Sekitar 25 orang buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan mendatangi rumah dinas Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, pagi ini. Mereka menyampaikan aspirasi mengenai hak buruh perempuan khususnya pekerja rumah tangga dan buruh migran dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 60 menit dengan calon presiden PDI Perjuangan tersebut.
Para buruh itu menyatakan bahwa kondisi mereka makin buruk seiring hak-hak normatif pekerja yang makin lemah. Selain itu, menurut mereka, status pekerja perempuan juga banyak yang kontrak.
Untuk buruh perempuan di sektor non formal seperti PRT dan buruh migran, masalah yang sering muncul adalah masih banyak pelanggaran serta perlindungan hak kesehatan serta upah yang minim.
"Kenaikan upah buruh tidak diikuti dengan kenaikan upah PRT. Kami menuntut agar ada pengakuan PRT sebagai pekerja dan ada libur. Oleh karena itu kami mendesak agar UU Perlindungan pekerja rumah tangga perlu disahkan supaya ini menjadi sebuah alat perubahan," kata salah satu perwakilan KAP saat bertemu Jokowi, Listiyowati, di rumah dinas Taman Suropati, Kamis, 1 Mei 2014.
Selain itu, mereka juga menuntut perlindungan hak seperti hak cuti haid, cuti melahirkan, fasilitas bekerja di malam hari, jaminan keselamatan dan keamanan, penyediaan pojok ASI serta gaji tunjangan tanpa diskriminasi. "Selama ini banyak hak kami yang masih terbengkalai seperti hak kesehatan reproduksi," katanya.
Jokowi menyatakan persoalan buruh tak pernah selesai karena persoalan dasarnya belum tertangani. Menurut dia, ada tiga hal utama yang harus disediakan yaitu kerja layak, upah layak, dan hidup layak.
"Kita ini masih banyak problem yang belum tertangani dengan baik karena UU belum ada. Yang penting kita sudah menangkap masalahnya. Saya kira tuntutannya tidak selangit. Wajar saja," katanya. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi memang penting tapi yang diperlukan adalah pemerataan. [Ananda Teresia/temp]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar