Dukungan beberapa aktivis mahasiswa 1998 kepada Capres PDI Perjuangan Jokowi dianggap sebagai sebuah fanatisme buta. Pasalnya, mereka tak mencari tahu siapa pemodal di balik pencapresan tersebut.
"Kesadaran aktivis 98 jatuh hingga ke titik terendah, bahkan bukan semata terilusi tapi sudah fanatik buta dengan menjadi fundamentalis Jokowi atau capres lainnya. Ini kesadaran palsu, ilusi politik yang harus dibongkar," ujar mantan aktivis mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, di Jakarta, Jumat (2/5/2014).
Menurut dia, adanya dukungan tersebut sebagai bukti hilang sikap kritisnya terhadap situasi politik mutakhir. Padahal mereka seharusnya ikut mengkritisi siapa kandidat capres dan siapa di balik pencapresan tersebut.
"Mereka nyaris tidak memiliki sikap kritis terhadap keadaan bangsa yang sudah kacau balau dan masih terjajah ini. Tidak ada lagi aktivis yang bersikap kritis terhadap drakula pemodal pada capres yang mereka usung atau capres lain," imbuhnya.
Haris mengatakan, dengan pengetahuan dan jaringan yang dimiliki para aktivis 98 seharusnya bisa dijadikan untuk mengkritisi kandidat capres dan bukan untuk mendukung atau menyerang.
"Kesadaran palsu itu tidak sepatutnya merasuki aktivis terdidik seperti mereka. Mereka kan punya akses pada sumber informasi, harusnya mereka terdepan mengkoreksi keadaan sosial dan politik negara saat ini," tandasnya.
Penegasan Haris tersebut sekaligus menjawab berita sebelumnya. Aktivis mahasiswa 1998 yang terhimpun dalam Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) baru-baru ini menggelar konferensi pers. Mereka menolak pencapresan Prabowo Subianto, dan bersikeras Prabowo bersalah terhadap aktivis 98. [yeh/inilah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar