Selasa, 20 Mei 2014

Ancaman Ical Dianggap Angin Lalu

Partai Golkar akhirnya memutuskan berkoalisi untuk mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Meski demikian, tak semua elite Golkar mendukung keputusan itu.
Politisi Golkar yang juga jubir Jusuf Kalla (JK) Poempida Hidayatulloh mengakui banyak kader Golkar yang lebih mendukung pasangan Jokowi-JK ketimbang mengikuti kebijakan sang Ketua Umum Aburizal Bakrie (Ical) untuk mendukung Prabowo-Hatta. Golkar pun terancam terbelah di Pilpres 2014.
Menanggapi hal itu, pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing menilai, pecah kongsi bagi Golkar di Pilpres bukanlah hal yang aneh. Hal itu juga pernah terjadi pada Pilpres 2004 dan 2009.
"Bisa terulang lagi (pecah) pada 2004 kemarin Golkar mengusung Wiranto tapi kader merapat ke SBY, karena waktu itu ketokohan SBY sangat tinggi elektabilitasnya. Nah sekarang kan Jokowi elektabilitasnya tinggi," katanya, Selasa (20/5/2014).
Menurutnya, Golkar adalah partai besar yang terkenal dengan geliat politik di lingkungan internal. Golkar merupakan partai yang memiliki banyak faksi dan tak terikat pada satu tokoh saja. Karenanya, ancaman pemecatan dari Ical terhadap kader Golkar yang mendukung pasangan Jokowi-JK tidak akan memiliki pengaruh.
"Jadi kader mereka punya otonomi untuk menentukan pilihan dirinya. Jadi mereka bisa memilih Jokowi-JK. Kecuali parpol tertentu yang punya sosok ketum kuat untuk arahkan kader. Kalau di Golkar ketua umum gak punya posisi kuat untuk arahkan kader," katanya.
"Ical justru harus arahkan kader karena Golkar partai besar. Ical harus merangkul mereka bukan justru mengancam memecat," katanya.  [dan/merdeka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar