Mantan kepala BNP2TKI mempersilakan saja bila ada tokoh buruh yang ingin menjagokan Capres 2014.
Ia anggap, itu adalah bagian dari demokrasi, namun jangan emosi
sampai lakukan negative campaign, tuduhannya jauh panggang dari api.
"Terkait dengan tuduhan kepada Jokowi pro-upah murah, saya nilai itu
salah besar. Saya yakin semua buruh tahu bahwa kenaikan upah berpuluh
tahun di Republik ini biasanya berkisar 10 persen saja pertahunnya
mengikuti angka inflasi.
Namun justru pada 2012 lalu, Gubernur Jokowi
tetapkan upah 2013 naik di luar kebiasaan dari Rp. 1,53jt menjadi Rp.
2,2jt atau sekitar 40%," ungkap Jumhur dalam pernyataannya, Kamis
(1/5/2014).
Kenaikan yang dahsyat ini, lanjut Jumhur, kemudian dijadikan acuan
dan diikuti oleh seluruh propinsi, sehingga kaum buruh se Indonesia
memiliki harapan kesejahteraan yang nyata.
"Pada tahun berikutnya naik lagi menjadi Rp. 2,241jt atau naik 10%
dari tahun sebelumnya. Saya rasa kenaikan ini sangat bisa dipahami
karena tahun sebelumnya sudah naik sedemikian besar," ungkap Jumhur.
Jokowi, katanya lagi, juga meyakini bahwa pembentuk kesejahteraan
buruh itu bukan hanya upah, tetapi bisa disumbang dari komponen lain
seperti misalnya labor housing (perumahan bagi buruh) yang bisa
menghemat hingga 30% dari upah, labor transportation yang bisa menghemat
20% dari upah.
Serta program-program kesehatan dan pendidikan yang sangat terjangkau
oleh masyarakat termasuk kaum buruh. Dengan begitu jelas bahwa Jokowi
pro pada kesejahteraan buruh.
Terlebih lagi, lanjut Jumhur, yang perlu dilakukan untuk
mempertangguh industri nasional, diperlukan kebijakan-kebijakan dari
pemerintah yang bisa mengefisiensikan kegiatan usaha nasional.
Dalam hal ini adalah perbaikan infrastruktur utamanya jalan,
pelabuhan dan transportasi kereta api sehingga bisa menghemat biaya
logistik perusahaan yang akhirnya bisa dialihkan untuk kesejahteraan
buruh.
"Saya yakin beberapa perbaikan itu bisa dilakukan bila Jokowi jadi Presiden," pungkasnya. [tribunnews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar