Partai Golkar akhirnya memutuskan berkoalisi untuk mendukung
pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Meski demikian,
tak semua elite Golkar mendukung keputusan itu.
Politisi Golkar
yang juga jubir Jusuf Kalla (JK) Poempida Hidayatulloh mengakui banyak
kader Golkar yang lebih mendukung pasangan Jokowi-JK ketimbang mengikuti
kebijakan sang Ketua Umum Aburizal Bakrie (Ical) untuk mendukung
Prabowo-Hatta. Golkar pun terancam terbelah di Pilpres 2014.
Menanggapi
hal itu, pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus
Sihombing menilai, pecah kongsi bagi Golkar di Pilpres bukanlah hal yang
aneh. Hal itu juga pernah terjadi pada Pilpres 2004 dan 2009.
"Bisa
terulang lagi (pecah) pada 2004 kemarin Golkar mengusung Wiranto tapi
kader merapat ke SBY, karena waktu itu ketokohan SBY sangat tinggi
elektabilitasnya. Nah sekarang kan Jokowi elektabilitasnya tinggi,"
katanya, Selasa (20/5/2014).
Menurutnya, Golkar
adalah partai besar yang terkenal dengan geliat politik di lingkungan
internal. Golkar merupakan partai yang memiliki banyak faksi dan tak
terikat pada satu tokoh saja. Karenanya, ancaman pemecatan dari Ical
terhadap kader Golkar yang mendukung pasangan Jokowi-JK tidak akan
memiliki pengaruh.
"Jadi kader mereka punya otonomi untuk
menentukan pilihan dirinya. Jadi mereka bisa memilih Jokowi-JK. Kecuali
parpol tertentu yang punya sosok ketum kuat untuk arahkan kader. Kalau
di Golkar ketua umum gak punya posisi kuat untuk arahkan kader,"
katanya.
"Ical justru harus arahkan kader karena Golkar partai
besar. Ical harus merangkul mereka bukan justru mengancam memecat,"
katanya. [dan/merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar