperti Prabowo Subianto, Jusuf Kalla, dan
Megawati Soekarnoputri. Sejak itu, harapan pada PDI Perjuangan agar
mengusungnya sebagai calon presiden pun bermunculan.
Tingginya
popularitas dan elektabilitas Jokowi juga dimanfaatkan PDI Perjuangan
untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Ia kerap didaulat menjadi
juru kampanye untuk mendukung pasangan calon kepala daerah yang berasal
dari PDI Perjuangan. Meski tak selalu menang, kehadiran Jokowi sebagai
juru kampanye dianggap mampu mengatrol perolehan suara pasangan yang
diusung PDI Perjuangan.
Pada triwulan ketiga, popularitas dan
elektabilitas Jokowi dalam sejumlah survei kian menanjak. Namanya terus
menduduki posisi puncak, minimal dua besar di seluruh survei yang
dirilis oleh berbagai lembaga.
Bahkan, peneliti dari Centre for
Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi sangat yakin
Jokowi akan menang mudah jika pemilihan presiden digelar saat itu juga.
"Jokowi itu bisa dengan siapa saja, bersanding dengan daun pun pasti menang," kata Kristiadi, di Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Tak
sedikit yang mengamini bahwa kehadiran Jokowi akan mengubah konstelasi
politik nasional, khususnya saat pemilihan umum digelar tahun depan.
Mantan
Walikota Surakarta itu dipercaya tak hanya dapat memenangkan pemilihan
presiden, tetapi juga dapat memengaruhi perolehan suara PDI Perjuangan
di pemilihan umum legislatif. Di titik ini, PDI Perjuangan sangat
menikmatinya.
Pada 6 September 2013, PDI Perjuangan menggelar
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Ancol, Jakarta. Ada sekitar 1.300
kader PDI Perjuangan yang hadir dalam acara tersebut. Selama Rakernas
berlangsung, Jokowi mampu menjadi magnet dan pusat perhatian. Seruan
agar PDI Perjuangan mengusungnya sebagai calon presiden semakin santer
terdengar.
Ditambah lagi sinyal positif yang dikeluarkan Megawati
Soekarnoputri di Rakernas tersebut. Di depan ribuan kadernya, Mega
beberapa kali mengeluarkan pujian untuk Jokowi, dan memberinya
kesempatan terhormat untuk membaca "Dedication of Life" Soekarno di
acara pembukaan Rakernas.
Saat ditanya soal ini, Jokowi selalu
menjawab sambil tersennyum. Dengan jawaban yang selalu dilontarkannya
bahwa ia masih ingin membenahi Jakarta dan belum berpikir untuk maju
sebagai capres. Jokowi juga mengatakan menyerahkan sepenuhnya pada
keputusan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Rakernas
PDI Perjuangan memberikan rekomendasi pada Megawati agar pasangan calon
presiden dan calon wakil presiden disampaikan pada momentum yang tepat
sesuai dengan dinamika politik nasional, kesiapan jajaran internal, dan
kepentingan ideologis partai.
Parpol lain gusar
Fenomena Jokowi ini membuat
partai politik lain gusar. Pengamat politik menamakan fenomena tersebut
sebagai "Jokowi effect". Sementara, PDI Perjuangan lebih suka menganggap
Jokowi sebagai anugerah.
Sadar dengan anugerah itu, PDI
Perjuangan sangat hati-hati dalam memperlakukan Jokowi. Seperti tak
ingin direbut, atau dihancurkan kredibilitasnya, PDI Perjuangan mengaku
membuat benteng untuk melindungi Jokowi dari serangan politik.
Proteksi
yang diberikan PDI Perjuangan kepada Jokowi dilakukan karena ia juga
masuk dalam semua skenario calon presiden PDI Perjuangan. Usulan dari
internal menginginkan Megawati maju menjadi calon presiden didampingi
Jokowi, atau skenario Jokowi maju dengan kader internal PDI Perjuangan,
sampai skenario koalisi yang mengusung Jokowi dengan tokoh dari partai
lain.
Sampai saat ini, PDI Perjuangan masih belum mendeklarasikan
calon presidennya. Sebagai orang paling berpengaruh, Megawati juga
belum membeberkan secara gamblang strategi dan skenario pencapresan yang
dipilihnya. Ia hanya mengeluarkan sinya calon presiden dari kandang
banteng baru akan diungkap setelah hasil pemilihan legislatif 2014.
Tapi,
apa pun strategi yang diputuskan nanti, PDI Perjuangan tentu tak ingin
menyia-nyiakan peluang emas memenangkan pemilu tahun depan. Bukan tidak
mungkin, masa manis bersama Jokowi akan berlanjut dengan memenangkan
pemilihan presiden yang hampir di depan mata.
"Sabar, nanti juga muncul nama itu (capres)," kata Megawati.
Ia
menjanjikan dan meminta publik menunggu hingga 9 April 2014. Tepatnya,
setelah pemilihan anggota legislatif digelar. Apa keputusan Mega? Kita
tunggu saja.
Sumber :
kompas.com
Aula Mantan Kapolri Sutanto Polres Sumenep Dipenuhi Wanita Cafe dan Miras
BalasHapushttp://www.maduraexpose.com/aula-mantan-kapolri-sutanto-polres-sumenep-dipenuhi-wanita-cafe-dan-miras/